Jakarta - Pernyataan bernuansa kritikan dari Presiden Joko Widodo tentang media yang mengutamakan mengejar rating relevan dengan temuan dan tindakan KPI. “Memang ada kecenderungan rating itu menjadi tuhannya media, sehingga penyajian konten seringkali meminggirkan aspek kualitas dan positive impact bagi public,” papar Idy Muzayyad, Wakil Ketua KPI Pusat, Selasa (25/8).
Idy kurang sependapat dengan bantahan yang menyebutkan bahwa kritikan presiden itu akan menjadi preseden ke arah pengekangan kebebasan pers. Karena menurut Idy, arah kritikan presiden sebenarnya lebih banyak kepada program media dan konten nonjurnalistik.
“Kalau soal kebebasan pers, itu kan konteksnya untuk jurnalistik. Tidak compatible kalau untuk konten media nonjurnalistik memakai paradigma kebebasan pers. Jadi jangan dibiaskan hal ini,” papar Idy.
Temuan KPI berdasarkan survey indeks kualitas program siaran yang dilakukan di sembilan kota di Indonesia dengan melibatkan sembilan perguruan tinggi ternama, banyak program siaran khususnya televisi yang masih kurang berkualitas, misalnya sinetron, infotainment, variety show dan program anak. Untuk program berita, memang banyak juga kritikan dari masyarakat karena seringkali masih menyajikan kekerasan dan ada masalah dengan indepensi dan imparsialitas.
“Jadi saya kira, apa yang disampaikan presiden itu perlu menjadi bahan refleksi dan otokritik bagi media untuk meningkatkan kualitas dan pelayanannya bagi public. Dan rating yang bersifat kuantitatif itu jangan menjadi satu-satunya tujuan, karena perlu diimbangi dengan kualitas,” papar Idy.
Idy menduga pernyataan presiden itu juga dilatari pandangan bahwa media belum sepenuhnya sejalan dengan program revolusi mental yang dicanangkan. Sehingga presiden mengajak agar pekerja media melakukan revolusi mental untuk transformasi media sendiri dan sekaligus turut serta mengembangkan revolusi mental di tengah masyarakat melalui sajian konten media yang relevan.(*)