Bengkulu - Literasi merupakan salah satu pilar penting dalam pelaksanaan digitalisasi penyiaran, untuk memberikan penguatan kepada masyarakat tentang konten siaran siaran yang layak ditonton saat berlimpahnya saluran televisi lewat digitalisasi. Tentu saja, selain literasi yang perlu gencar dilakukan adalah sosialisasi penyiaran digital ke tengah masyarakat, baik itu oleh pemerintah pusat dan provinsi, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau pun lembaga penyiaran itu sendiri. Yang paling penting, dalam realisasi penyiaran digital adalah masyarakat memahami betul yang harus dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan informasinya masing-masing. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan Literasi Media dengan tema Milenial Bicang Tentang Siaran Berkualitas, yang diselenggarakan KPID Bengkulu, di kota Bengkulu, (8/6). 

Bicara soal literasi, diungkapkan oleh Nuning bahwa potensi merebaknya saluran televisi saat penyiaran digital sangat besar. Di Bengkulu sendiri, ujarnya, sudah ada tiga penyelenggara multiplekser yakni TVRI, Indosiar dan RCTI. Dari tiga multiplekser ini berpotensi menyediakan tiga puluh saluran televisi dengan Standar Definition, jika menggunakan teknologi High Definition jumlahnya bisa berkurang. 

“Kalau tidak ada edukasi kepada masyarakat bagaimana memilih saluran atau pun program siaran yang baik, tentu akan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat,” ujarnya. Karenanya KPI berkepentingan untuk terus meliterasi publik, termasuk juga meningkatkan kapasitas literasi masyarakat, agar banyaknya saluran televisi saat siaran digital nanti dapat dirasakan betul manfaatnya. 

Dalam kesempatan tersebut Nuning menjelaskan pula mekanisme kerja KPI dalam melakukan pengawasan konten siaran. “KPI menonton dalam rangka mengawasi, berbarengan dengan waktu masyarakat menonton sebuah program siaran,” ujarnya. Jika setelah menonton dirasa ada potensi pelanggaran regulasi, masyarakat dapat dengan cepat mengekspresikan pendapatnya melalui media sosial, KPI justru melakukan verifikasi lebih jauh untuk kemudian dikaji kesesuaiannya dengan regulasi yang ada. Kalau memang ada pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), maka dilakukan penilaian terhadap sanksi yang dijatuhkan. 

Berdasar pada Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, sanksi yang dapat dijatuhkan oleh KPI berupa teguran tertulis, penghentian sementara dan pengurangan durasi. KPI juga memungkinkan memberi rekomendasi untuk pencabutan izin, namun eksekusinya melalui pengadilan. Kepada peserta Literasi yang merupakan mahasiswa di perguruan tinggi yang ada di kota Bengkulu, Nuning juga menjelaskan beberapa pelanggaran yang memungkinkan untuk dijatuhkan sanksi penghentian sementara. P3 & SPS KPI memang memberikan perlindungan yang besar atas kepentingan anak dan remaja, karenanya pelanggaran untuk muatan eksploitasi seksual dan muatan kekerasan yang ekstrem berkonsekuensi langsung pada sanksi penghentian sementara.

Dengan mekanisme yang sudah ditetapkan oleh undang-undang, Nuning menjelaskan, KPI harus memastikan setiap langkah yang ditempuh memiliki pijakan regulasi yang kuat. Hal ini juga berkaitan dengan amanat undang-undang yang menugaskan KPI untuk menjaga dinamika industri penyiaran yang sehat. 

Pengawasan konten siaran ini, dilakukan KPI selama 24 jam setiap harinya. Nuning memastikan sanksi yang dijatuhkan KPI terhadap program siaran yang bermasalah bukan hanya didasari atas viral atau tidaknya kasus tersebut di tengah publik. “Selama ini KPI selalu melakukan publikasi atas setiap sanksi yang dijatuhkan melalui website resmi lembaga,” ujarnya. Jadi, tidak benar asumsi yang mengatakan lembaga ini hanya bekerja kalau ada aduan publik yang viral. “Karena faktanya, ada jauh lebih banyak sanksi yang dijatuhkan KPI tanpa harus menunggu viral di media sosial,” tegas Nuning.  

Dalam literasi ini turut hadir sebagai pembicara anggota Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Usin Abidsyah Sembiring, perwakilan Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Bengkulu Indra Venny, serta moderator dari KPID Bengkulu Dyah Noor Intan. 

Digitalisasi penyiaran yang menurut Undang-Undang Cipta Kerja akan dimulai pada 2 November 2022 mendatang, tentu menjadi tantangan besar bagai seluruh pemangku kepentingan penyiaran di Indonesia. KPI sendiri merasa berkepentingan untuk memastikan masyarakat memiliki kecerdasan dalam memilah dan memilih media. Termasuk juga memberikan pemahaman tentang eksistensi KPI yang tetap melakukan pengawasan konten siaran, untuk  menjamin siaran yang diterima masyarakat selaras dengan tujuan diselenggarakannya penyiaran sebagaimana yang disebutkan oleh undang-undang. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.