Mataram - Pemilu sesungguhnya bukan hanya bermakna sebagai sarana memilih wakil rakyat. Presiden dan wakil presiden. Tetapi lebih jauh dari itu, pemilu memiliki spekturm makna sebagai sarana ekspresi kedaulatan rakyat, perwujudan kebebasan berserikat (freedom of assembly), wahana artikulasi respon lokal dan sarana evaluasi dan permintaan pertanggungjawaban pemerintahan sebelumnya. Pemilu 2014 adalah momentum untuk merangkai, mewujudkan kembali, dan sekaligus menunjukkan tingkat peradaban politik kita setelah 68 tahun merdeka. Hal ini disampaikan oleh Amirudin komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran dalam acara Sarasehan Lembaga Penyiaran se-NTB Mendukung Pemilu Legislatif dan Pilpres yang bertema: “Forum Pimpinan Redaksi Menuju Pemilu Berkualitas 2014” di Hotel Lombok Raya, Nusa Tenggara Barat (11/3).
Amir menambahkan, dalam konteks itu, media penyiaran khususnya memiliki peran besar terhadap proses pendidikan politik warga, dan seklaigus mengontrol proses pemilihan umum agar menghasilkan pemilu yang transparan dan akuntabel hingga diperolehnya pemerintahan yang kuat dan legitimate. Itu semua dapat dicapai apabila media berhasil memaksa diri keluar dari jaring-jaring kepentingan peribadi, kelompok atau golongannya. “Media harus sanggup berpuasa dari godaan keinginan partisanship dan kembali sebagai kekuatan penjaga dan penyelamat demokrasi,” ujarnya. Ia kemudian mengutip pendapat Profesor Komunikasi dari Arizona State University USA, Craig M.Allen, bahwa dalam proses pemilu, media tetap wajib dijaga: “As a guard force and savior of democracy”.
Ketua KPID NTB, Badrun juga mengkhawatirkan fenomena yang terjadi secara nasional, yakni masih berseliwerannya tokoh pemilik media di layar kaca akan berimplikasi kepada tindakan politik media di daerah. Ia pun mengakui, sampai hari ini kesulitan bertumpu pada definisi kampanye yang akumulatif. “Kami kesulitan mengikat iklan politik dan juga pemilik media”, ujarnya.
Badrun kemudian menyarankan agar media lebih fokus pada visi misi parpol kandidat caleg tersebut, tidak terjebak pada jurnalisme “pacuan kuda” atau persaingan antar kandidat, sebab hal ini akan mengaduk psikologis konstituen dan berpotensi melahirkan distabilitas sosial dan politik.
Dalam kesempatan itu, Gubernur NTB yang diwakili Kepala Badan Kesejahteraan Pembangunan Politik Dalam Negeri (Bakesbang Poldagri), Abdul Hakim, dalam sambutannya juga menekankan pentingnya menjunjung tinggi azas netralitas serta memaksimalkan peran media, yakni informasi, pendidikan dan kontrol politik.
Kegiatan sarasehan yang dihadiri sebanyak 50 peserta yang meliputi Pimpinan Redaksi Televisi dan Radio lokal di NTB serta menghasilkan 8 (delapan) butir rekomendasi ini juga menghadirkan pembicara Ketua KPU Provinsi NTB, Lalu Akhsar Anshory dan Ketua Bawaslu Provinsi NTB, M. Khuwailid. (Int)