Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong pembuatan konten lokal seiring perkembangan teknologi informasi. Era Revolusi Industri 4.0 dinilai memiliki tantangan tersendiri dalam pengawasan terhadap lembaga penyiaran.

Wakil Ketua KPID DIY Hajar Pamundi mengaku terus mengawal agar frekuensi tetap menjadi milik masyarakat, mulai dari program pengelolaan siaran, perizinan di wilayah DIY. Berbagai jenis siaran diarahkan agar harus memberikan manfaat bagi masyarakat.

Saat ini KPID menghadapi tantangan terkait perkembangan teknologi era saat ini. Apalagi saat ini radio dan televisi kemungkinan jumlah pendengar atau penontonnya mulai menurun dibandingkan lima sampai sepuluh tahun lagi. "Kini era Revolusi Industri 4.0, di mana generasi muda banyak yang meninggalkan radio dan televisi dengan adanya Internet," kata dia, Kamis (19/12/2019).

Itulah sebabnya KPID DIY mengupayakan beberapa langkah dalam mensikapi perkembangan teknologi. Salah satunya agar tetap bertahan di era konvergensi media. Kemudian mendorong berbagai pihak agar menghadirkan konten lokal DIY bisa diangkat di tingkat nasional dan internasional.

"Terlebih di DIY banyak sekali potensi lokal yang bisa dijadikan konten, Jogja menjadi ibu kota budaya Jawa di Indonesia, ini menjadi nilai jual yang sangat tinggi. Di sisi lain SDM bidang penyiaran juga banyak," katanya.

Dia optimistis KPID DIY bisa menjalankan tugasnya dengan baik di era Revolusi Industri 4.0. Dari sisi hukum, DIY telah memiliki perda tentang penyiaran yang di dalamnya memuat tentang turunan dari UU tentang penyiaran dan UU tentang Keistimewaan DIY. Semangatnya adalah untuk melindungi budaya yang ada di Jogja.

Meski teknologi terus berkembang namun ia mengakui pola pengawasan yang dilakukan tidak berubah dan tetap berpegang pada UU No.32/2002, bahwa radio dan televisi masih menjadi pengawasannya.

Sehingga media yang melalui Internet belum masuk dalam pengawasannya. Tetapi secara moral, pihaknya tidak tinggal diam, lembaga penyiaran juga diarahkan untuk memproduksi konten yang baik, positif dan bermanfaat bagi masyarakat. "Kami mendorong seperti mahasiswa maupun lainnya agar mulai membuat konten saat ini karena ke depan ketika digitalisasi televisi sudah berjalan akan banyak butuh konten khususnya yang ada di Jogja. Karena kalau konten butuh kreativitas yang harus terus diasah," katanya.

Komisioner KPID DIY Dewi Nurhasanah berharap ke depan radio komunitas mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pihaknya sudah berkali-kali mengupayakannya ke Pemda DIY namun hingga saat ini belum ada respons yang positif.

"Kami sudah menyampaikan ke beberapa SKPD, agar radio komunitas ini mendapatkan semacam dukungan ILM [iklan layanan masyarakat] seperti sosialisasi setiap lembaga di SKPD, sehingga informasi itu bisa tersampaikan," katanya. Red dari jogjapolitan.harianjogja.com

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan Divisi Infokom Jakarta Islamic Centre (JIC) menyelenggarakan seminar edukasi penyiaran pada Selasa (17/12/2019) di Ruang dr. Zailani Jakarta Islamic Centre. Acara yang bertema “Edukasi Penonton Cerdas Siaran Berkualitas” mengundang Narasumber Wakil Ketua KPID, Rizky Wahyuni, Umank Ady, Sutradara dan Paimun A. Karim, pendiri dan pengembang Radio Suara Peradaban JIC.

“Sejarah panjang Radio JIC bermula dari tahun 2008 hingga saat ini, yang merupakan proses dari terbentuknya cikal bakal media radio komunitas JIC yang bertanggung jawab mensyiarkan program dengan konten Islami,” ujar Paimun.

Ia mengungkapkan, meskipun pendengar radio saat ini sudah jauh berkurang, Ia berharap dukungan KPID dalam memberikan legalitas kepada Radio JIC menjadi bagian penting dalam proses mengudaranya radio ini.

Paimun A. Karim memaparkan sejarah FM AM Radio JIC, senada dengan hal tersebut, berbicara mengenai konten, Umank Ady yang merupakan seorang sutradara millenial, mengatakan bahwa proses produksi memiliki tanggung jawab besar.

“Tidak hanya sekedar viral, namun seorang content creator juga diharapkan dapat memikirkan jangka panjang dari konten yang dia buat,” ujar Umank

Umank Ady menyampaikan bagaimana bertanggungjawab terhadap konten yang dibuat. Sutradara yang akan menggarap film bersama Ria Ricis Februari 2020 mendatang, juga menyampaikan bahwa tugas menyaring sebuah tayangan dimulai dari keluarga.

Hal tersebut diaminkan oleh Wakil Ketua KPID DKI Jakarta, Rizky Wahyuningsih. Perhatiannya kepada tayangan saat ini membuat tim KPID DKI Jakarta bekerja keras untuk mensosialisasikan kepada penonton cerdas agar tayangan berkualitas.

Wahyuningsih juga menandaskan “Menjadi penonton yang cerdas, patut cermat dalam mengkonsumi program siaran, berempati terhadap dampak tayangan, responsif terhadap tayangan, disiplin dalam waktu menonton, aktif mengawasi tayangan televisi serta selektif memilih tontonan yang mendidik dan sehat.”

Ia menambahkan, selain kontrol dimulai dari keluarga untuk dapat memilah-milah tayangan televisi, masyarakat dapat membuat pengaduan siaran melalui sosial media Instagram @KPIDJakarta atau telpon di nomor 021 21233033.

M. Rusdy, Kepala Divisi Infokom JIC mengatakan bahwa JIC akan siap untuk bersinergi dan bekerjasama dalam memantau, memberikan pengawasan, dan menampilkan siaran berkualitas.

“Jakarta Islamic Centre dalam hal ini tentu mendukung penuh program KPID untuk kampanye edukasi penonton cerdas, siaran berkualitas”, tutupnya. Red dari inforakyat.id

 

Pontianak -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalbar menyatakan pada 2019 ini, ada enam lembaga penyiaran yang telah diberi izin operasional. Enam lembaga penyiaran itu terdiri dari, satu lembaga penyiaran berlangganan (LPB) televisi kabel di Kabupaten Ketapang, satu lembaga penyiaran swasta (LPS) radio di Kabupaten Sintang, dua lembaga penyiaran radio berupa lembaga penyiaran publik lokal (LPPL) dan lembaga penyiaran swasta (LPS) di Kabupaten Landak, satu lembaga penyiaran komunitas (LPK) di Kota Singkawang dan satu lagi lembaga penyiaran swasta (LPS) di Kabupaten Sekadau.

Komisioner KPID Provinsi Kalbar Nella AP mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, ada peningkatan jumlah lembaga penyiaran yang mengajukan izin operasional. Puncaknya, adalah di tahun 2018 yang mencapai 19 lembaga penyiaran, dimana seluruh permohonan izinnya itu diterbitkan. 

“Kalau dibilang dari jumlah lembaga penyiaran itu meningkat. Tahun 2018 itu seperti pestanya teman-teman pemohon lembaga penyiaran seluruh Indonesia. Karena saat itu keluar keputusan dirjen, tentang wilayah 3T dan pembukaan peluang usaha. Di Kalbar ini, semuanya masuk wilayah 3T dalam permohonan perizinan, kecuali Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya,” kata Nella, Senin (16/12/2019).

Namun untuk tahun 2019 ini, Nella menyebutkan jika proses permohonan izin lembaga penyiaran sedikit terkendala regulasi. Karena adanya peraturan Menkominfo nomor 7 tahun 2018, proses perizinan terintegrasi dan pemohon izin, harus memiliki akun nomor induk berusaha (NIB). Peraturan yang baru disosialisasikan ini kata Nella, akan menghambat proses izin lembaga penyiaran lokal dan komunitas, yang notabene tidak dibuat untuk kepentingan usaha.

“Agak rancu ketika peraturan ini diterapkan untuk lembaga penyiaran lokal dan komunitas. Karena mereka ini membuat izin siaran bukan untuk kepentingan usaha, tetapi karena peraturannya juga masih digodok, maka kami sudah mengajukan jika lembaga penyiaran lokal dan komunitas, tidak perlu NIB untuk mengajukan izin,” ungkapnya.

Nella AP menegaskan, jika sebenarnya lembaga penyiaran lokal dan komunitas sangat penting untuk ikut memerangi kuatnya arus informasi yang berkembang di dunia maya. Keberadaan lembaga penyiaran lokal dan komunitas, baik radio maupun televisi diharapkan bisa menjadi filter informasi bohong dan sarana hiburan masyarakat.

“Untuk di wilayah perkotaan, kita tidak kesusahan sinyal sehingga yang terjadi adalah tsunami informasi. Masyarakat kita juga masih kadang-kadang mencari informasi yang sesuai dengan tipikal dia, untuk pembenaran pikirannya. Sehingga tidak terbuka dengan informasi baru. itulah kemudian, pentingnya lembaga penyiaran di wilayah kota, untuk mengcounter informasi apalagi yang hoax,” bebernya.

“Dalam konteks wilayah di daerah yang minim sinyalnya, maka radio satu-satunya sumber informasi mereka. Berdasarkan evaluasi dengar pendapat di beberapa daerah, kami mendapatkan fakta bahwa radio ini adalah sumber informasi dan hiburan,” timpal Nella. Red dari rri.co.id

 

Kupang – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi NTT menggelar Literasi Media untuk para guru SMP dan SMA di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

“Peserta sekitar 100 orang perwakilan guru dari tingkat SMPN, SMPK, SMAN dan SMK yang ada di Kota Kupang,” jelas Ketua KPID Provinsi NTT, Yosef Kolo disela-sela kegiatan Literasi Media, di Hotel On The Rock Kupang, Selasa (17/12/2019).

Dikatakan Yos Kolo, sesungguhnya tugad pokok KPID adalah sebagai legislator dalam mengawasi isi siaran yang ada dalam lembaga penyiaran, disamping bisa memproses administrasi perizinan.

“Tetapi yang paling penting, bagaimana kita visa menyasar masyarakat NTT disemua kalangan,” tandasnya.

Literasi Media bagi para guru ini, ujar Yos Kolo, agar mereka lebih melek bermedia, dengan lebih selektif menggunakan media dan program yang dipilihnya.

“Setelah memilih program, mereka bukan hanya sebagai penonton atau pendengar pasif, tapi harus lebih cerdas dan kritis,” papar Yos Kolo.

Tentunya dengan kritis, lanjut Yos Kolo, para guru bisa mengadu ke KPID bila ada siaran yang berpotensi asusila, kekerasan, sadisme atau propaganda tentang radikalisme.

“Tentunya dengan kecerdasan dan kritisnya seorang guru, dia bisa sosialisasi atau edukasi kepada para.muridnya, tentang siaran atau tayangan yang bisa ditonton atau didengar,” kata Yos Kolo.

Lebih lanjut dikatakan Yos Kolo, jika ada pengaduan yang masuk ke KPID Provinsi NTT, tentu akan ditindaklanjuti.

“Jika lembaga penyiaran tersebut terbukti melakukan kesalahan seperti yang diadukan, maka akan diberikan teguran tertulis,” jelas Yos Kolo.

Dan bila hal tersebut masih tetap dilakukan lembaga penyiaran tersebut, ujar Yos Kolo, tentu akan diberikan sanksi secara bertahap, bukan tidak mungkin program siaran akan dicabut izinnya.

Diakui Yos Kolo, pada akhir kegiatan akan dibentuk Komunitas Literasi Media yang anggotanya para guru, untuk bisa melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Red dari beritabuana.co

 

Kendari - Sebanyak 21 peserta calon anggota komisioner Komisi Penyiaran Informasi Daerah (KPID) Sulawesi Tenggara (Sultra) termasuk tiga orang  petahana nenjalani tes kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang diselenggarakan anggota Komisi I DPRD setempat.

Pantauan di Sekretariat DPRD Sultra, tempat calon anggota KPID menjalani tes di Kendari Senin, sebanyak enam tim penguji yang dari Komisi I DPRD Sultra itu nampak kejauhan menerima peserta yang silih berganti untuk diuji dengan berbagai pertanyaan yang sudah disiapkan tim.

Salah satu anggota penguji dari Komisi I DPRD Sultra, H Abustam mengatakan, waktu yang diberikan bagi setiap peserta oleh tim penguji terkait pertanyaan yang diberikan tidak menentu.

"Terkadang ada peserta diberi pertanyaan lalu dijawab bisa membutuhkan waktu 10 hingga 15 menit, tetapi ada juga yang lebih dari itu. Tergantung serumit apa yang diberikan oleh masing-masing tim yang mengujinya," katanya.

Politisi Partai Gerindra Sultra dua periode di DPRD Sultra itu tidak menyebutkan secara detail materi apa saja yang diujikan bagi setiap peserta, namun mengatakan

bahwa calon peserta KPID yang menguasai terkait undang-undang penyiaran, peran KPID dan lainnya tentu tidak sulit untuk memberi jawaban yang tepat dan sesuai yang kita inginkan.

Hal Senada diungkapkan tim penguji lainnya, H Nur Sinapoy mengatakan, dengan waktu yang tidak membatasi bagi peserta, maka proses uji kepatutan dan kelayakan bagi setiap calon yang semestinya satu hari, bisa molor hingga dua hari ke depan.

"Yang pasti bahwa untuk hari pertama peserta yang ikut fit and proper test, dimungkinkan baru 10 orang yang bisa selesai hari ini. Artinya separuh dari jumlah yang ikut itu akan diselesaikan pada Selasa (10/12)," ujarnya.

Sebelumnya, anggota Tim Seleksi KPID Sultra, Yusrianto yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, dari 21 calon anggota KPID yang menjalani tes fit kelayakan dan kepatutan oleh anggota Komisi I DPRD Sultra itu, nantinya akan digugurkan setengah dari jumlah yang ada saat ini.

"Kewenangan Pansel KPID hanya sampai pada tes wawancara, sedangkan yang menentukan 10 besar dari tujuh calon anggota yang diambil adalah kewenangan dari tim seleksi Komisi I DPRD Sultra dengan tetap saling berkoordinasi dengan Pansel," ujarnya seraya menambahkan bahwa sesuai jadwal, penentuan pengumuman tujuh anggota KPID terpilih dijadwalkan pada tanggal 10 atau 11 Desember 2019. Red dari ANTARA

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.