Narasumber acara FGD Anugerah Penyiaran Anak mendengarkan masukan dari peserta. FGD berlangsung di Kantor KPI Pusat, Rabu (24/5/2018).
Jakarta -- Sepanjang tahun 2017, jumlah sanksi terkait pelanggaran lembaga penyiaran terhadap pasal perlindungan anak dan remaja mengalami penurunan dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada 2017 Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan 50 sanksi untuk lembaga penyiaran, sedangkan pada 2016 mencapai 88 sanksi terkait pelanggaran pada pasal tersebut.
Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengatakan, penurunan jumlah sanksi yang signifikan terhadap pelanggaran pasal perlindungan anak dan remaja ada di program jurnalistik. Di 2016, catatan KPI menunjukkan, program jurnalistik khususnya pemberitaan cukup banyak melakukan pelanggaran terhadap pasal ini hingga mencapai 16 sanksi. Pada 2017, hanya 4 sanksi yang dikeluarkan KPI Pusat.
“Dalam program itu. anak belum terlindungi identitasnya seperti dalam kasus kekerasan seksual atau kasus hukum lainnya. Anak-anak sering menjadi narasumber di luar kapasitas mereka untuk kasus-kasus musibah, perceraian atau perselingkuhan orangtuanya. Pada tahun 2017, hal-hal seperti itu sudah berkurang signifikan,” jelas Dewi di sela-sela acara FGD Anugerah Penyiaran Anak di Kantor KPI Pusat, Rabu (24/5/2018).
Selain itu, kata Dewi, penurunan pelanggaran juga terjadi pada kategori seksualitas dalam pengertian tipis seperti ciuman bibir. Namun, isu kekerasaan dalam tayangan masih menjadi fenomena dan menjadi pekerjaan rumah KPI. “Kami terus berupaya menekan tingkat pelanggaran di televisi melalui berbagai cara seperti pembinaan ke lembaga penyiaran. Kami pun terus menggiat program literasi media untuk masyarakat. Tapi ini juga menjadi tanggungjawab sosial lembaga penyiaran selain hanya bicara soal rating dan profit,” papar Dewi yang pernah tergabung dalam organisasi non profit yang konsen pada isi perempuan.
Ketua Yayasan Pengembangan Media Anak, Bobby Guntarto mengatakan, seiring menurunnya sanksi KPI pada lembaga penyiaran terkait pelanggaran pasal perlindungan anak dan remaja, jumlah acara dengan kategori “Aman” untuk anak-anak ikut meningkat.
Hasil kajian dari YPMA yang dirilis Guntarto pada acara FGD di KPI Pusat menunjukkan, presentase peningkatan program acara berkategori “Aman” dikonsumsi anak pada Mei 2018 mencapai 60%. Angka tersebut jauh bila dibandingkan dengan kondisi pada Mei 2014 yang hanya 39%, tidak jauh berbeda dengan data YPMA pada Mei 2009 yakni sebesar 31%.
“Perlu kerja keras agar semakin banyak acara anak yang tidak hanya aman, tapi juga berkualitas dan menarik bagi anak-anak. Hal ini dapat dilakukan dengan sinergi berbagai pihak, termasuk kemungkinan membuat program-program acara untuk disodorkan kepada stasiun TV sebagai program alternative atau percontohan dengan menggandeng CSR,” jelas Bobby.
Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Margaret Aliyatul menyatakan, media televisi memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Pengaruh ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana perlindungan anak dan juga pengembangnya.
Meski demikian, peran orangtua tetap penting untuk mendampingi anak-anak saat menonton televisi. “Karena tidak semua tayangan televisi aman, meskipun itu adalah film kartun atau acara dengan klasifikasi anak. Dengan pendampingan orangtua, anak akan paham konteks dari tayangan yang ditontonnya. Misalnya saat ini banyak berita tentang terorisme, maka anak harus mendapat pemahaman yang benar sesuai dengan perkembangan psikologisnya,” jelasnya.
Margaret mengusulkan adanya program acara yang menjadi ikon anak Indonesia, menggambarkan ke Indonesiaan tapi juga bervalue dan digarap dengan menarik, seeprti program acara Upin Ipin dari Malaysia.
Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono menambahkan, selain program acara anak berkualitas yang penting dilakukan yakni menghadirkan perspektif kepentingan anak dalam seluruh tayangan televisi. “Sehingga apapun acaranya, harus selalu mempertimbangan bahwa kemungkinan program tersebut ditonton oleh anak-anak,” katanya.
Forum diskusi berkaitan pelaksanaan kegiatan Anugerah Penyiaran Ramah Anak menyimpulkan bahwa program tidak hanya dituntut untuk tidak melanggar P3SPS KPI, tapi juga harus ada nilai-nilai dan pesan yang bagus dengan kemasan yang menarik, meski hal itu butuh waktu. “Visi KPI ke depan adalah semakin sedikit sanksi, yang artinya tayangan televisi semakin bagus. Semakin banyak produk anak yang dibuat oleh sumber daya lokal sebagai cermin Indonesia yang kaya budaya,” papar Dewi. ***