Blitar -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sukses menyelenggarakan diskusi dengan tema “Mewujudkan Penyiaran yang Berdaulat, Berdikari, dan Berkepribadian di Tengah Disrupsi Digital.” Diskusi publik ini diselenggarakan di Perpustakaan Nasional Bung Karno, Jumat (21/6). Kegiatan ini dibuka langsung oleh Bupati Blitar, Santoso, dan Sambutan dari Ketua KPI, Ubaidillah.
Pada sesi diskusi pertama, Anggota KPI Pusat, Aliyah, menyoroti perubahan media dari siaran konvensional ke media digital. Perubahan yang ada mempengaruhi aturan dan praktik dalam industri penyiaran. Dalam diskusi, Aliyah menyampaikan konsistensi KPI menegakkan aturan berlaku.
"KPI berada di garis depan untuk memastikan konten yang disiarkan tetap sesuai dengan nilai-nilai moral dan regulasi yang berlaku," ujar Aliyah.
Dalam penyampaiannya, Aliyah membahas tantangan pengawasan konten di era digital yang menawarkan kebebasan lebih besar dalam menyajikan konten, namun sering kali tanpa pengaturan yang ketat. Tak lupa Aliyah mengajak partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan melalui mekanisme pengaduan.
“Transformasi media harus didukung oleh regulasi yang adaptif dan dukungan masyarakat yang luas untuk memastikan penyiaran yang berkualitas dan bermanfaat bagi publik,” ucap Aliyah di ujung pembahasannya.
Pada kesempatan yang sama, Hardly Stefano dari Dewan Pengawas LPP TVRI, menekankan perlunya regulasi yang kuat dan adaptif untuk menanggapi dinamika media baru. Hardly berharap masyarakat mendukung upaya-upaya KPI mengawasi konten-konten yang disiarkan.
"KPI harus menguatkan regulasi untuk memastikan bahwa konten yang disiarkan tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik serta mempromosikan nilai-nilai positif dalam masyarakat," tegas Hardly.
Rita Triana, Wasekjen Persatuan Radio TV Publik Daerah Seluruh Indonesia, turut pula menyoroti berbagai isu krusial yang dihadapi oleh lembaga penyiaran sebagai ketahanan informasi bangsa. Ia mengingatkan pentingnya kontribusi level lokal untuk skala nasional.
"Kami berkomitmen untuk menguatkan peran lembaga penyiaran publik daerah sebagai penjaga ketahanan informasi negara di tingkat lokal," ujarnya.
Imanuel Yoshua, Ketua KPID Jawa Timur, turut menyuarakan pentingnya peran pemuda dalam mendidik masyarakat mengenai penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.
"Kita harus bersama-sama mengedukasi orang tua akan dampak negatif media digital terhadap anak-anak. Hal ini untuk menjaga masa depan generasi muda dari paparan yang tidak sesuai," ucap Yoshua.
Dalam akhir pemaparannya, Yoshua mengajak kepada peserta diskusi untuk kembali mengakses TV maupun radio lokal untuk turut menumbuhkan industri penyiaran. Khususnya pada radio lokal Jawa Timur yang banyak bertumbangan.
“Jadi yang muda di sini, jangan lupa kembali mendengarkan radio untuk membantu penyiaran di Jawa Timur tetap hidup,” tutup Yoshua.
Diskusi diakhiri dengan sesi tanya jawab dengan peserta. Peserta yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat berdiskusi secara antusias. Diskusi ini diharapkan mampu mengajak masyarakat untuk tetap berpegang pada nilai-nilai kebangsaan saat mengakses informasi dari media manapun. Abidatu Lintang/Foto: Syahrullah