Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Jenderal (Purn) Wiranto.
Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Jenderal (Purn) Wiranto, meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjadi garda terdepan menjaga opini masyarakat untuk mencintai kedamaian dan persatuan. Hal itu disampaikannya sebelum membuka Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2018 di Grand Mercure, Jakarta Pusat, Senin (26/11/2018).
Wiranto menegaskan, untuk mewujudkan hal itu KPI harus mendorong lembaga penyiaran terutama televisi agar menyampaikan informasi yang memberi rasa aman dan menyejukan bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
“Mudah-mudahan ke depan KPI dapat memberi kontribusi yang banyak untuk merawat persatuan dan kesatuan bangsa dan juga memilihara opni publik agar baik,” pintanya.
Wiranto menilai nilai persatuan dan kesatuan bangsa itu sangat mahal. Nilai ini sangat strategis dan apabila ada yang ingin memecahbelahnya, hal itu merupakan suatu yang merugi. “Jika persatuan dan kesatuan terjaga, stabilitas politik, keamanan dan ekonomi jadi ikut terjaga. Dan, siapa yang bisa menjaga itu, salah satunya ya lembaga penyiaran seperti televisi,” tuturnya.
Hingga saat ini, televisi masih dianggap dapat melakukan brainwash dan membangun opini di masyarakat. “Lembaga penyiaran khususnya televisi punya peran strategis karena daya pengaruhnya yang besar dalam membentuk opini dan mengubah cara pandang publik. Sampai saat ini, televisi masih menjadi media yang paling digemari masyarakat dibanding dengan media lain. Masyarakat kita ini masih tradisional dan senang dengan melihat visual ketimbang membaca,” kata Wiranto.
Kondisi Indonesia saat ini tidak bisa dikatakan landai-landai saja alias aman. Ancaman yang paling dikhawatirkan Wiranto justru bukan datang dari ancaman militer, tapi yang lebih multidimensional seperti kejahatan cyber, hate speech, hoax dan lainnya.
“Peran strategis dari lembaga penyiaran dengan bekerjasama dengan pemerintah untuk menjaga opini publik agar sehat dapat merawat persatuan itu. Persatuan kesatuan menjadi kunci utama pembangunan kita. Jika kita tidak bersatu, dunia politik akan kacau dan keamanan pun juga kacau,” ujar Wiranto.
Dalam kesempatan itu, Wiranto menyinggung soal berlarut-larutnya revisi UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Menurutnya, penetapan UU Penyiaran baru harus segera dilakukan karena dunia mengalami perubahan sangat cepat.
“Ketika masyarakat dan lingkungan berubah, Undang-undang harus direvisi karena ada perubahan tersebut. Kalau tidak pakai Perpu saja. Tak kala kita sudah beralih ke digital, siaran konvensional sudah ditinggalkan. KPI masih ngurus yang lama, yang baru tidak tertangani. Ini kan sedih. Kita khawatirnya hal itu menjadi lahan yang subur untuk berbuat kejahatan untuk merusak bangsa karena tidak ada aturan yang mengatur,” tegas Wiranto.
Sementara itu, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam sambutannya mengatakan, adanya tumpang tindih antara UU Penyiaran dan UU Pemerintah Daerah membuat kesulitan KPID di daerah. Menurutnya, persoalan ini harus segera dicarikan solusinya dengan perubahan UU Penyiaran yang baru. “Saat ini kami sedang disorot soal pengawasan penyiaran kampanye Pemilu 2019. Kita sadar lembaga ini banyak celah untuk jadi lemah. Tapi bersama dengan gugus tugas hal ini dapat kami laksanakan dengan baik,” katanya.
Berkaitan dengan tugas KPI menghadapi even Pemilu 2019, Anggota Komisi I DPR RI, Andreas Hugo Paraera menyatakan, KPI harus menjadi penyeimbang terutama soal keberimbangan, netralitas dan keadilan media penyiaran.
“Bersama dengan KPU, Bawaslu dan Dewan Pers, kita berharap mereka mewakili kepentingan publik untuk jaga netralitas dan independensi tersebut. Kita ini jadi pemain, mereka yang jaga netralitas. Ini ujian kita untuk menjaga keseimbangan. Cek and balancing, untuk menjaga aturan yang kita buat. Kita serahkan kepada KPI untuk mewujudkan Pemilu yang damai dan aman jadi kenyataan,” kata Andreas.
Menurut Andreas, adanya gugus tugas antara KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers sangat tepat untuk bersama sama mengawasi penyiaran Pemilu 2019. Pekerjaan tersebut harus dilakukan bersama-sama, tidak bisa sendiri. “Kita harus jaga aturan main dan konsisten agar Pemilu yang akan berlangsung nanti berjalan dengan damai dan adil dapat tercapai,” paparnya. ***