Jakarta - Perkembangan teknologi dan informasi tidak hanya mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan, juga berdampak pada pola pikir dan misi penyebaran informasi itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi juga melahirkan perang wacana melalui berbagai medium media untuk tujuan-tujuan tertentu. Bahkan untuk tujuan dan aksi radikalisme sudah terang-terangan melalui teknologi informasi itu sendiri.

Media memiliki peran strategis dalam menentukan kemenangan perebutan wacana atau informasi. Selain memiliki kedekatan dengan publik, juga sebagai jembatan informasi terbuka akan sebuah kejadian atau peristiwa, serta pengawasan sistem pemerintahan. Kini media tidak hanya menjadi monopoli pemerintah, kemajuan teknologi ini juga menjadikan media bisa digunakan dan digerakkan oleh siapa saja untuk tujuan-tujuan tertentu. Termasuk untuk penyebaran paham-paham yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, termasuk penyebaran paham radikalisme.

Televisi adalah sumber utama informasi dan edukasi masyarakat Indonesia. Dalam survei yang dilakukan oleh Center for the study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mayoritas masyarakat Indonesia menonton TV (94%), mendengarkan radio (30%) dan membaca koran (33%). Dengan jumlah penonton yang demikian besar, pengawasan konten televisi yang mengarah pada penyebaran paham-paham radikalisme patut untuk diwaspadai.

Sudah sewajarnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) selaku badan penanggulangan terorisme yang mencakup pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional memiliki perhatian khusus atas hal itu. Demikian halnya dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai salah satu regulator penyiaran yang salah satu tugasnya mengawasi konten isi siaran Lembaga Penyiaran, termasuk televisi dan radio juga mewaspadai hal itu. Dengan  pengawasan konten televisi atas siaran yang mengandung fanatisme sudah sepantasnya menjadi perhatian bersama. Kerja sama kedua lembaga dalam penanggulangan dan meminimalisir penyebaran paham radikalisme melalui media penyiaran antara BNPT dan KPI sudah menjadi kebutuhan.

Kerja sama antara BNPT dan KPI diharapkan dapat memberikan masukan dan arahan untuk lembaga penyiaran, rumah produksi (production house) dan stakeholder penyiaran lainnya untuk berpartisipasi dalam pencegahan radikalisme dan terorisme melalui media penyiaran. Kerja sama dua lembaga ini bukan hanya seremonial, namun juga telah merancang ke depan bahwa kualitas konten televisi harus terus ditingkatkan. Termasuk peningkatan kualitas program televisi yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

Penandatangan nota kesepahaman kedua lembaga berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Jumat, 18 September 2015 yang dihadiri kedua pimpinan lembaga, perwakilan lembaga penyiaran, sejumlah media, serta tamu undangan dari sejumlah lembaga.

Usai penandatangan nota kesepahaman kedua lembaga, acara dilanjutkan dengan talk show, "Peningkatan Peran Media Penyiaran dalam Pencegahan Paham ISIS" yang dipandu oleh Fifi Aleyda Yahya dengan narasumber Kepala BNPT Saud Usman Nasution, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Gun Gun Heryanto, dan Ikang Fawzi.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.