Jakarta - Polemik atas dibolehkannya iklan rokok dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terus mengemuka. Namun, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hardly Stefano optimistis peniadaan iklan rokok dari ranah penyiaran bisa diwujudkan. Dia berkaca dari regulasi yang diterapkan kepada produk minuman beralkohol. "Minuman alkohol tetap dijual, tapi tidak diiklankan," ujar Hardly kepada HARIAN NASIONAL, (17/10).
Dia menjelaskan, KPI berkomitmen melindungi generasi muda dari informasi negatif. Salah satunya menyangkut informasi komersial dalam bentuk iklan rokok. Oleh karena itu, KPI juga mendorong kelompok masyarakat menyampaikan aspirasinya kepada DPR sebagai pembuat undang-undang.
Hardly mengatakan, langkah antisipasi juga dilakukan dengan tetap memberikan porsi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membuat iklan layanan masyarakat mengenai bahaya rokok. Menurut dia, penayangan akan dilakukan pada saat anak dan remaja belum tidur.
Sebelumnya, ujar Hardly, penayangan iklan layanan masyarakat bahaya rokok bersamaan dengan iklan rokok. Dia percaya perubahan ini mungkin belum memuaskan sejumlah pihak. "KPI akan menggunakan kebijakan pengaturan yang sudah ada selama ini. Kami juga memperhatikan masukan dari masyarakat," katanya.
Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes Eni Gustina mengatakan, penolakan iklan rokok sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Kemenkes sudah membuktikan rokok berbahaya. Sejumlah penelitian menunjukkan rokok dapat menyebabkan menurunnya kesehatan dan tingginya angka penyakit kanker," kata Eni. Dia menjelaskan, Kemenkes sudah berupaya mempromosikan bahayanya rokok lewat iklan layanan masyarakat. Namun, langkah ini dianggap kurang efektif. Upaya terkini, Eni berujar, Kemenkes turut berusaha mengedukasi anak-anak sejak tingkat PAUD dan TK. "Selain anggaran cukup besar, iklan kami tetap kalah dibandingkan iklan rokok yang banyak," katanya.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menilai, selain menyoal larangan iklan dalam ranah penyiaran, penjualan rokok seharusnya juga diatur. Menurut dia, sejumlah negara memberlakukan aturan pembeli wajib menunjukkan Kartu Tanda Penduduk. Rita berpendapat, penjualan rokok selama ini terbilang bebas. "Semua pihak harus bekerja sama untuk mengedukasi terkait penjualan rokok," katanya. (Harian Nasional)