(Jakarta: 15/4) - Maraknya sinetron televisi yang menggunakan atribut Islam dan mengaitkannya pada hal yang negatif, mengundang protes masyarakat ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Masyarakat Televisi Sehat Indonesia, mengadukan keresahan tersebut pada KPI Pusat, melalui perwakilannya Ardy Purnawansani dan Bayu Prioko, yang juga didampingi Fahira Idris dari Rumah Damai Indonesia. Ketiganya ditemui oleh Wakil Ketua KPI Pusat Ezki Suyanto, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Azimah Subagijo dan Komisioner KPI Pusat bidang Perizinan Iswandi Syahputra (15/4).
Dalam surat yang disampaikan kepada KPI Pusat, Masyarakat TV Sehat Indonesia menilai, tayangan seperti Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), Ustad Foto Copy (SCTV), dan Islam KTP (SCTV), semuanya menggunakan judul dengan terminologi Islami, tapi isi dan jalan ceritanya jauh dari perilaku islami. Bahkan, ujar Ardy, tidak jarang dalam tayangan tersebut, karakter Ustad dan Haji yang seharusnya merupakan tokoh panutan ditengah-tengah masyarakat melakukan tindakan diluar kepatutan, suka mencela, iri, dengki, dan sama sekali tidak ada pesan islam didalamnya. Tayangan tersebut telah memunculkan persepsi buruk tentang tokoh panutan dalam agama Islam, dan jelas hal ini sangat meresahkan masyarakat.
Mengenai sinteron Tukang Bubur Naik Haji, menurut Bayu Prioko, awalnya sinetron ini cukup baik jalan ceritanya. Namun lama kelamaan justru sinetron ini malah lebih menyorot cerita Haji Muhidin yang digambarkan berperilaku buruk. “Kami menyoroti penggunaan titel Haji dalam cerita ini”, ujar Bayu. Bagaimanapun juga Haji adalah bagian dari Rukun Islam, dan menjadi terdegradasi maknanya lewat balutan cerita dalam sinetron seperti ini.
Aduan langsung yang dilakukan elemen masyarakat kepada KPI ini mendapatkan apresiasi dari Ezki Suyanto. Menurut komisioner KPI Pusat bidang pengawasan bidang Isi Siaran ini, sebenarnya mengadu lewat sms, email ataupun twitter pasti akan ditindaklanjuti oleh KPI. Namun dengan mendatangi langsung KPI untuk mengadu, akan memberikan ruang bagi KPI untuk berdialog lebih jauh tentang keberatan yang disampaikan masyarakat.
Tentang sinetron-sinetron yang diadukan ini, Ezki menyampaikan bahwa KPI sudah pernah memberikan teguran pada SCTV atas sinetron Islam KTP. “Bahkan sanksi yang diberikan KPI sampai penghentian sementara”, ujar Ezki. Namun untuk sinetron-sinetron yang saat ini masih tayang, KPI sedang melakukan kajian dan mempertemukan masyarakat yang mengadu ini dengan stasiun televisi. Selain itu, Ezki juga menyarakan masyarakat mengadu kepada Lembaga Sensor Film (LSF). Mengingat semua materi film, sinetron ataupun iklan yang tayang di televisi harus sudah mendapatkan surat tanda lulus sensor (STLS) dari LSF.
“Sebenarnya aduan dari masyarakat ini merupakan feedback yang baik untuk stasiun televisi agar mau meningkatkan kualitas siarannya”, ujar Azimah Subagijo. Dirinya berharap, aduan sinetron yang dinilai SARA ini menjadi awal menjadikan pendapat masyarakat sebagai acuan atau rating alternatif, sehingga kualitas siaran televisi dapat semakin meningkat.
Terkait tuntutan dari Masyarakat Televisi Sehat Indonesia yang meminta KPI menjatuhkan sanksi pada stasiun televisi atas sinetron yang dinilai menyinggung SARA tersebut, KPI akan mempelajari semua aduan tersebut. Sekalipun nantinya akan ada forum yang mempertemukan antara pihak televisi dan pengadu, namun jika hasil kajian KPI tayangan sinetron tersebut memang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS), sanksi tetap akan dilayangkan KPI.