Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memastikan 99% informasi ataupun berita yang disampaikan lembaga penyiaran, TV dan radio, tidak mengandung hoaks. Ketatnya aturan dan pengawasan KPI mempersempit kemungkinan lembaga penyiaran melakukan praktik penyebaran hoaks dalam pemberitaannya. Karenanya, informasi tentang Pemilu 2024 dari TV dan radio dapat dijadikan reverensi informasi yang dapat dipercaya.
“Saya dapat pastikan jika TV dan radio itu bersih dari hoaks. Karena kami tidak henti-hentinya mengingatkan lembaga penyiaran, baik yang ada di pusat dan daerah, agar materi siaran yang disampaikan bebas dari hoaks,” kata Komisioner KPI Pusat Aliyah saat menjadi narasumber acara Indonesia Bicara di TVRI dengan tema “Waspada Hoaks Pemilu Menyulut Konflik”, awal pekan ini.
Upaya lain KPI yakni selalu mewanti-wanti lembaga penyiaran untuk tidak menjadikan sumber informasinya berasal dari media sosial yang tidak terverifikasi kebenarannya. “Hoaks itu paling banyak ditemukan di media berbasis internet, Jarang kami menemukan informasi hoaks di TV dan radio. Jika ditemukan angkanya hanya nol sekian persen,” tambah Anggota KPI bidang Pengawasan Isi Siaran ini.
KPI juga memiliki sistem pengawasan yang ketat terhadap siaran di TV dan radio. Jika ditemukan unsur yang diduga hoaks akan segera ditindaklanjuti. “Kami akan memanggil atau mengklarifikasinya langsung ke lembaga penyiaran. Hal ini berbeda dengan media sosial yang jika ditemukan hoaks akan sulit untuk dipertanggungjawabkan,” ungkap Aliyah.
Menghadapi informasi hoaks dalam pemilu 2024, lanjuta Aliyah, merupakan PR (pekerjaan rumah) bersama. Karena itu diperlukan langkah dan strategi yang tepat seperti memperbanyak produksi konten-konten positif bagi masyarakat.
“Lembaga penyiaran harus juga menangani hal ini dengan konten positif. Ini untuk mengimbangi banyaknya konten negatif yang dikonsumsi masyarakat seperti pentingnya pemilu sehingga masyarakat tidak golput (golongan putih). Mudah-mudahan ini bisa mengerem konten hoaks yang beredar,” kata Aliyah.
Dalam kesempatan itu, Aliyah meminta lembaga penyiaran untuk mengedepankan asas keberimbangan dan keadilan bagi seluruh kontestan yang ikut pemilu, baik itu dalam pemberitaan maupun iklan. Frekuensi yang digunakan TV dan radio merupakan ranah publik dan semestinya dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.
“Kami sangat mendorong TV dan radio itu menjadi media pendidikan termasuk pendidikan politik bagi masyarakat. Menjadi tontonan sekaligus tuntunan dan jadi media referensi bagi berita pemilu dan politik,” tutur Aliyah.
Selain Aliyah, acara yang dibawakan Happy Goeritman ini menghadirkan tiga narasumber lain yakni Direktur Pemberdayaan Informatika Kominfo Slamet Santoso, Peneliti Perludem Amalia Salabi, dan Relawan Mafindo Tri Mufida Nastiti. ***