Semarang – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah diharapkan tidak hanya menjadi wasit bagi lembaga penyiaran, tetapi juga harus memikirkan lembaga penyiaran tersebut bisa tetap eksis di era modernisasi saat ini.

Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah M Soleh menyampaikan, pihaknya kerap menerima keluhan dan masukan dari beberapa kelompok masyarakat, khususnya dari asosiasi radio di Jawa Tengah. Di era sekarang, sejumlah radio saat ini mengeluhkan kondisinya yang hidup segan mati tak mau.

“Beberapa radio posisinya saat ini sedang sangat sulit. Bahkan, untuk membiayai operasional sudah sangat sulit. Sehingga, KPID diharapkan bukan hanya menjadi semacam wasit, tetapi bisa memberikan solusi agar lembaga penyiaran bisa tetap hidup,” ujarnya saat Dialog Interaktif Rekrutmen Anggota KPID Jateng Periode 2020-2023, di Studio Mini Kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin (30/12/2019).

Menurut Soleh, perkembangan penyiaran pada revolusi industri 4.0 lebih cepat dari yang diperkirakan masyarakat dan praktisi media. Dulu, banyak orang yang terkenal karena keberadaan televisi maupun radio. Tapi sekarang ini justru sejumlah orang sudah dikenal dulu melalui media sosial atau youtube, baru mereka tampil di televisi.

“Melihat fenomena perubahan pada masyarakat, apabila kita tidak ikut melakukan perubahan akan tergilas oleh perubahan itu sendiri. Masyarakat yang masuk dalam kategori milenial tidak seperti zaman dulu yang mengidolakan televisi dan radio saja. Bahkan kalau ditanya saat ini, mau jadi dokter atau insinyur, justru mereka menjawab mau jadi  Youtuber,” ungkapnya.

Sementara itu, anggota Tim Seleksi Rekrutmen Anggota KPID Jateng Periode 2020-2023 Amir Machmud membeberkan rencana perekrutan komisioner tersebut. Menurutnya, meski tim seleksi sudah terbentuk, namun persyaratan menjadi komisioner merupakan produk bersama Timsel dan Komisi A DPRD Jawa Tengah. Nantinya, diharapkan dapat terpilih anggota KPID yg terbaik, berkompeten, inspiratif, dan bijak dalam mengambil keputusan. Karena KPID berperan sebagai lembaga penyiaran yang mempunyai tanggung jawab sosial kuat untuk memunculkan jurnalisme inspiratif.

“Beberapa tahapan akan dilalui calon anggota KPID, antara lain seleksi administrasi, pembuatan makalah, tes kompetensi, wawancara, hingga uji publik. Karena ukuran calon anggota KPID dinilai dari kompetensi. Nanti kita lihat apakah peserta bisa memimpin KPID dengan baik. Mampukah dia bekerja sama dan bisakah mengambil keputusan dengan cepat. Itu yang kemudian kita nilai,” bebernya.

Amir menambahkan, calon yang terlihat menonjol saat kompetensi tes tertulis belum tentu akan melenggang mulus. Karena dari rangkaian tes akan tampak bagaimana sifat dan karakter calon.

Praktisi Penyiaran Amiruddin menambahkan, tugas KPID 70 persennya menyangkut konten. KPID harus mempu menggaransi publik agar peradaban dapat berjalan dengan baik. Sebab, KPID merupakan wujud peran serta masyarakat dalam memberikan aspirasi di dunia penyiaran. Red dari Diskominfo Jateng

Meulaboh -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Provinsi Aceh, Muhammad Hamzah mengatakan lembaga penyiaran tersebut akan segera menyusun dan mengusulkan rancangan qanun (peraturan daerah) terkait regulasi penyiaran di daerah tersebut. Qanun penyiaran lokal di Aceh diharapkan bisa terealisasi pada tahun depan.

"Kita berharap dengan adanya qanun tersebut, nantinya akan memuat aturan lebih tegas terkait siaran lokal yang wajib dilakukan oleh seluruh stasiun televisi berjaringan di Aceh termasuk radio," kata Muhammad Hamzah, Rabu (25/12).

Menurutnya, dalam peraturan daerah tersebut, nantinya seluruh televisi berjaringan dan radio di Aceh juga wajib memunculkan program lokal seputar Aceh yang akan memuat seperti tayangan wisata lokal, promosi daerah, tayangan agama Islam seperti ceramah serta aneka potensi daerah yang ada di 23 kabupaten/kota di daerah itu.

Bahkan, ia juga mendorong dalam aturan tersebut agar memperbanyak konten tayangan lokal di Aceh sehingga nantinya diharapkan akan bermunculan rumah produksi lokal yang akan dijual kepada televisi berjaringan di Aceh, dan tayangan hasil produksi anak-anak Aceh nantinya dapat dibeli sebelum disiarkan di televisi.

Hal ini juga diharapkan akan mampu meningkatkan kreativitas generasi milenial di Aceh untuk membuat konten yang layak siar untuk dijual ke stasiun televisi.

Tidak hanya itu, dalam qanun ini nantinya juga akan memuat aturan bahwa setiap stasiun televisi berjaringan yang beroperasi di Aceh juga wajib menggunakan sumber daya lokal seperti penggunaan tenaga kerja lokal dalam operasionalnya minimal sepuluh orang per stasiun televisi.

"Jika ada sepuluh stasiun televisi berjaringan di Aceh, maka jumlah tenaga kerja yang akan terserap paling sedikit sebanyak 120 orang," kata Muhammad Hamzah menambahkan.

Muhammad Hamzah juga menegaskan, seluruh stasiun televisi berjaringan di Aceh juga wajib menayangkan konten lokal pada waktu prime time (jam tayang utama) dimana merupakan waktu yang banyak ditonton di Aceh.

Stasiun televisi di Aceh yang sudah menerapkan siaran lokal di waktu prime time tersebut masing-masing Kompas TV, INews, Metro TV, serta SCTV. Red dari republika.co.id

Kendari - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara menetapkan dan mengumumkan tujuh Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sultra untuk masa bakti 2020-2023, Jumat (20/12/2019).

Tujuh Anggota KPID Sultra yakni Asman, SP. (kelahiran Lapara, 10 Juni 1987), Wa Ode Nuriman, M.Pd (Oelongko, 22 Agustus 1984), Molesara, S.I.Kom (Oelongko, 15 Juli 1984), Hans A Rompas, Stl., M.AP (Kendari, 4 Mei 1988), La Ode Azizul Kadir, MH (Kendari, 18 januari 1989), Ilnas, SH, MH (Tampunawou, S Juli 1981), Azwar, S.Sos, M.Si (Bonerate, 25 November 1977).

Ketuju nama di atas ditetapkan berdasarkan hasil uii Kelayakan dan kepatutan sebagai bagian rangkaian proses seleksi calon. Keputusan tersebut ditandatangani pimpinan DPRD, H Abdurrahman Saleh dan sejumlah anggota lainnya.

Selain tujuh nama itu, DPRD juga menetapkan tiga nama sebagai cadangan manakala suatu waktu diantara anggota KPI Sultra terpilih berhalangan tetap atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota KPID. Tiga cadangan itu adalah Adolf Ludwich Kuen, SH, S.Ip, Erwin Randalajuk, SE dan La tanya, S.Ikom. Red dari berbagai sumber

 

Padang -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat menggelar Literasi Media dengan tema Optimalisasi Pengawasan Publik terhadap program siaran lokal dan Iklan Layanan Masyarakat untuk mendukung agenda pembangunan di Sumatera Barat di Padang, Senin.

Komisioner KPID Sumbar Jimmi Syah Putra Ginting menegaskan perlunya pengawasan publik terhadap konten siaran di televisi maupun radio untuk menjaga kualitas program siaran terus terjaga terutama program siaran lokal dan iklan layanan masyarakat perlu menjadi perhatian bersama.

Program siaran lokal penting untuk pengembangan potensi daerah, sebab dituntut dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah Sumatera Barat, kata dia.

Ia menyampaikan program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi minimal 10 persen dari seluruh waktu bersiaran sehari penuh untuk televisi, dan paling sedikit 30 persen diantara program lokal tersebut wajib ditayangkan pada jam tayang uama waktu setempat.

Kemudian iklan layanan masyarakat (ILM), lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan masyarakat minimal 10 persen dari siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama, baik KPID maupun mahasiswa, ujarnya.

Sementara Kadis Kominfo SumbarYeflin Luandri, memperkirakan banyak penduduk di Sumatera Barat yang menonton televisi. Diperkirakan hampir 90 persne penduduk Sumbar menonton televisi sehingga penting dilakukan program literasi media untuk menghasilkan masyarakat yang “well informed” serta dapat membuat penilaian terhadap konten media berdasarkan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap media yang bersangkutan.

Kegiatan literasi media tersebut dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Penyiaran. Tampil Narasumber : Buya Gusrizal Gazahar, Kadis Kominfo Sumbar Yeflin Luandri, Hasdi Putra (akademisi), Jimmi Syah Putra Ginting (Komisioner KPID) dan Mardhatillah (Komisioner KPID). Red dari antarasumbar.com

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong pembuatan konten lokal seiring perkembangan teknologi informasi. Era Revolusi Industri 4.0 dinilai memiliki tantangan tersendiri dalam pengawasan terhadap lembaga penyiaran.

Wakil Ketua KPID DIY Hajar Pamundi mengaku terus mengawal agar frekuensi tetap menjadi milik masyarakat, mulai dari program pengelolaan siaran, perizinan di wilayah DIY. Berbagai jenis siaran diarahkan agar harus memberikan manfaat bagi masyarakat.

Saat ini KPID menghadapi tantangan terkait perkembangan teknologi era saat ini. Apalagi saat ini radio dan televisi kemungkinan jumlah pendengar atau penontonnya mulai menurun dibandingkan lima sampai sepuluh tahun lagi. "Kini era Revolusi Industri 4.0, di mana generasi muda banyak yang meninggalkan radio dan televisi dengan adanya Internet," kata dia, Kamis (19/12/2019).

Itulah sebabnya KPID DIY mengupayakan beberapa langkah dalam mensikapi perkembangan teknologi. Salah satunya agar tetap bertahan di era konvergensi media. Kemudian mendorong berbagai pihak agar menghadirkan konten lokal DIY bisa diangkat di tingkat nasional dan internasional.

"Terlebih di DIY banyak sekali potensi lokal yang bisa dijadikan konten, Jogja menjadi ibu kota budaya Jawa di Indonesia, ini menjadi nilai jual yang sangat tinggi. Di sisi lain SDM bidang penyiaran juga banyak," katanya.

Dia optimistis KPID DIY bisa menjalankan tugasnya dengan baik di era Revolusi Industri 4.0. Dari sisi hukum, DIY telah memiliki perda tentang penyiaran yang di dalamnya memuat tentang turunan dari UU tentang penyiaran dan UU tentang Keistimewaan DIY. Semangatnya adalah untuk melindungi budaya yang ada di Jogja.

Meski teknologi terus berkembang namun ia mengakui pola pengawasan yang dilakukan tidak berubah dan tetap berpegang pada UU No.32/2002, bahwa radio dan televisi masih menjadi pengawasannya.

Sehingga media yang melalui Internet belum masuk dalam pengawasannya. Tetapi secara moral, pihaknya tidak tinggal diam, lembaga penyiaran juga diarahkan untuk memproduksi konten yang baik, positif dan bermanfaat bagi masyarakat. "Kami mendorong seperti mahasiswa maupun lainnya agar mulai membuat konten saat ini karena ke depan ketika digitalisasi televisi sudah berjalan akan banyak butuh konten khususnya yang ada di Jogja. Karena kalau konten butuh kreativitas yang harus terus diasah," katanya.

Komisioner KPID DIY Dewi Nurhasanah berharap ke depan radio komunitas mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pihaknya sudah berkali-kali mengupayakannya ke Pemda DIY namun hingga saat ini belum ada respons yang positif.

"Kami sudah menyampaikan ke beberapa SKPD, agar radio komunitas ini mendapatkan semacam dukungan ILM [iklan layanan masyarakat] seperti sosialisasi setiap lembaga di SKPD, sehingga informasi itu bisa tersampaikan," katanya. Red dari jogjapolitan.harianjogja.com

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.