Jakarta – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menyambangi kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Kamis (24/11/2022). Kunjungan ini dimanfaatkan sejumlah Anggota DPRD untuk menanyakan berbagai hal terkait dinamika penyiaran dimulai dari proses migrasi siaran TV digital  hingga konten lokal. Hadir menerima kunjungan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dan Sekretaris KPi Pusat, Umri.

Seperti yang disampaikan Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sumsel, Antoni Yuzar. Dia mengeluhkan terkait informasi kebijakan ASO yang dinilainya masih bermasalah di Sumsel. Menurutnya, penerapan ASO semestinya dilakukan secara menyeluruh tidak hanya dilakukan di 3 kabupaten seperti di wilayahnya. “Kami juga sempat melakukan sosialisasi ASO,” katanya. 

Anggota DPRD lainnya, H.A Syarnubi, menilai penyiaran sekarang sudah makin berkembang dengan hadirnya media baru. Namun begitu, dirinya memastikan keberadaan media penyiaran di bawah naungan UU Penyiaran tetap penting dan dibutuhkan. “Tanpa media ini kita akan menjadi gelap dan jangan sampai kita tersesat di tempat yang terang,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Hj Sumiyati, menanyakan fungsi pengawasan KPI dalam mengawasi siaran TV khususnya sinetron. Menurutnya, isi sinetron didominasi cerita perselingkuhan hingga KDRT. 

“Seolah-olah mendidik hal tersebut. Jika dahulu di TVRI banyak hiburan yang mendidik tapi sekarang isi hiburan di TVRI kurang menarik sehingga kalah dengan swasta. Sayangnya, TV swasta terkadang vulgar kekerasannya dan lainnya. Lalu, siaran  budaya justru tayang di tengah malam. Siapa yang mau nonton. Bagaimana peran KPI dan KPID?” tanya Sumiyati.

Menjawab pertanyaan serta aduan tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyatakan jika pihaknya tetap konsisten melakukan pengawasan siaran tanpa henti. Bila ditemukan ada pelanggaran terhadap aturan penyiaran, KPI akan melakukan Tindakan tegas dengan memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.

“Kalau ada pelanggaran di lembaga penyiaran pasti kita tindaklanjuti. Terkait berita bohong atau menyesatkan atau upaya membuka aib seseorang akan kami sanksi sesuai jenjang. Misalnya brownis yang membuka aib lalu kami hentikan karena sudah melewati jenjang sanksi bahkan ada sampai penghentian,” jelas Mulyo Hadi.

Menurut Mulyo, sanksi penghentian yang dilayangkan KPI termasuk efektif lantaran membuat lembaga penyiaran merugi secara ekonomi. “Bagi televisi sudah ada pelanggan iklan dan harganya sampai miliaran. Semua program memiliki nilai rupiah oleh sebab itu mereka tidak mau kena sanksi,” katanya. 

Terkait ASO, Mulyo menjelaskan jika Indonesia termasuk yang tertinggal melakukan proses tersebut. Migrasi siaran ini sangat penting dan membuka peluang yang lebih menguntungkan. “Frekuensi yang akan ditinggalkan saat ini ini adalah frekuensi “emas” yang bisa digunakan untuk 5G,” paparnya. 

Keuntungan lain dari siaran digital, lanjut Mulyo, masyarakat akan mendapatkan ragam program siaran termasuk konten untuk anak. “Kami optimis ke depan akan semakin banyak konten anak,” katanya. 

Soal konten lokal, Mulyo mengatakan, masih jadi persoalan di setiap daerah. Tapi, KPI selalu mengingatkan bahwa konten lokal itu kewenangan KPID. “Jadi kalau bisa sewaktu-waktu KPID rapat dengan lembaga penyiaran dihadapan DPRD. Saya rasa KPID secara tegas akan mengatakan pelaksanaan konten lokal belum maksimal,” tuturnya. 

Dalam kesempatan itu, Mulyo berharap  DPRD Sumsel terus mendukung dan membantu KPID Sumsel dari semua lini khususnya penganggaran. Bantuan ini untuk meningkatkan fungsi pengawasan siaran di wilayah Sumsel. “Pengawasannya sepertinya butuh anggaran karena alat pengawasannya sudah lama. Dulu itu alatnya bagus sehingga kami dulu belajar ke sana. Kalau sekarang kualitasnya kurang. Saya berharap disuport anggarannya,” tandasnya. ***

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.