Medan – Anggota KPI Pusat, Amin Shabana mengatakan, media televisi dan radio melewati berbagai tahapan dalam menyajikan informasi sebelum disiarkan. Proses verifikasi ini menjadikan media mainstream layak jadi ukuran mencari kebenaran dari informasi yang beredar.
“Tsunami informasi yang ada hari ini akibat terlalu bebasnya peredaran informasi, banyak masyarakat tersesat informasi. Dan salah satu mandat KPI dalam Undang-Undang Penyiaran, KPI harus bisa menjamin keabsahan kebutuhan informasi dan hiburan kepada publik,” tutur Amin saat memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dalam rangka menuju Konferensi Penyiaran Indonesia 2023, Rabu (26/7/2023).
Ia menambahkan, KPI memiliki sebuah panduan yang menjadi acuan proses produksi konten siaran di lembaga penyiaran yaitu Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Namun, sebagai regulator penyiaran, KPI tidak turut campur dalam proses produksi konten siaran tersebut karena KPI bekerja setelah pasca tayang.
Dalam kesempatan itu, Amin menyampaikan perkembangan siaran digital di tanah air. Berdasarkan catatan KPI, hingga hari ini, sudah ada 568 lembaga penyiaran bermigrasi ke digital. Dia menerangkan penggunaan frekuensi analog banyak menyita frekuensi. Setiap 1 kanal hanya dapat menfasilitasi 1 siaran, sedangkan kanal digital setiap frekuensi dapat mewadahi 12 saluran (standar definition).
“Selain manfaat bagi lembaga penyiaran, bagi masyarakat juga membuka peluang usaha. Menumbuhan konten kreator,” katanya sekaligus menyarankan agar tata kelola infrastruktur dan peningkatan sumber daya manusia dalam mengisi ruang tersebut dengan konten ditingkatkan.
Di hadapan ratusan mahasiswa UMSU, Amin berpesan, agar kalangan muda persiapkan diri dengan kemampuan yang maksimal di dunia digital. Mengutip hasil kajian dari Boston Consulting Group, terdapat 181 ribu penambahan kegiatan usaha baru dan 232 ribu penambahan lapangan pekerjaan baru dalam bisnis ini. Sedangkan dalam sisi pendapatan negara, diperkirakan adanya peningkatan pendapatan sebesar 77 triliun dalam bentuk pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Setelah digital yang menjadi perhatian adalah isi konten yang juga harus dikelola dengan baik. Jangan sampai ribuan kotnen yang ada isinya cenderung tidak terkini atau re-run. Untuk itu, kita juga mulai menata ekosistem penyiaran digital terfokus dengan kontennya,” ujar Amin.
Disamping itu, Amin berharap ekosistem penyiaran lokal di Sumatera Utara dapat dimaksimalkan. Jangan sampai peluang tersebut lalai dimanfaatkan. Menurutnya, latar belakang ilmu komunikasi dan jiwa kreatif yang ada pada mahasiswa komunikasi beriringan dengan tantangan digitalisasi penyiaran.
Terkait kebutuhan regulasi penyiaran digital, Amin menyatakan ada sebagian selebriti media sosial (selebgram) yang fenomenal enggan untuk diawasi dengan alasan mengekang kebebasan ekspresi. “Melalui forum ini, saya berharap kepada masyarakat agar sensitif dengan konten siaran yang dirasa tidak pantas. Pentingnya menumbuhkan rasa sensor mandiri. Di era keterbukaan informasi cara yang tepat adalah dengan memfilter kebutuhan informasi,” tutup Amin. Syahrullah