Tarakan - KPI akan mendorong penyiaran di wilayah perbatasan sebagai salah satu isu strategis nasional. Hal ini mengingat semua WNI berhak atas informasi (mempunyai hak atas informasi) termasuk WNI yang ada di wilayah perbatasan. Apalagi pengaruh dari negara-negara asing di sekitar wialayah perbatasan RI sangat besar yang sedikit demi sedikit mampu menggerus rasa nasionalisme masyarakat.
"Selama ini isu-isu yang dianggap penting di wilayah perbatasan, adalah isu penyelundupan (dari barang kebutuhan pokok sampai narkoba), illegal logging dan pelintas batas. Isu mengenai penyiaran di wilayah perbatasan belum disentuh. Padahal penyiaran sangat strategis dan berpotensi untuk menjaga kedaulatan negara. Hal tersebut disampaikan Azimah Subagijo, Komisoner KPI Pusat, dalam acara Workshop Penyiaran Perbatasan di Tarakan, Kalimatan Utara (25/11).
Menurutnya, saat ini di wilayah perbatasan lebih banyak berdiri lembaga penyiaran baik radio maupun televisi yang berasal dari negara tetangga (Singapura dan Malaysia). Akibatnya, masyarakat di wilayah perbatasan lebih mengenal dan merasa lebih dekat dengan isu-isu dari negar-negara tetangga tersebut dibandingkan dari Indonesia sendiri. Untuk itu, KPI Pusat berinisiatif mendorong pemerintah melalui BNPP agar menjadikan isu penyiaran di wilayah perbatasan sebagai salah satu isu strategis untuk perencanaan pembangunan lima tahun ke depan, tambahnya.
Dijelaskan pula oleh Azimah, workshop perbatasan di Tarakan ini merupakan langkah konkrit keseriusan KPI Pusat untuk merumuskan strategi agar penyiaran di wilayah perbatasan ini mendapat cukup perhatian dari para pemangku kepentingan. Tujuannya adalah, mendorong pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan yang mendukung hadir dan tumbuhnya lembaga-lembaga penyiaran.
Dalam Workshop yang diikuti KPI Daerah (KPID) yang berada di wilayah perbatasan, Kemenkominfo, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Azimah juga menyampaikan bahwa tidak banyaknya pelaku industri penyiaran yang mendirikan lembaga penyiaran di wilayah perbatasan antara lain,dikarenakan kondisi infrastruktur yang tidak memadai. “Misalnya seperti jalan rusak, listrik yang tidak cukup, harga BBM dan kebutuhan pokok yang tinggi”, tuturnya. Untuk menarik minat pelaku usaha penyiaran, salah satu rekomendasi dari workshop adalah mendorong adanya kebijakan afirmatif hingga insentif yang memudahkan pembangunan infrastruktur penyiaran dan proses perizinan
Yang paling minimal sekali adalah mendorong pemerintah dan DPR untuk memberi tambahan anggaran dan fasilitas kepada TVRI dan RRI hingga memungkinkan kedua lembaga penyiaran publik tersebut mendirikan stasiun transmisinya di seluruh titik wilayah perbatasan, ujarnya. Selain itu program yang juga diusulkan untuk dikembangkan oleh KPID-KPID di wilayah perbatasan adalah dengan melibatkan masyarakat untuk membuat gerakan masyarakat cinta siaran Indonesia, seperti yang saat ini sudah dikembangkan oleh KPID Riau. Azimah berharap,melalui gerakan ini diharapkan masyarakat kembali menyadari dan mencintai NKRI melalui penyiaran.