Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berfoto bersana dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Bali, Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedhakarna Suyasa III dengan pihak SCTV usai media di Kantor KPI Pusat.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan mediasi antara anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Bali, Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedhakarna Suyasa III dengan pihak SCTV. Dalam mediasi yang dipimpin oleh Koordinator bidang pengawasan isi siaran KPI Pusat, Hardly Stefano ini, Arya menyampaikan adanya protes dan keberatan dari masyarakat Hindu Bali atas munculnya simbol-simbol agama Hindu yang tidak sesuai ketentuan, pada program siaran Grand Master Asia di SCTV.
Arya menjelaskan bahwasanya tari kecak masuk dalam kategori tarian sakral, mengingat filosofi tarian tersebut diambil dari kitab suci Ramayana. Konsekuensi dari hal tersebut, maka untuk menampilkan tari kecak, ada pakem-pakem yang harus ditaati, termasuk dilakukannya ritual-ritual tertentu sesuai dengan ajaran agama Hindu. Visualisasi tari kecak pada program Grand Master Asia yang tayang pada 22 April 2018 ini, menurut Arya, menyalahi ketentuan tersebut. Pelanggaran ini, menurutnya, mengundang protes tidak saja dari masyarakat Hindu di Bali, namun juga oleh organisasi agama Hindu dunia. “Kami melihat adanya lack of knowledge dalam pemilihan tema tarian ini”, ujar Arya.
Hal lain yang juga menjadi catatan pada program tersebut adalah penggunaan Topeng Rangda yang juga dianggap tidak sesuai ketentuan. Menurutnya, dengan adanya kasus seperti ini, pihaknya akan menerbitkan pedoman penggunaan simbol-simbol budaya Bali dan agama Hindu.
Menanggapi keberatan dari Arya yang merupakan anggota Komite III DPD RI ini, pihak SCTV menyampaikan permohonan maaf atas tayangan yang dianggap melanggar keyakinan masyarakat Hindu di Bali. David Suharto, Deputi Direktur Program SCTV menyatakan bahwa pada prinsipnya tidak ada unsur kesengajaan untuk melecehkan simbol agama dan budaya Hindu. David menyampaikan bahwa salah satu tujuan diselenggarakannya program Grand Master Asia ini adalah untuk mengangkat kultur lokal. Namun demikian, David menyambut baik hadirnya pedoman penggunaan symbol budaya dan agama seperti yang disampaikan Arya Wedhakarna tersebut. “Tentunya hal ini akan lebih memudahkan pihak kami, dalam menjaga tayangan-tayangan yang terkait budaya Bali, tetap sesuai dengan ketentuan”, ujarnya.
Arya sendiri mengapresiasi penayangan konten lokal berupa Puja Trisandhya yang hadir di televisi berjaringan di Bali. Selain itu, Arya juga menghargai kepatuhan lembaga penyiaran dalam menghentikan siarannya selama pelaksanaan Nyepi di Bali. “Semoga ke depan, pihak SCTV tetap bersedia memproduksi tayangan-tayangan yang mempromosikan budaya Bali”, pungkas Arya.