Simalungun – Menghadapi tahun politik pada 2024 mendatang, peran media massa (TV dan radio) dinilai penting sebagai jembatan penjernih terhadap pemberitaan ataupun informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya terutama yang berasal dari media sosial. Karenanya, siaran TV dan radio harus mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan isi informasi ataupun berita yang independen, netral, seimbang dan akurat.
Harapan tersebut disampaikan para narasumber yang mengisi diskusi panel kegiatan Pres Camp dengan tema “Pers Bebas Bermartabat Wujudkan Demokrasi Penyiaran Jelang Pemilu 2024” yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Parapat, Simalangun, Sumatera Utara, Rabu (15/3/2023) malam.
Posisi TV dan radio sebagai media verifikator yang tepat dan bertanggungjawab ikut menentukan animo, peran dan pilihan masyarakat dalam Pemilu mendatang. Pemberitaan yang berlandaskan hal-hal yang sesuai dengan kode etik jurnalistik dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI akan mengarahkan pada Pemilu yang baik, terutama kepada pilihan masyarakat.
Menurut Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti, peran TV dan radio sangat penting dalam Pemilu mendatang, baik pada saat tahapan maupun setelahnya. Karenanya, KPI selalu menekankan TV dan radio harus proporsional pada pemberitaannya.
Dia juga meminta media tidak hanya menekankan soal kecepatan dalam memberitakan, tapi harus akurat dan melalui tahapan check dan re-check yang berulang. “Media massa harus menjadi verifikator atas informasi yang tersebar di media sosial. Jadi, kalau orang mau cari berita atau informasi fakta itu di TV dan radio. Sebab yang tidak hoax itu di TV dan radio. Makanya, TV dan radio harus bisa mengembalikan marwah itu. Utamakan check dan recheck,” katanya.
Berdasarkan data dari We Are Social per Januari 2023, menyebutkan bahwa 77 persen populasi Indonesia atau setara dengan 212,9 juta jiwa saat ini merupakan pengguna internet. Hal ini menandakan media sosial menjadi salah satu sumber informasi yang banyak digunakan masyarakat saat ini.
KPI, lanjut Mimah, memahami posisi media di tengah konvergensi media yang terjadi sekarang. Hal ini menjadi tantangan bagi media lembaga penyiaran maupun konvensional untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan bisa bersaing dengan eksistensi media sosial. Namun begitu tetap akurasi dan keberimbangan informasi harus di kedepankan.
“Penetrasi digital ini sangat berdampak bagi publik, sehingga pengguna pun bergeser. Pengguna TV menurun jadi 81 persen, tapi pengguna internet meningkat jadi 76,7 persen. Penonton TV berusia 50 tahun ke atas, sedangkan yang mengakses internet banyak generasi milenial dan Z,” tutur Mimah.
Sementara itu, pengamata media yang pernah menjadi Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo menilai, kehadiran dan kebermanfaatan media sosial justru hanya menjadi penguatan kampanye sejumlah parpol maupun peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih militan. Berbeda dengan pemilih rasional yang justru banyak mempertimbangkan sumber informasi melalui media massa atau konvensional. Artinya, pemilih rasional justru banyak menggali informasi lewat media terpercaya dan akurat.
“Pemilih rasional yang berpikir logis dan mungkin mereka menentukan pilihannya pada H-3 atau H-4. Tetapi pemilih fanatik mungkin hari ini sajasudah punya pilihan. Makanya, kampanye di medsos akan efektif untuk menguatkan citra calon,” jelas Agus.
Dia juga berpandangan sama terkait kesuksesan Pemilu 2024 terkait peran lembaga penyiaran terutama sebagai barometer informasi bagi masyarakat, karena kontrol pemberitaan lebih faktual ketimbang media sosial. Karenanya, TV dan radio dituntut menjaga independensi dan netralitas dalam menyajikan berita serta tidak memengaruhi prefensi pada hari pemungutan suara di Pemilu mendatang.
Anggota KPI Pusat terpilih untuk masa jabatan 2023-2026, Evri Rizqi Monarshi, mengatakan keberimbangan lembaga penyiaran dalam menyajikan konten siaran Pemilu 2024 juga sama pentingnya.
“Mau bagaimanapun rujukan akan lebih banyak pada media mainstream. Jadi, masyarakat masih menentukan pilihan pada media mainstream. Tentunya wartawan harus bisa menghadirkan akses berita yang seimbang dan objektif, sehingga bisa melakukan pengawasan Pemilu serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas,” jelas Evri.
Dia juga mengingatkan validitas informasi tidak hanya untuk program-program berita, namun juga program lainnya seperti infotainmen, talkshow ataupun reality show. Pernyataan host dan konten harus terawasi dengan baik.***/Foto: AR