(Jakarta) - Permintaan penguatan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus bergulir. Salah satunya disampaikan dalam audiensi KPI Pusat bersama Ketua KPI Daerah se-Indonesia dengan wakil rakyat di DPR-RI. Ketua KPI Pusat Mochammad Riyanto menyatakan penting untuk menyampaikan kepada anggota DPR yang saat ini tengah membahas revisi Undang-Undang Penyiaran, tentang posisi KPI ke depan. Hal tersebut disampaikan Dadang saat bertemu dengan Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat di DPR RI kemarin, (14/3).
Mengingat proses legislasi saat ini masih berlangsung di DPR, KPI menilai penting bagi DPR mengetahui akibat kewenangan KPI yang dipangkas. Saat ini, ujar Riyanto, KPI tidak lagi mengatur perizinan lembaga penyiaran. Padahal dalam Undang-Undang Penyiaran sebelum diuji materi ke Mahkamah Konstitusi, KPI memiliki wewenang mengatur perizinan penyiaran bersama pemerintah. Namun karena uji materi dikabulkan oleh MK, wewenang pengaturan perizinan hanya diserahkan pada pemerintah. Akibatnya kenyataan di lapangan menunjukkan proses perizinan yang diatur pemerintah tidak berjalan baik dan memakan waktu yang lama.
Hal tersebut diamini, oleh Zainul Ikhwan Ketua KPID Riau. Pihak KPID di Riau telah memberikan rekomendasi lembaga penyiaran lokal, namun mekanisme perizinan tersebut harus melewati prosedur yang panjang dan tidak transparan. “Tidak ada kepastian yang bisa didapat untuk mengajukan izin siaran, jika semua di tangan pemerintah”, ujar Zainul.
Dari sisi lain, Komisioner KPI Pusat Dadang Rahmat Hidayat juga mengungkap, berkurangnya kewenangan KPI berdampak pula pada pengawasan isi siaran. Dadang menuturkan, saat ini pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran lokal tidak sebanyak lembaga penyiaran nasional. Penyelesaiannya pun jauh lebih mudah, ujar komisioner bidang isi siaran KPI Pusat ini. Tapi saat KPI berhadapan dengan industri, sekalipun sudah melayangkan surat teguran ketiga, justru tidak dihiraukan. “Apalagi wewenang KPI pun tidak sampai menghentikan program”, tukasnya.
Secara tegas Dadang menyatakan pula, KPI tidak minta dijadikan regulator tunggal masalah perizinan, tapi sebagai regulator utama. Dengan wewenang regulator utama inilah, ujar Dadang, KPI akan punya power lebih besar untuk mengawasi isi siaran.
Permintaan penguatan kewenangan KPI juga disampaikan oleh Fajar Arifianto, Ketua KPID Jawa Timur. Dirinya meminta kepada anggota Komisi 1 DPR RI, agar revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas menunjukkan keberpihakan pada publik dan masyarakat. “Jangan sampai Undang-Undang tersebut menguntungkan pihak-pihak yang akan melemahkan KPI”, tutur Fajar. Ia juga mengingatkan bahwa frekuensi adalah ranah publik dengan sumber yang terbatas yang butuh pengaturan ketat. Pengawasan terhadap penggunaan frekuensi inilah yang harus diserahkan kepada KPI. Karenanya, Fajar menegaskan harapannya agar Undang-Undang Penyiaran ini kembali menguatkan posisi KPI sebagai regulator penyiaran di Indonesia. Red/Ira