Denpasar - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali telah menyeleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali. Berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang digelar pada Senin (17/2/2025), sebanyak tujuh orang terpilih sebagai anggota KPID Bali periode 2024-2027.

Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Budiutama menyatakan bahwa ketujuh anggota terpilih telah memenuhi kriteria yang ditetapkan.

"Kriteria penilaiannya keterampilan komunikasi, kedalaman wawasan, pengalaman manajerial, dan pendidikan," kata Budiutama kepada detikBali, Selasa (18/2/2025).

Budiutama menjelaskan anggota terpilih akan diusulkan ke pimpinan DPRD Bali dan Gubernur Bali untuk ditetapkan dan dilantik sebagai anggota definitif.

Politikus PDI Perjuangan itu berharap KPID Bali dapat menjalankan fungsi pengawasan yang ketat di tengah pesatnya perkembangan digitalisasi penyiaran saat ini.

"Baik kepada pihak penyelenggara penyiaran, publik, swasta, komunitas, dan berlangganan," ujar Budiutama.

Selain itu, ia juga berharap KPID Bali mampu merumuskan kebijakan strategis untuk meningkatkan mutu siaran yang kompetitif, mendidik, dan menghibur.

Dari tujuh anggota terpilih, lima di antaranya merupakan petahana. Berikut daftar nama beserta nilai mereka:

I Gede Agus Astapa (2.930).

I Wayan Suyadnya (2.891).

I Gusti Putu Putra Mahardika (2.877).

I Gusti Agung Gede Agung Widiana Kepakisan (2.867).

Nyoman Adi Sukerno (2.864).

Ida Bagus Gde Yogi Jenana Putra (2.813).

Endi Kusmadheni (2.791). Red dari berbagai sumber

 

Surabaya -- Momen peringatan Hari Radio Internasional yang jatuh pada hari ini 13 Februari mengundang berbagai pendapat terkait eksistensi radio di tengah perkembangan jaman dan teknologi yang semakin pesat.

Dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur (KPID Jatim) melalui Ketua KPID Jawa Timur Immanuel Yosua Tjiptosoewarno menilai radio tengah menghadapi tantangan yang nyata.

Kepada RRI Rabu (12/2) Yosua menilai ada beberapa tantangan yang dihadapi insan radio, diantaranya kemudahan akses dan on demand atau sesuai keinginan publik.

Oleh sebab itu Yosua meminta kepada seluruh insan radio untuk memaksimalkan konfergensi media dan beradaptasi sesuai dengan kebutuhan yang di harapkan oleh publik.

“Memang tak dapat dipungkiri keberadaan radio saat ini sedang menghadapi tantangan. Radio harus memanfaatkan multiplatform,” kata Yosua.

Yosua yakin dengan metamorfosis dan pemanfaatan multiplatform oleh seluruh insan radio akan mampu menjaga eksistensi keberadaan radio ditengah-tengah masyarakat. 

“Masyarakat cenderung memilih apapun yang mereka ingin, radio harus bisa memfasilitasi hal itu, memang harus memaksimalkan platform on demain,” ujarnya.

Sehubungan dengan tema Hari Radio Sedunia 2025 yaitu "Radio dan Perubahan Iklim", diharapkan radio bisa menjadi motor utama dalam gerakan untuk menjaga lingkungan. Red dari berbagai sumber

 

 

Pekalongan -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah menggelar rapat koordinasi dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) se-Jawa Tengah, di Aula Kantor KPID setempat, Kamis (13/2/2025). Rakor bertujuan untuk menyamakan pemahaman tata kelola LPPL di 35 kabupaten/ kota.

Rakor ini diselenggarakan sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi LPPL di Jawa Tengah. Hal tersebut diungkapkan Ketua KPID Provinsi Jawa Tengah, Muhammad Aulia Assyahiddin,

Adanya Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Bupati (Perbub) mapun  Peraturan Walikota (Perwal)  tidak sesuai dengan rujukan aturan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2005 tentang pengelolaan LPPL menjadi alasan digelarnya rakor ini.

"Forum ini diharapkan dapat memperoleh masukan dari masing-masing daerah agar pengelolaan LPPL lebih selaras dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain untuk menyelesaikan pemahaman aturan Lembaga Penyiaran Publik Lokal, dari segi struktur, pengelolaan, maupun pembiayaan," katanya.

Ditambahkan Aulia, di Jawa Tengah masih banyak LPPL yang beranggapan tidak boleh menerima iklan, padahal hal tersebut merupakan pemahaman yang keliru. Justru, menurut regulasi yang berlaku, LPPL diperbolehkan menerima iklan, dan jika menolak iklan secara mutlak, dapat dianggap melanggar undang-undang.

"KPID Jateng menyarankan agar dalam peraturan daerah (Perda) atau peraturan bupati (Perbup), hanya honor dewan pengawas yang diatur. Sementara , honor direksi sebaiknya ditetapkan melalui surat keputusan (SK) dewan pengawas agar tidak menimbulkan kendala dalam implementasinya," terangnya.

KPID Jawa Tengah juga siap untuk membantu sinkronisasi atau revisi regulasi terkait LPPL di masing-masing kabupaten/kota guna memastikan keselarasan dengan aturan yang lebih tinggi. Bahkan, KPID Jateng siap dilibatkan dalam proses seleksi dewan pengawas LPPL agar pengelolaannya semakin profesional dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Senada, Komisioner KPID Jateng, Intan Nur Laili mengatakan, tata kelola LPPL berdasarkan regulasi, termasuk UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Selain itu juga PP No. 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Publik, serta PP No. 17 Tahun 2024 merupakan revisi atas peraturan sebelumnya.

"LPPL harus berbadan hukum, didirikan oleh pemerintah daerah, serta dapat berbentuk televisi atau radio. Selain itu, LPPL hanya boleh berjaringan dengan TVRI dan RRI serta harus bersifat independen, netral, dan tidak komersial, dengan fokus pada layanan kepentingan masyarakat," ucapnya. Red dari berbagai sumber

 

 

Kediri -- Di tengah gempuran media digital dan platform streaming, eksistensi radio kian dipertanyakan. Immanuel Yosua T., selaku Ketua KPID Jawa Timur sekaligus Koordinator Mitra Publik Broadcasting Watch (MPBC), menegaskan bahwa kondisi radio saat ini 'tidak baik-baik saja'.

“Radio seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Namun, dalam konteks perkembangan media baru, radio justru masih tertinggal dibandingkan dengan platform digital lainnya,” ucapnya, dalam diskusi mengenai masa depan industri radio di era disrupsi media.

Meskipun begitu, Yosua menekankan bahwa radio tetap memiliki peran krusial dalam pemenuhan hak asasi manusia, khususnya dalam memberikan akses informasi yang merata bagi masyarakat. “Radio masih sangat penting bagi publik, terutama di daerah-daerah yang akses internetnya terbatas. Sayangnya, perhatian pemerintah terhadap industri radio masih kurang serius,” katanya.

Seiring berkembangnya teknologi, tren konsumsi media pun berubah. Data dan riset terbaru diperlukan untuk melihat bagaimana pola pendengar radio dalam beberapa tahun terakhir. Meski persaingan dengan media digital semakin ketat, radio masih memiliki audiens setianya, terutama dengan segmentasi yang relevan di berbagai daerah di Indonesia.

“Radio sebenarnya punya ruang sendiri. Inovasi seperti radio berbasis internet, streaming radio, dan podcasting awalnya adalah wilayah radio. Namun, kini formatnya berkembang dengan tambahan elemen audio visual. Radio harus mampu beradaptasi dengan tren ini agar tetap relevan,” ujarnya.

Di sisi lain, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur terus berupaya mendukung keberlangsungan radio di tengah tantangan efisiensi anggaran. KPID telah berkoordinasi dengan Komisi VII DPR RI untuk membahas kebijakan terbaru dalam mempertahankan eksistensi radio, terutama dalam menghadapi tekanan ekonomi dan perubahan perilaku audiens.

Tak lupa Ia juga mengucapkan harapan besarnya pada peringatan hari radio sedunia yang diperingati setiap tanggal 13 Februari setiap tahunnya. Meskipun menghadapi tantangan besar, Yosua tetap optimistis bahwa radio masih memiliki masa depan di Indonesia. “Insan radio harus terus menjaga proximity dan kearifan lokal. Apapun keadaannya, pasti ada harapan,” ujarnya.

Radio bukan sekadar media hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya dan komunikasi publik. Dengan inovasi dan strategi yang tepat, industri radio masih bisa bertahan dan berkembang di era digital, menjangkau lebih banyak pendengar dengan cara yang lebih modern dan interaktif. Red dari berbagai sumber

 

 

Ternate -- Memperingati Hari Radio Sedunia pada 13 Februari 2025, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku Utara, Alwi Sagaf Alhadar berharap adanya pendampingan dari pemerintah daerah untuk menghidupkan kembali radio lokal yang semakin tergerus.

Menurut Alwi, meskipun media radio masih sangat eksis di banyak daerah, kondisi di Maluku Utara justru sebaliknya. Karena itu, ia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendukung keberlanjutan radio lokal.

"Pada 2014, kami pernah mengusulkan kepada beberapa bupati di Maluku Utara untuk menghidupkan radio lokal dengan pembiayaan dari pemerintah termasuk membagikan radio kepada petani, nelayan, dan masyarakat umum. Namun usulan tersebut tidak ditanggapi. Kami berharap Gubernur Maluku Utara bisa mendukung radio lokal," ujar Alwi, Kamis (13/2/2025).

Ia menambahkan bahwa radio memiliki keunggulan dibandingkan media lain karena tidak memerlukan ruang dan waktu tertentu untuk diakses oleh masyarakat. Hal ini  juga menjadi nilai lebih dibandingkan media lain yang membutuhkan proses produksi panjang sebelum ditayangkan.

Alwi menjelaskan bahwa KPID Malut hadir sejak 2012, ketika jumlah radio lokal masih cukup banyak, sekitar 7-8 stasiun. Namun, dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, jumlahnya terus menurun, terutama sejak penetrasi internet semakin meluas di Maluku Utara.

“Pada tahun 2025 hanya tersisa 3 stasiun radio lokal di Ternate dan 2 di Tobelo, sementara RRI Ternate masih tetap eksis hingga kini,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa radio lokal yang masih bertahan sebaiknya mengikuti perkembangan zaman dengan beralih dari format audio ke visual. 

“Sehingga masyarakat tidak hanya mendengar tetapi juga dapat menyaksikan langsung siaran berita dan kontennya,” kata Alwi, mengakhiri. Red dari berbagai sumber

 

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.