Jakarta – Pilihan pengelola televisi dalam mengusung format siaran berita, harus diimbangi dengan kedisiplinan yang ketat dalam mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal tersebut mengemuka dalam forum Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) PT Lativi Media Karya (TV One) di kantor KPI DKI Jakarta, (18/5).
Dengan dipimpin oleh Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho, EDP untuk TV One menghadirkan narasumber Gun Gun Haryanto dan Ray Rangkuti. Kepada TV One, Gun Gun mengingatkan momen pemilihan presiden tahun 2014 lalu. Dirinya mempertanyakan apakah TV One menjaga jarak dengan konlfik kepentingan yang mempunyai dimensi politik saat itu. Dalam pandangan Gun Gun, televisi mempunyai tanggung jawab public dalam menyajiikan informasi yang tepat dan akurat. Selain itu, Gun Gun mengingatkan pula atas beberapa pemberitaan di TV One yang kemudian mendapatkan sanksi dari KPI. Sedangkan terkait independensi di lembaga penyiaran ditanyakan oleh Ray Rangkuti. Dirinya mempertanyakan ada tidaknya intervensi dari kelompok tertentu kepada redaksi di TV One.
Selain masalah independensi, yang juga ditanyakan pada TV One adalah soal netralitas. Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, Danang Sangga Buwana menyampaikan persepsi masyarakat tentang TV One. Dari masukan yang diterima KPI, kritik masyarakat yang disampaikan kepada TV One adalah soal keberpihakan kepada partai politik serta pemanfaatan frekuensi oleh pemilik. Hal tersebut menurut Danang, seakan terkonfirmasi dengan liputan di TV One malam sebelumnya yang menyiarkan agenda Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Sedangkan Komisioner KPI DKI Jakarta Leanika Tanjung mengingatkan juga tentang independensi dalam KEJ, P3 & SPS, serta undang-undang penyiaran. Lea merasa perlu menekankan soal independensi ini karena melihat banyaknya kejanggalan terhadap hal tersebut di layar kaca. Selain itu Lea juga menegaskan bahwa media seharusnya memiliki keberpihakan. “Namun keberpihakannya adalah kepada kaum marginal dan terpinggirkan, bukan keberpihakan pada pemilik televisi,” tegasnya.
Hal lain yang juga jadi evaluasi untuk TV One adalah saat siaran atau reportase langsung. Lea berharap TV One menempatkan reporter yang sudah senior untuk melakukan reportase langsung. “Jangan menggunakan reporter baru untuk siaran live, karena berpotensi melakukan kesalahan dalam peliputan,” ujarnya.
Dari pihak TV One yang hadir pada EDP tersebut adalah Karni Ilyas dan Toto Suryanto yang juga didampingi jajaran direktur dan legal. Kepada forum EDP, Karni memaparkan kebijakan yang diambil oleh TV One ke depan, termasuk masalah pemberitaan partai politik. Toto juga menjelaskan alasan peliputan Munaslub Partai Golkar dengan durasi yang panjang yang berlangsung malam sebelumnya. Karni menegaskan bahwa TV One bukalah TV pemburu rating, melainkan mengejar image. “Kalau kami memburu rating, buat apa kami menjadi TV Berita,” tegasnya.
Hal lain yang juga menjadi bahan evaluasi adalah pemanfaatan Sumber Daya Manusia (SDM) local pada program local dalam Sistem Stasiun Jaringan. Selain itu, Ketua KPI DKI Jakarta Adil Quarta Anggoro juga menyampaikan penilaian pada program lain yang sempat tayang sebelum PT Lativi Media Karya mengubah format siaran menjadi TV berita.