Bandung – “Di sini Bandung, siaran Radio Republik Indonesia…” Tak pernah menyangka kalau kalimat yang sangat ikonik bagi Radio Republik Indonesia (RRI) itu pertama kali mengudara di tempat ini. Di kawasan yang dikenal sebagai salah satu pusat industri di Kota Bandung, kawasan Tegallega. Penuh dengan hilir mudik truk-truk berukuran besar yang mengantar pesanan paket ekspedisi.
Kalimat itu digaungkan pertama kali pada 17 Agustus 1945 oleh salah seorang pemuda radio Bandung sekaligus pimpinan siaran Radio Hoso Kyoku (cikal bakal RRI Bandung), R. A Darja. Tepat diucapkan sebelum pemuda radio lainnya, Sakti Alamsyah, membacakan teks proklamasi untuk disiarkan ke penjuru dunia.
“Inilah pertama kalinya istilah ‘Radio Republik Indonesia’ diperdengarkan menggantikan Radio Hoso Kyoku. Kemudian istilah itu menjadi semacam call sign yang sampai sekarang masih dipakai oleh RRI sebelum mengudara,” ujar Pegiat Komunitas Aleut, Irfan Teguh pada AyoBandung.
Seperti diceritakan sebelumnya, sejumlah pemuda Bandung pada 72 tahun silam berjuang untuk menyiarkan kabar kemerdekaan Indonesia melalui radio. Pergerakan ini dimulai sejak Mei 1945 dalam Kongres Pemuda Seluruh Jawa di Kota Bandung dengan agenda membahas upaya persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sederet rencana diputuskan, meski beberapa di antaranya tercatat gagal. Namun upaya terus berjalan hingga akhirnya teks proklamasi itu didapatkan dari Mohammad Adam – wartawan sekaligus kurir kepercayaan Adam Malik, pimpinan ANTARA kala itu. Dan Sakti Alamsyah didapuk sebagai penyiar pertama di Bandung yang membacakan teks proklamasi itu, di Studio Radio Hoso Kyoku, Bandung di Jalan Lapangan Tegallega Timur (atau sekarang Jalan Moch Toha Dalam II).
Kini, setelah 72 tahun momen heroik itu terjadi, studio itu kini telah menjelma sebuah gudang. Jauh dari bayangan sebelumnya.
Cukup mengejutkan memang, ketika salah satu lokasi bersejarah di Kota Bandung malah terlihat lengang dan minim aktivitas warga, bahkan di momentum hari kemerdekaan. Hanya terlihat truk-truk berukuran besar yang hilir mudik mengantarkan paket ekspedisi.
Jangan kaget, sebab studio Radio Hoso Kyoku itu kini telah beralih fungsi menjadi salah satu sudut industri Kota Bandung.
Seorang warga, Zaenab (74), malah menyebut bahwa lokasi studio Radio Hoso Kyoku ini juga beralih fungsi menjadi gudang tempat penyimpanan keju dari sebuah pabrik keju di Bandung. Sejak kepindahan dirinya pada tahun 1978 silam, mengaku pernah mendengar cerita soal perjuangan yang dilakukan para pemuda radio Bandung di kawasan yang ia tinggali. “Gudang itu (gudang penyimpanan keju) dulunya adalah stasiun radio Jepang,” ujarnya ketika dikunjungi AyoBandung.
Bahkan, menurut pengakuan Zaenab, gedung studio itu sempat berpindah-pindah tangan dari orang Belanda ke orang Cina hingga akhirnya dijadikan gudang keju. Wajar, jarak antara tahun 1945 dan 2017 bukanlah waktu yang sebentar. Alhasil, Zaenab pun mengaku tak bisa menghitung telah berapa kali mantan gedung eks-studio Radio Hoso Kyoku itu dipugar. “Gedung stasiun radionya sekarang sudah direnovasi, sudah banyak berubah. Bukan kaya gini dulu mah,” akunya.
Kendati demikian, meski gedung studio Radio Hoso Kyoku itu telah berganti wajah, penghargaan terhadap momen bersejarah di lokasi itu tetap eksis. Terbukti dengan adanya stilasi atau tugu berbentuk pilar pemancar radio sebagai petanda bahwa di sanalah Hoso Kyoku sempat berdiri dan mengudara.
Stilasi itu didirikan di salah satu pelataran Gereja Kristem Immanuel Jemaat Gloria, yang konon dulunya merupakan halaman depan kantor Radio Hoso Kyoku. Berdiri kokoh dengan ketinggian sekitar 25-30 meter. Ditambah dengan penempelan benda yang mirip seperti pemancar khas stasiun radio berwarna merah di bagian puncak tugu. Red dari AYOBANDUNG.COM