Ciputat – Industri penyiaran global tengah menghadapi tantangan luar biasa dengan perkembangan dan disrupsi teknologi digital. Berbagai platform digital hadir di ruang privat dengan beragam konten interaktif melalui akses internet. Studi yang dilakukan beberapa lembaga riset dunia dan lokal menunjukkan pergeseran tren masyarakat dalam mengkonsumsi media dari lembaga penyiaran ke platform media baru. Kondisi ini tentu harus disikapi dengan cepat agar industri penyiaran tidak semakin terpinggirkan dari platform media lainnya. Migrasi dari penyiaran analog (ASO) ke digital hanya langkah awal. Perlu strategi yang tepat dalam penguatan ekosistem penyiaran digital yang sudah dijalankan banyak negara, termasuk Indonesia.
Berbicara tentang ekosistem perlu adanya cetak biru (blue print) yang kuat dari hulu ke hilir dari industri penyiaran. Amerika Serikat dan Inggris mungkin merupakan negara maju yang seringkali menjadi referensi tata kelola industri penyiaran digital negara lain di dunia. Sedangkan konteks Indonesia, ekosistem penyiaran digital paska ASO masih belum disiapkan dengan baik. Indonesia sangat membutuhkan regulasi penyiaran digital yang sesuai perkembangan zaman di sektor hulu. Regulasi yang dapat melindungi semua kepentingan pemangku kepentingan, termasuk yang berada di wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (3-T). Setelah regulasi, penguatan lembaga penyiaran yang adaptif dengan kemajuan teknologi informasi yang terjadi saat ini. Sementara pada sektor hilir perlu adanya peningkatan kualitas konten penyiaran dengan memperkuat kapasitas insan penyiaran nasional dan masyarakat pengguna media penyiaran.
Selain melakukan pengawasan isi siaran, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator penyiaran yang diberikan mandat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, memiliki tugas dan kewajiban lain dalam memperkuat iklim industri penyiaran nasional. Pasal 8 ayat 2 poin e berbunyi, KPI diberikan wewenang melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. Selama 4 tahun, wewenang tersebut dilakukan melalui kegiatan tahunan Konferensi Penyiaran Indonesia sejak 2019. Tujuan dari kegiatan ini yaitu menjadi titik temu bagi para pemangku kepentingan sektor penyiaran guna membahas isu terkini dan mendiseminasikan hasil penelitian seputar penyiaran. Bentuk kegiatan yang dilakukan berupa kompetisi antar universitas beberapa kategori penyiaran, seminar nasional dan parallel session. Sudah banyak pemenang lomba, pembicara dan peneliti yang dihadirkan dalam kegiatan konferensi ini.
Kini pada penyelenggaraan tahun ke-5, KPI meningkatkan skala konferensi penyiaran menjadi skala internasional. Perkembangan industri penyiaran digital yang berbeda-beda setiap negara mendorong KPI untuk membuka ruang diskusi dan pembelajaran dari negara lain demi menguatkan ekosistem penyiaran nasional. Kegiatan Konferensi Penyiaran Indonesia (Indonesia Broadcasting 2024) digelar dengan mengangkat tema “Global Opportunities and Challenges of Broadcasting Industry in the Digital Transformation Era” pada 29-31 Oktober 2024. Setidaknya terdapat dua tujuan besar yang ingin diwujudkan kegiatan ini yaitu untuk memberikan updates dan tukar informasi terkait perkembangan industri penyiaran digital global melalui para narasumber serta pemakalah yang hadir selama konferensi.
Amin Shabana Komisioner Bidang Kelembagaan menyampaikan, meskipun baru tahun pertama berskala internasional, kegiatan Konferensi Penyiaran Indonesia 2024 ini berhasil mengumpulkan 139 paper dari 7 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Cina, Australia dan Skotlandia. Sementara itu hadir 2 pembicara dari Malaysia dan Filipina mengisi sesi Seminar Industri Penyiaran selain dari Bappenas, asosiasi dan akademisi. “Yang sangat menggembirakan juga adalah keterlibatan 3 negara dalam kegiatan kompetisi penyiaran sebagai kegiatan Pre-event Konferensi Penyiaran Indonesia. KPI tentu sangat menunggu berbagai kajian yang dipresentasikan oleh para narasumber dan peneliti yang terlibat dalam call for papers tersebut”, ujar Amin.
Torehan penting ini tentu tidak terlepas dari kerjasama yang sangat baik dengan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (APIK PTM) yang terjalin sejak Maret 2024. Rektor UMJ, Prof. Dr. Ma’mun Murod, M.Si., menyambut baik pelaksanaan Konferensi Penyiaran Indonesia 2024. Ma’mun mengatakan, antisipasi dan adaptasi atas perkembangan teknologi ini menjadi sebuah keharusan bagi pelaku industri penyiaran untuk dapat eksis bersama masyarakat.
Perubahan lanskap penyiaran saat ini juga membutuhkan sumbangsih pemikiran dari lingkungan kampus dan akademisi sebagai referensi industri penyiaran dalam mengisi ruang-ruang publik dengan konten yang berkualitas dan bermanfaat bagi publik. Dialektika akademik yang hadir dalam konferensi ini diharapkan memberi tawaran solusi atas beragam tantangan keknian. Ma’mun berharap, beragam temuan ilmiah pada forum ini menjadi kontribusi nyata dan referensi fundamental yang berdampak signifikan terhadap pengembangan keilmuan dan praktik dalam dunia penyiaran.