Jakarta - Lembaga Penyiaran memiliki peran signifikan dalam proses pelaksanaan pemilihan umum secara langsung, baik itu Lembaga Penyiaran Televisi dan Radio. Dari pengalaman sebelumnya, Lembaga Penyiaran selalu menjadi arena utama dan medium strategis dan efektif bagi pelaksana, para calon ke publik, baik untuk pendidikan politik, memperkenalkan diri dan mengampanyekan visi misi kampanye untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

"Pemilihan Kepala Daerah serentak yang Insya Allah akan terselenggara pada tanggal 9 Desember nanti sudah seharusnya memperoleh dukungan dari seluruh pihak. Termasuk dalam hal ini Lembaga Penyiaran. Berkaca pada pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif dan pemilihan Presiden 2013-2014 menunjukkan bahwa lembaga penyiaran memiliki peran yang sangat strategis dalam proses Pemilu. Baik dalam hal pemanfaatan untuk melakukan kampanye, maupun dalam upaya memberikan edukasi dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat," kata Ketua KPI Pusat dalam pidato laporan Rapat Pimpinan KPI 2015 di Istana Negara, Rabu, 2 September 2015.

Pilkada serentak yang akan dilaksanakan Desember 2015 ini adalah pengalaman baru bagi Indonesia, sehingga kendala dan hasilnya belum pernah ada sebelumnya. Bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), suksesi kepemimpinan daerah kali ini adalah tantangan baru bagi Lembaga Penyiaran. 

Menurut Judha, salah satu bahasan dalam Rapim yang dihadiri oleh seluruh Ketua KPID se-Indonesia adalah terkait pengawasan Pilkada serentak di Lembaga Penyiaran. Di antaranya, strategi dan sinkronisasi pengawasan penyiaran sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang menyebutkan secara detail tentang penggunaan media penyiaran dalam proses pelaksanaan Pilkada serentak.

"Dalam rangka Pilkada serentak nantinya, ada beberapa potensi masalah yang harus diantisipasi pada saat kampanye di Lembaga Penyiaran. Terutama akibat adanya perubahan metode untuk siaran iklan kampanye di Lembaga Penyiaran, yang menurut regulasi harus difasilitasi dan dikoordinasi secara langsung oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)," ujar Judha. 

Terkait penyiaran dalam pelaksanaan Pilkada serentak nanti, menurut Judha, titik krusialnya tidak hanya mengenai kemampuan APBD yang berbeda antar-daerah, juga persoalan teknis pemilihan Lembaga Penyiaran, daya jangkau wilayah siaran, perizinan Lembaga Penyiaran yang digunakan, durasi dan frekuensi siaran, metode partisipasi di luar iklan kampanye, serta independensi dan netralitas, adalah hal-hal yang harus disepakati bersama antara penyelenggara Pilkada dan KPI. 

"Untuk itulah pada kesempatan Rapim ini, kami juga mengundang secara khusus KPU dan Bawaslu Daerah untuk bersinergi agar pelaksanaan kampanye Pilkada melalui Lembaga Penyiaran dapat berlangsung secara baik dan tertib sebagaimana yang diharapkan," kata Judha. 

Dalam sambutan itu Judhariksawan juga menyampaikan agenda Rapim KPI 2015, di antaranya terkait dengan Revisi Undang-undang Penyiaran yang masuk dalam Prolegnas DPR RI tahun ini. Menurut Judha, Revisi UU Penyiaran itu sangat strategis karena menyangkut banyak hal, yakni selain kepastian tentang migrasi penyiaran terrestrial dari analog ke digital, model dan postur kelembagaan KPI ke depan juga menjadi perdebatan serius.

"Kami, Komisi Penyiaran Indonesia, juga berharap bahwa UU Penyiaran yang baru mulai mengatur tentang standar kompetensi profesi penyiaran. Standar kompetensi yang dicita-citakan oleh KPI, tidak hanya berorientasi pada hard skill atau keterampilan. Tetapi juga harus memiliki kompetensi soft skill yaitu integritas dan karakter yang kuat untuk menjaga nasionalisme dan melakukan preservasi nilai budaya bangsa. Hal ini dibutuhkan untuk menjawab adanya fenomena bahwa penyiaran sebagai suatu industri seringkali dikeluhkan telah melupakan nilai-nilai kesantunan dan nilai-nilai budaya, akibat kompetisi yang ketat atas dasar mengejar komersial sebesar-besarnya," kata Judha.

Lebih lanjut, Judha dalam sambutannya menjelaskan, hal ini diperparah oleh adanya sistem penilaian dan pemeringkatan pemirsa dan pendengar hanya berbasis pada kuantitas, bukan pada kualitas. Lembaga penyiaran menjadi terjebak dalam perlombaan untuk mengejar jumlah rating dan share yang berbasis pada kesukaan bukan pada kebutuhan masyarakat. Padahal, menurut Judha, untuk mengubah mental masyarakat ke arah yang lebih produktif dibutuhkan panduan yang dapat menginspirasi kreativitas masyarakat. Menurut Judha, Lembaga Penyiaran akan sulit melakukan itu, jika profesi penyiaran tidak memiliki kompetensi dalam memperkukuh karakter bangsa, "Apalagi jika hanya dipaksa untuk mencapai keuntungan semata."

Ketua KPI dalam sambutan di hadapan undangan dari sejumlah Kementerian dan Lembaga Negara juga menyampaikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang telah menyinggung masalah rating dalam pidato kenegaraan beberapa waktu lalu. Menurut Judha, amanat Presiden itu bisa disikapi oleh Lembaga Penyiaran dengan merekonstruksi paradigma industri penyiaran untuk semakin berorientasi pada tanggung jawab sosial dan akhirat, "Mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyelamatkan manusia dari kebodohan dan kekufuran." 

Di akhir pidato sambutannya, Ketua KPI menyampaikan agar Presiden berkenan membuka secara resmi Rapim KPI 2015.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.