Jakarta – Implementasi sistem digitalisasi harus diatur dalam regulasi setingkat undang – undang (UU). Hal ini penting dilakukan karena aturan pelaksanaan alih teknologi analog ke digital harus jelas, kuat dan komprehensif. Demikian di tegaskan Anggota DPR RI 2014-2019, Mahfudz Siddiq, dalam Forum Koordinasi dan Komunikasi bertemakan Tantangan dan Peluang Peralihan Sistem Analog Menuju Digital dalam Penyiaran di Indonesia yang diselenggarakan Kemenkopolhukam di Hotel Sari Pan Pacifik, Rabu, 8 Oktober 2014.
Menurut mantan Ketua Komisi I DPR RI periode 2009-2014, sistem digital yang diatur dalam peraturan menteri atau Permen justru menimbulkan ketidakjelasan dan jika permen tersebut bermasalah yang bertanggungjawab adalah menteri. “Kekhawatiran ini pernah saya bicarakan dengan menteri kominfo sebelumnya,” katanya merujuk mantan Menkominfo, Tifatul Sembiring.
Proses digitalisasi tidak sekedar soal perpindahan teknologi, tapi lebih luas lagi. Penerapan sistem digitalisasi melibatkan banyak pihak, modal yang besar, dan aspek teknis lainnya, lanjut Mahfudz.
Dirinya mengusulkan pemerintah menerbitkan peraturan setingkat Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum sistem digitalisasi yang memang belum diatur secara jelas dalam UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Permen terkait digitalisasi, yang disebutkan berjumlah 18 Permen, mengatur aspek-aspek lain mengenai proses digitalisasi. Padahal, proses digitalisasi menimbulkan perubahan sosial serta memiliki masalah multidimensional.
“Saya sarankan ke pemerintah ambil waktu jeda untuk mentranformasikan gagasan yang ada di Permen ke dalam sebuah Perpres. Pemerintah harus mengambil satu kebijakan. Dibanyak negara, aturan digitalisasi diatur dalam satu UU. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah,” tutur Mahfudz yang terlihat segar meskipun beberapa jam sebelumnya baru selesai mengikuti rapat paripurna pemilihan Ketua MPR RI periode 2014-2019 yang panjang dan melelahkan.
Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, mengatakan proses digitalisasi harus diatur dalam satu UU jika perlu UU khusus. Menurutnya, pengaturan implementasi digitalisasi tidak cukup hanya diatur dalam aturan Permen yang secara kedudukan lebih rendah dari UU.
Selain itu, lanjut Idy, pembahasan digitalisasi harus transparan. “Arah digitalisasi dibawa kemana, itu harus dibicarakan bersama. Tidak cukup hanya kominfo. Hal ini harus dibicarakan lintas departemen dengan mengajak serta stakeholder terkait,” tegasnya disela-sela acara tersebut.
Idy meminta KPI harus terlibat dalam proses tersebut dengan sejumlah syarat. Dia juga mengusulkan dibentuk sebuah tim pengawas dan pengedalian terkait pelaksanaan proses digitalisasi. “Sampai sekarang tim tersebut belum ada. Ini harus cepat dilakukan,” kata Idy yang menekankan bahwa pihaknya tidak menolak pelaksanaan sistem ini.
Sementara itu, ATVSI yang diwakili Suryopratomo, mengatakan siap mengikuti peraturan yang ada karena penerapan sistem digital menyangkut kebijakan global. Menurutnya, dengan sistem ini penggunaan frekuensi menjadi efisien. “Kami dari ATVSI akan mengikutinya,” tukasnya. ***