Jakarta -- Media dalam hal ini televisi maupun radio memiliki pengaruh dan peran besar terhadap tumbuh kembang anak. Karenanya, tanggungjawab menghadirkan tayangan yang ramah dan layak anak menjadi sebuah keharusan dan juga tantangan semua pihak. Apalagi kebutuhan informasi dan hiburan adalah hak semua orang, tidak hanya dewasa tapi juga anak-anak.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) secara daring yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyoal program siaran ramah anak di lembaga penyiaran, Kamis (27/8/2020).
Di awal diskusi menyambut Anugerah Penyiaran Ramah Anak (APRA) 2020 pada Sabtu (29/8/2020) ini, disampaikan sejumlah masalah seperti sedikitnya kuota tayangan anak di TV, isi siaran yang tidak begitu ramah anak sekaligus minim edukasi dan value.
Persoalan itu disampaikan fasilitator anak yang tergabung dalam Forum Anak Nasional, Siti Komariah. Menurut Siti, siaran TV sekarang lebih banyak untuk orang dewasa ketimbang untuk anak. Kebanyakan dari tayangan itu cenderung tidak mengedukasi. Padahal, di masa pandemi sekarang ini, waktu anak menonton TV jadi lebih lama dari sebelumnya.
“Waktu kami saat ini habis untuk di rumah dan nonton TV. Kami hanya berharap ada hiburan yang baik untuk kami. Terutama di jam prime time, tayangan yang tampil memang menghibur tapi kurang cukup mengedukasi kami. Penikmat TV tidak hanya orang dewasa tapi juga kami, anak anak. Tayangan yang menghibur tentu bisa diterima orang dewasa tapi belum tentu oleh kami,” ujar Siti seraya berharap adanya evaluasi siaran TV agar selaras dengan keinginan anak.
Permintaan yang disampaikan Siti ini cukup beralasan dan wajar karena kebutuhan informasi dan hiburan yang layak untuk mereka adalah hak dasar yang diharus dipenuhi sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak.
Deputi Menteri PPPA bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin, mengatakan tanggungjawab melindungi anak dalam siaran merupakan salah satu tugas dari empat pilar yang dalam UU Perlindungan anak yang salah satunya adalah media. “UU ini menjadikan media sebagai salah satu pilar perlindungan anak. Jadi mereka harus pro aktif melindungi anak,” katanya saat membuka diskusi tersebut.
Menurut Lenny, posisi anak diantara kelompok lain dikategorikan paling rentan di muka bumi. Anak dianggap sebagai peniru ulung. Apa yang dilakukan orang dewasa akan mudah direka ulang oleh mereka. “Jadi jangan pernah menyalahkan mereka karena yang salah itu orang dewasa. Karena itu mereka harus dilindungi,” tambahnya.
Bagaimana peran media agar ramah terhadap anak, Lenny menyatakan lembaga penyiaran harus memberikan konten dan isi yang baik dan sesuai untuk mereka. Tidak boleh ada lagi isi tayangan yang mengandung kekerasan, pornografi, bullying dan hal buruk lainnya. “Sisi negatif siaran harus kita buang jauh-jauh dari siaran. Mari buat siaran yang betul-betul mengarah yang positif. Mari berikan yang terbaik untuk 80 juta anak kita,” ujar Lenny dalam diskusi yang dipandu Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo.
Sikap yang sama juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti. UU Penyiaran, kata Santi, tegas memberikan perlindungan anak dan remaja dalam isi siaran. Menurutnya, amanat ini menjadi dasar bagi lembaga penyiaran membuat konten yang memang layak dan pantas untuk mereka. “Ini juga menjadi dasar KPI melakukan pengawasan isi siaran,” jelasnya.
Berdasarkan catatan KPI, kata Santi, pihaknya masih banyak menemukan konten berbau mistik, horor dan supranatural. Terkadang, tayangan berbau klenik ini diselipkan dalam program siaran yang ditayangkan pada saat yang tidak tepat. “Soal pornografi secara kumulatif sudah berkurang. Ada upaya dari lembaga penyiaran untuk melindungi anak-anak terkait soal ini. Walaupun ada satu dua yang terpeleset,” tuturnya.
Siaran baik geser perilaku tontonan
Pemerhati Anak, Awam Prakoso, menganggap keberadaan tayangan khusus untuk anak yang layak dan baik sangat penting di tengah banyaknya tayangan yang tidak layak untuk mereka. Meskipun sudah ada pedoman penyiaran, tetap tetap saja siaran didominiasi oleh hal yang bukan peruntukan anak yang kemudian disaksikan mereka.
“Boleh buat program bukan untuk anak, tapi yang masalahnya itu kontennya apakah sudah mengacu pada P3SPS. Tayangan atau berita itu ibarat makanan, tidak hanya mengenyangkan tapi juga menyehatkan. Tayangan itu memiliki kekuatan pesan, punya value dan nilai yang baik dan kuat. Ayo kembali menyemarakkan program-program anak,” kata Awam penuh semangat.
Menurut Awam, pemirsa TV dan radio, menikmati apa saja yang disajikan. Jika kita banyak menyajikan siaran yang baik, hal ini akan menggeser pola masyarakat untuk menonton siaran baik tersebut. “Mari kita jangan takut untuk berbuat seperti itu. Dengan demikian kita punya keberanian untuk membangkitkan program-program yang layak anak,” ujarnya.
Stimulus dari pemerintah
Harapan agar lembaga penyiaran dapat mengakomodasi peningkatan kuota tayangan anak harus juga melihat kondisi yang ada saat ini. Pandemi Covid-19 yang sedang melanda mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi di sejumlah sektor termasuk juga penyiaran. Hal ini menyebabkan sejumlah lembaga penyiaran menahan diri membuat berbagai program termasuk untuk anak.
“Situasi pandemi ini membuat tayangan anak makin menurun dan banyak siaran re-run,” kata Mimah Susanti.
Namun berdasarkan cerita dari lembaga penyiaran, membuat tayangan anak memerlukan kocek yang tidak sedikit. Apalagi dalam kondisi sekarang, pemasukan dari iklan tidak banyak karena pandemi. Di saat seperti ini, pemerintah harus turun membantu lembaga penyiaran.
“Berdasarkan pengalaman saya, harus ada kebijakan pemerintah untuk mensuport pembuatan program ini. Karena membuat program itu besar sekali biayanya. Apalagi pada saat ini yang iklan juga sedikit masuknya. Suport secara dana. Apa ada budget untuk ini,” kata Hetty Purba.
Perihal stimulus bagi lembaga penyairan mendapat dukungan dari Mantan Ketua Dewan Pers, Yosef Adi Prasetyo atau Stanley. Menurutnya, harus ada action dari pemerintah untuk memberikan sponsorship meskipun agak susah. “Saya usul ada BUMN bisa lakukan itu. Ini perlu kebijakan bersama,” kata Stanley.
Lepas dari keinginan dan harapan itu, satu hal yang menjadi benang merah dari diskusi kelompok terpumpun ini adalah adanya satu niat dan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu konten siaran khususnya untuk tayangan anak. Ini demi lahirnya generasi-generasi bangsa yang baik, cerdas dan berkarakter. ***