Semarang – Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) merupakan salah satu program kegiatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk meningkatkan dan memantik peran aktif masyarakat dalam pengawasan dan pemanfaatan penyiaran. Pemuda (mahasiswa) menjadi kelompok yang disasar dalam kegiatan ini. Peran aktif mereka sangat diperlukan di tengah mulai beralihnya konsumsi informasi masyarakat dari media konvensional ke media baru.
Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, pihaknya terus mendorong peran aktif pemuda untuk lebih dekat dengan penyiaran. Dorongan ini menurutnya tidak boleh kendur karena pemuda merupakan kelompok terbesar masyarakat yang banyak mengkonsumsi informasi dari media baru.
“FMPP digelar KPI sebagai upaya integral pengawasan penyiaran berbasis partisipasi masyarakat. Kegiatan ini untuk menghimpun komunitas–komunitas di masyarakat termasuk bagi para pemuda utamanya berkaitan dengan dunia penyiaran,” kata Ketua KPI Pusat saat membuka jalannya kegiatan FMPP di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Kamis (16/5/2024).
Forum ini juga bertujuan menghidupkan daya kritis masyarakat terhadap informasi yang diterima. Sikap kritis ini diperlukan sebagai bentuk antisipasi dan penyaringan dari segala informasi yang berdampak negatif.
“Kegiatan ini juga dalam rangka membangun sinergi KPI dan masyarakat dalam menata informasi yang luhur dan penuh kebijaksanaan dengan mengacu pada norma, asas Pancasila dan regulasi perundangan yang mengaturnya. Mari sama-sama kita mengedukasi masyarakat untuk memilih penyiaran yang baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” tutur Ubaidillah di depan ratusan peserta FMPP.
Dalam kesempatan itu, Gus Ubaid, panggilan akrabnya, menyinggung banyaknya aduan tentang media baru yang masuk ke KPI. Menurutnya, pengaturan media ini tengah diupayakan masuk dalam revisi UU Penyiaran. “Banyak lembaga penyiaran protes bahwa pengawasan harus berkeadilan tidak hanya TV dan radio tetapi juga platform. Karena banyak hal yang tidak baik juga ditampilkan di platform media baru ini,” ungkapnya.
Menyoal keberadaan media baru ini, Wakil Rektor UIN Walisongo, Prof H.M Mukhsin Jamil mengatakan, forum ini merupakan bentuk dari edukasi bagaimana cara meminimalisir efek buruk dari media tersebut. Saat ini, kata beliau, kehadiran media baru membuat otoritas keagamaan tidak lagi menjadi rujukan.
“Lingkupnya sekarang sudah sangat luas. Sehingga tidak lagi kepada ustadz dan pemuka agama tetapi sudah menggunakan media lain (media baru). Misal mencarikan nama untuk anak. Saat ini, dalil-dalil dan informasi agama sudah bisa kita dapatkan di media sosial,” katanya.
Berkaitan soal ini, Warek UIN Walisongo menilai perlu ada penguatan penyiaran. Penguatan ini berupa peningkatan produksi konten-konten siaran berkualitas dan sehat. “Karena ini berkaitan dengan pilar penting demi untuk membangun bangsa. Penyiaran harus menjadi corong informasi, tidak hanya soal agama tetapi juga semua aspek kehidupan,” tutur Prof H.M Mukhsin di awal kegiatan FMPP.
Saat berlangsungnya diskusi, narasumber sekaligus Komisioner KPI Pusat Tulus Santoso, menjelaskan tentang pola konsumsi media masyarakat global. Menurutnya, Indonesia termasuk yang mengalami pergeseran. “Ini hal yang tidak bisa dihindari karena memang saat ini masuk era konvegensi,” katanya.
Namun demikian, ujar Tulus, masyarakat di Amerika Serikat (AS) mengalami periode kembali. Berdasarkan data yang diperolehnya, jumlah penonton TV di AS masih cukup tinggi. “Ini dikarenakan di sejumlah negara maju sudah ada kegelisahan adanya efek negatif yang tidak terbendung dari media baru. Hal itulah yang membuat mereka kembali ke televisi,” jelasnya.
Meskipun jumlah penoton TV di tanah air makin berkurang, KPI menemukan selera masyarakat menonton sinetron masih tinggi. “Kami pernah melakukan survey MKK di Jawa Barat. Memang masih banyak yang menonton sinetron. Dan sinetron merupakan peluang untuk pengiklan memasang iklan karena berdasarkan selera masyarakat,” tuturnya.
Tulus juga menyampaikan mekanisme pengawasan penyiaran di KPI. Dia menegaskan adanya sanksi terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. Sanksi ini merupakan alat kontrol pengawasan agar sesuai regulasi. Selain sanksi, ada apresiasi yaitu penghargaan kepada televisi yang mempunyai siaran yang berkualitas. “Dan ini merupakan cara untuk menjaga suplai dan demand untuk eksistensi industri penyiaran,” katanya.
Perwakilan Tokoh Pemuda di Jateng, Chintami Budi Pertiwi, narasumber diskusi lainnya mengatakan, pemuda harus memiliki inovasi dan kreatifitas sekaligus pembekalan penggunaan teknologi yang mumpuni. “Pemuda harus membuat konten edukatif dan inspiratif. Harus juga berpartisipasi dalam jurnalisme warga,” ucapnya.
Dia menyimpulkan jika pemuda harus memainkan peran krusial dalam penyiaran untuk advokasi dan kesadaran sosial. Menggunakan kreativitas, teknologi, dan semangat untuk mendorong perubahan positif. “Ini untuk membentuk masa depan yang lebih inklusif dan berkeadilan,” papar Chintami.
Dalam acara FMPP ini, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza dan Ketua KPID Jateng, Muhammad Aulia Assyahidin. ***/Foto: Agung R