Bandung - Undang-undang (UU) sebagai penyelamat hidup masyarakat perlu disesuaikan dengan zamannya. Sama halnya dengan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang saat ini sudah berusia 21 tahun yang mesti direvisi. Hal ini demi terciptanya asas keadilan bagi industri penyiaran berbasis frekuensi dan over the top dan negara harus mengawasi keduanya.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga hasil UU Penyiaran harus dikuatkan melalui revisi UU penyiaran yang baru. Guna menggali pendapat masyarakat, KPI menyelenggarakan diskusi publik “Dinamika Pengawasan Lembaga Penyiaran dan Media Baru” di Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung, Jumat (8/9/2023).
Setelah dibuka Ketua KPI Pusat, Ubaidillah dan Camat Mandalajati, hadir memberikan pandangan, Anggota DPR RI Junico Siahaan, Pengamat Penyiaran Dadang Rahmat Hidayat, Komisioner KPI Pusat Aliyah, dan Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet.
Anggota DPR RI, Junico menegaskan perlunya pengawasan terhadap media baru oleh lembaga yang kuat. Terlebih menyambut konten era informasi yang kian beragam. “Kalau mau negara serius mau kontennya positif, tenaganya harus kuat. Kalau lembaganya banyak, harus banyak dukungan dan kewenangan yang lebih,” ungkap Anggota Komisi I DPR RI tersebut.
Sebagai bentuk perwakilan masyarakat, KPI Pusat dan KPID sepakat mendorong DPR RI untuk segera merevisi UU yang telah berusia 21 tahun itu.
Ketua KPID Jawa Barat Adiyana, mengungkapkan revisi undang-undang harus segera dilakukan untuk menyelamatkan keberagaman kepemilikan industri penyiaran. Kepemilikan yang terbatas dianggap sulit untuk mewujudkan keberagaman isi penyiaran ke depan. Hal ini rawan terjadinya monopoli, sehingga lembaga negara harus membatasi itu.
“Kelembagaan KPI menurut UU 32 tahun 2022, menurut saya negara menghendaki regulasinya negara ini kuat. Negara itu harus ikut andil, sedangkan untuk saat ini negara masih belum hadir, jika UU ini belum diperbaiki dari 20 tahun,” tegas Adiyana.
Aliyah Komisioner KPI Pusat menambahkan, selain kelembagaan yang kuat nantinya harus ada partisipasi masyarakat. Ini untuk ikut mengawasi industri penyiaran di Indonesia.
“Apabila bapak dan ibu melihat tayangan yang tidak sesuai mengandung unsur-unsur radikal, kekerasan dan lainnya dapat mengadukan ke saluran pengaduan KPI Pusat. Partisipasi Masyarakat terhadap penyiaran ikut menjadikan tontonan menjadi tuntunan,” ucap Aliyah kepada para peserta.
Selaku pengamat penyiaran dan akademisi Dadang Rahmat Hidayat, memberikan pandangan bahwa media baru harus diawasi supaya tercipta keadilan. Ditambahnya, media penyiaran lokal dan komunitas diharapkan dapat perhatian dalam revisi UU penyiaran nanti. “Penyiaran yang berkeadilan diharapkan jangan sampai didominasi oleh itu-itu lagi,” katanya.
Di akhir acara, peserta diskusi yang terdiri dari mahasiswa hingga masyarakat umum berharap kepada pemerintah dan DPR RI segera melakukan revisi UU penyiaran untuk menguatkan KPI. Sehingga kerja KPI dibarengi dengan dukungan dan regulasi yang kuat. Peserta diskusi juga mengharapkan KPI yang tegas dalam melaksanakan tugasnya kelak. Abidatu Lintang