Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai pelaksanaan sistem siaran digital akan lebih efektif jika dibarengi sebuah riset atau survey tentang minat, kepentingan dan kenyamanan (MKK) publik. Riset ini untuk mengetahui seperti apa siaran atau tontonan yang diinginkan publik. Kajian ini akan membuka pandangan tentang peluang usaha dan seperti apa lembaga penyiaran membuat genre siaran yang selaras dengan keinginan masyarakat.
Penilaian tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, di sela-sela acara webinar bertajuk “Indonesia Goes to Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan KPID Provinsi Maluku, Selasa (29/9/2020).
Dia menjelaskan, analog switch off (ASO) atau peralihan sistem siaran analog ke digital dapat membuka peluang munculnya puluhan stasiun televisi baru. Ini karena penggunaan kanal frekuensi dalam sistem baru ini menjadi lebih efektif. Artinya dalam satu kanal dapat diisi 8 hingga 16 slot siaran HD (High Devinition), sedangkan sistem analog dalam satu kanal frekuensi hanya bisa dimanfaatkan satu siaran.
“Tapi apakah dengan banyak bermunculan televisi ini akan membuat konten menjadi beragam. Lalu bagaimana posisi publik dengan keragaman ini. Apakah mereka nyaman dengan banyaknya siaran televisi. Terkait ini, KPI sudah merancang riset ini,” tegas Reza.
Rencananya, riset MKK yang diinisiasi KPI digulirkan tahun depan. Riset ini nantinya akan memotret daerah dengan membagi menjadi dua yakni daerah ekonomi maju dan sebaliknya. Hasil dari riset ini sangat berhubungan dengan konsep pendirian lembaga penyiaran di wilayah bersangkutan.
“Seperti apa masyarakat membutuhkan lembaga penyiaura di daerahnya. KPI akan memotret dan menyiapkan data tersebut. Sehingga penyelenggaran siaran digtal di daerah sesuai dengan minat, kenyamanan dan kepentingan publik,” jelas Echa, panggilan akrab Komisioner KPI Pusat bidang PS2P (Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran).
Dalam kesempatan itu, Reza menilai sistem digital akan membuat siaran menjadi lebih efisien dan dapat menjangkau daerah tak terjangkau siaran atau blankspot. Pemancar analog membutuhkan power besar, sedangkan digital tidak namun begitu dapat menjangkau lebih luas.
“Banyak daearah yang belum terjangkau siaran. Semakin lama sistem digital ini diterapkan akan makin banyak daerah-daerah blankspot di tanah air. Dan ini membuat luberan siaran asing di perbatasan makin melimpah karena negara-negera tetangga sudah melakukan sistem digital ini lebih dahulu dari kita,” tandasnya.
Staf Ahli Menteri Kominfo, Henry Subiakto, mengatakan peralihan dari analog ke digital sangat penting karena terkait penataan ulang frekuensi di tanah air. Penataan ini membuat penggunaan frekuensi jadi lebih efisien sehingga dapat dimanfaatkan untuk banyak kepentingan di bidang komunikasi dan internet.
“Kenapa ini penting, karena perkembangan ini menjadi keniscayaan. Presiden sudah meminta transformai digital dengan menyiapkan seluruh infrastruktur digital termasuk internet. Sayangnya, ini tidak diimbangi dengan frekuensi yang sudah terlanjut dipakai TV analog. Maka hal ini harus diefisiensikan,” kata Henry saat membuka webinar.
Dia mengatakan bahwa Indonesia telah lewat untuk ASO. Di negara ASEAN hampir semuanya sudah migrasi ke digital. Bahkan, Thailand yang belajar dengan kita sudah melakukannya. “Ini penting supaya teknologi yang dikembangan bisa maksimal dan internet bisa dimaksimankan oleh rakyat. Rakyat dapat menikmati layanan broadband yang lebih besar dan baru,” tandas Henry.
Dalam webinar itu turut hadir sejumlah narasumber yakni Ketua KPID Maluku, Mutiara Dara, Akademisi dari Universitas Gunadarma, Budi Hermana. Jalannya webinar di pandu Komisioner KPID Maluku, Muhammad Asrul Pattimahu. ***