Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat resmi mengenalkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) Pada Lembaga Penyiaran. Peraturan ini untuk memastikan seluruh pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye dalam Pemilu 2024 di media penyiaran berlaku adil, tidak bias, berimbang dan proporsional. Tahapan kampanye Pemilu 2024 dimulai pada 28 November 2023 mendatang.
Pada saat membuka acara Sosialisasi PKPI tersebut dengan lembaga penyiaran dan peserta Pemilu 2023, Rabu sore (22/11/2023), di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Timur, Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan, peraturan ini ditujukan sebagai instrumen untuk menciptakan siaran pemilu yang netral, proporsional dan adil. Harapannya dengan aturan itu jalannya Pemilu 2024 berlangsung damai, aman sekaligus transparan.
Dia juga menegaskan, peraturan ini bukan pula untuk membatasi atau menghambat proses kampanye di lembaga penyiaran. Tidak juga untuk membatasi ruang gerak peserta pemilu atau juga embaga penyiaran dalam hal penginformasian pemilu kepada publik.
“Hal ini ditujukan sebenar-benarnya untuk tertib penyiaran utamanya berkenaan dengan pemilu. Ini juga diamanatkan untuk menjaga keadaban dan keadilan bagi seluruh peserta pemilu. Sehingga masyarakat dapat melihat pemilu ini berlangsung bermartabat di lembaga penyiaran,” ujar Ubaidillah sekaligus berharap PKPI ini dapat menyatukan persepsi semua pihak dan tidak menimbulkan multitafsir. Di acara sosialisasi ini hadir secara langsung Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu serta perwakilan KPU dan Bawaslu dalam jaringan (daring).
Di tempat yang sama, Anggota KPI Pusat Aliyah, menyampaikan garis besar PKPI kepada peserta sosialisasi. Salah satu yang ditekankannya soal ketentuan yang mesti dipenuhi program siaran pemberitaan terkait kepemiluan.
Pertama, setiap pemberitaan harus memberikan alokasi waktu yang sama tidak dimanfaatkan untuk pemberitaan kepentingan Peserta Pemilu tertentu. Kedua, tidak dimanfaatkan untuk pemblokiran waktu dan atau pemblokiran segmen. Kemudian, harus menyantumkan sumber berita yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Aliyah juga menjelaskan ketentuan program siaran monolog, dialog, debat peserta pemilu dan jajak pendapat di media penyiaran. Berdasarkan PKPI, program monolog tidak mengandung narasi atau informasi yang memojokkan (menyudutkan) peserta pemilu. Siaran dialog atau debat peserta pemilu harus memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilu. Siaran jajak pendapat wajib bersumber dari lembaga survei yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Jajak pendapat harus bersifat netral dan memenuhi kaidah ilmiah serta ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, tidak boleh dibiayai atau disponsori oleh peserta pemilu, pelaksana kampanye pemilu, simpatisan, atau pihak yang terafiliasi dengan peserta pemilu. Siaran ini juga harus sesuai dengan ketentuan P3SPS, kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Harus juga mencantumkan atau menyebutkansumber informasi yang jelas, faktual, dan dapat dipertanggungjawabkan,” tutur Aliyah di acara sosialisasi tersebut.
Anggota KPI Pusat Tulus Santoso menambahkan ketentuan yang harus diperhatikan dalam iklan kampanye. Berdasarkan PKPI, batas maksimum beriklan sebanyak 10 (sepuluh) spot dengan durasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap peserta pemilu di setiap stasiun televisi setiap hari. Untuk radio, batas maksimumnya 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap peserta pemilu di setiap stasiun radio setiap harinya.
“Lembaga penyiaran harus memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye pemilu. Kemudian, tidak menjual pemblokiran segmen dan atau pemblokiran waktu untuk kampanye pemilu yang digunakan untuk pemberitaan pemilu,” kata Tulus.
Selain itu, Tulus mengingatkan hal-hal yang harus diikuti lembaga penyiaran pada saat masa tenang. Dalam situasi ini, lembaga penyiaran dilarang menyiarkan kembali liputan pemberitaan kegiatan kampanye dan atau aktivitas peserta Pemilu. Tidak juga menyiarkan narasi (gambaran) yang mendukung, memojokkan, menghasut, dan memfitnah para peserta pemilu.
“Dilarang memproduksi program siaran yang bertemakan pandangan politik dan atau visi misi dan atau rekam jejak dan atau kegiatan peserta pemilu. Dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan atau tim kampanye, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. Selain itu, di masa tenang ini, dilarang menyiarkan kembali debat terbuka serta menyiarkan jajak pendapat tentang peserta pemilu,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyambut baik terbitnya PKPI tentang pengawasan siaran kepemiluan di media penyiaran. Menurutnya, aturan ini memiliki irisan dengan pihaknya dalam kaitan pemberitaan dan iklan kampanye. “PKPI ini secara detail mengatur tentang bagaimana mengatur kesatuan, keberagaman dan tidak mempolarisasi,” kata Ninik.
Dia juga berharap peraturan ini dapat ditengakkan dan dijalani semua pihak. Ninik juga menekankan pentingnya keterlibatan dan partisipasi penuh semua pihak termasuk KPID. “Penting kerja kolaboratif dengan Dewan Pers, Bawaslu dan KPU. Jika ini bisa dilakukan, kita bisa memaksimalkan penyelesaian yang lebih kolaboratif,” ujarnya.
Di pagi harinya, KPI Pusat juga menggelar kegiatan sosialisai PKPI tentang Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) Pada Lembaga Penyiaran dengan peserta KPID se-Indonesia. Dalam dua kegiatan sosialisasi ini turut hadir seluruh Anggota KPI Pusat. ***