Jakarta – Desakan agar rancangan Revisi Undang Undang Penyiaran (RUU) disahkan terus digaungkan. Tak hanya kelompok masyarakat, akademisi maupun industri, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun ikut mendorong agar UU Penyiaran baru segera ditetapkan. Hal ini demi kepastian hukum di bidang penyiaran dan khususnya keberlangsungan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID).
Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan, penetapan UU Penyiaran baru akan menyelesaikan sejumlah masalah termasuk persoalan anggaran dan posisi KPID. Menurutnya, posisi KPID saat ini tidak sesuai harapan karena terbentur aturan baru dalam UU No.23 tahun 2014 dan Permendagri No.23 tahun 2016.
Di beberapa daerah, keberadaan KPID dianggap kurang menguntungkan karena tidak memberikan pemasukan terhadap pendapatan daerah. Padahal, posisi KPID sangat strategis terutama dalam menjaga moral bangsa, pengawasan konten lokal dan perizinan penyiaran.
“Faktor ini menyebabkan sejumlah pemerintah daerah kurang serius mengurus KPID. Padahal pajak yang dikenal menurut Kemenkominfo yakni ISR serta IPP dan itupun masuk ke kas Negara,” kata Agung pada saat diskusi dengan jajaran Redaksi Majalah Gatra di Kantor Majalah Gatra, di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (28/11/2017).
Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah menambahkan, kondisi KPID sekarang sangat bergantung dari dana hibah pemerintah daerah setempat. Ironisnya, penggunaan dana hibah menimbulkan kekhawatiran di berbagai daerah karena takut mendapat masalah. “Sebelum UU No.23 yang menilai urusan penyiaran bukan urusan daerah ditetapkan, KPID masih banyak yang sehat. Sekarang sejak penggunaan dana hibah jadi banyak yang sakit,” jelasnya.
Selain itu, penggunaan dana hibah menimbulkan multitafsir yakni soal jangka waktu penggunaannya. “Ada yang bilang hanya satu tahun, tapi ada yang bilang dua tahun. Ini membingungkan dan berimplikasi terhadap kinerja KPID dalam melayani masyarakat. Proses perizinan beralih KPI Pusat dan kegiatan kami sangat dibatasi anggaran,” ujar Ubaidillah.
Belum lagi proses pemantauan lembaga penyiaran daerah atau TV lokal yang terhenti karena tidak adanya biaya. “Padahal, bukti tayang dari pemantauan sangat penting sebagai barang bukti jika terjadi pelanggaran, apalagi tahun depan akan berlangsungnya Pemilukada, peran KPID sebagai pengawas isi siaran sangat dibutuhkan,” kata Ubaidillah di depan Pemimpin Redaksi Majalah Gatra, Carry Nadeak.
Pertemuan KPI dan jajaran Redaksi Gatra yang berlangsung hangat dari pagi hingga tengah hari itu juga membahas peluang dan perkembangan media mainstream di tengah perubahan teknologi media saat ini. ***