Jakarta - Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyepakati adanya penataan hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah, guna mengoptimalkan fungsi pengawasan isi siaran dan pelayanan publik terkait penyiaran. Selain itu, dengan perubahan ini diharapkan pembagian kewenangan antara KPI Daerah dan KPI Pusat menjadi lebih jelas, sehingga fungsi kelembagaan KPI juga semakin kuat. Hal itu disampaikan oleh Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, usai pelaksanaan Rakornis KPI yang diikuti oleh Komisioner KPI Pusat dan perwakilan KPID se-Indonesia (21/3).
Penataan hubungan tersebut merupakan salah satu rekomendasi yang disepakati dari bidang kelembagaan KPI, selain disetujuinya pembuatan tata tertib KPI untuk menjaga integritas dan kehormatan KPI secara kelembagaan dalam fungsinya sebagai regulator penyiaran.
Sementara itu, menurut Fajar, Rakornis ini juga menyepakati beberapa isu strategis di bidang pengawasan isi siaran dan bidang pengolaan struktur dan system penyiaran. Pada bidang pengawasan isi siaran, rekomendasi yang dikeluarkan adalah pembuatan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) khusus lembaga penyiaran berbayar, penyempurnaan P3 & SPS dengan materi diantaranya pelibatan profesi dalam program dan iklan, pelarangan testimoni dalam program siaran dan iklan yang berisi kesehatan masyarakat, perincian adegan seksual dan kekerasan, pengaturan dan penafsiran Iklan rokok, penjabaran peraturan siaran pemilu dan pengaturan blocking time dan blocking segmen.
Adapun rekomendasi dari bidang pengolaan struktur dan sistem penyiaran terkait implementasi sistem siaran berjaringan (SSJ), penyiaran perbatasan, penguatan koordinasi proses perizinan, penyusunan draft peraturan KPI tentang LPB, serta penyiaran digital.
Khusus mengenai penyiaran di daerah perbatasan ini, beberapa KPID juga mengutarakan pendapat tentang perlunya terobosan kebijakan agar kehadiran lembaga penyiaran di daerah perbatasan dapat diutamakan. Menurut Hos Ari Ramadhan, komisioner KPID Kepulauan Riau, di kabupaten Anambas sangat dibutuhkan hadirnya lembaga-lembaga penyiaran. Padahal, kabupaten ini memiliki kemampuan sumber daya untuk dapat memberikan pelayanan informasi pada masyarakat lewat penyiaran. Arie menyayangkan, ketika jembatan-jembatan fisik di kabupaten terluar Kepulauan Riau ini belum terbangun, jembatan maya yang dapat menghubungkan masyarakat daerah ini dengan wilayah lain juga belum ada.
Hal serupa juga disampaikan oleh Monica Wutun dari KPID Nusa Tenggara Timur. Dari laporan yang dimiliki oleh KPID, ternyata banyak lembaga penyiaran publik lokal yang saat ini sudah tidak lagi bersiaran di kabupaten-kabupaten yang berbatasan dengan Timor Timur. Ironisnya, tambah Monica, masyarakat di perbatasan akhirnya lebih menikmati siaran yang dipancarkan oleh televisi negara tetangga. Hal ini dikarenakan muatan siaran yang hadir dari televisi dalam negeri dianggap tidak banyak memberikan manfaat jika dibanding siaran televisi dari Timor Timur.
Hasil rekomendasi dari Rakornis ini nantinya akan dijadikan bahan pembahasan dalam Rapat Koordinasi Nasional 2014 di Jambi, dengan mengikutkan seluruh komisioner KPI Pusat dan KPID se-Indonesia. Fajar berharap, beragam kebijakan yang akan ditetapkan dalam Rakornas nanti akan memudahkan penataan dunia penyiaran menjadi lebih baik.