Mataram – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI terus gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mensukseskan program migrasi TV Analog ke TV Digital.

Berbagai langkah dan sinergi dilakukan untuk mesukseskan program migrasi TV Analog ke TV Digital. Kali ini bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) menggelar acara Webinar Sosialisasi Program Bantuan Set Top Box (STB) Jum’at 17 Juni 2022

Kegiatan yang dilaksanakan secara daring menggunakan aplikasi meeting conference Zoom dan disiarkan pula secara live streaming.

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Yusharto Huntoyungo mengatakan acara ini sebagai tindak lanjut dukungan program pemberian bantuan STB kepada masyarakat.

Webinar bertujuan untuk memperkuat koordinasi pemerintah dalam hal tersedianya data penerima bantuan yang bersumber dari 341 kabupaten/kota.

“Pelaksanaan sosialisasi ini merupakan bagian dari fungsi Kemendagri secara koordinatif, agar bisa membantu berbagai urusan penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga agar dapat terkoordinasi ditingkat pemerintah provinsi atau kabupaten kota bahkan hingga di tingkat desa,” jelas Yusharto.

Yusharto memaparkan dalam hal merealisasikan program ini pemerintah menargetkan penyelesaian pendataan penerima bantuan STB dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk migrasi siaran analog ke digital yang direncanakan 3 (tiga) minggu terhitung mulai tanggal 14 Juni 2022 dengan melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa.

“Harapannya, dari sosialisasi dapat membangun komitmen bersama dalam rangka Program Penerima Bantuan STB dan terinformasikannya kebijakan kepada seluruh Pemerintah Daerah, meningkatkan sinergi dan kolaborasi seluruh pihak terutama dalam percepatan pelaksanaan verifikasi data penerima bantuan program STB,” tuturnya

Terpisah, Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah meminta Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB memasifkan sosialisasi migrasi penyiaran digital dari TV analog ke siaran TV digital atau disebut Analog Switch-Off (ASO).

“Agar masyarakat benar-benar paham program migrasi TV digital ke arah yang lebih berkualitas,” tuturnya

“Masih ada banyak waktu untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar bersiap menerima perubahan tentang penyiaran digital,” tutur Rohmi

Ia berharap migrasi yang diawali dengan sistem penyiaran TV digital atau ASO serentak yang selama ini digunakan masyarakat harus dipersiapkan dengan pemetaan daerah yang jelas.

“Perubahan frekuensi digital tersebut mengharuskan setiap rumah tangga mengganti piranti penangkap sinyal antena (analog) dengan set top box (digital),” kata Rohmi

Ia mengingatkan, KPID dan Diskominfotik NTB terus melakukan pemetaan agar distribusi set top box gratis dari Kementerian Komunikasi dan Informasi dapat tepat sasaran karena jumlahnya terbatas.

Sementara, Ketua KPID NTB Ajeng Roslinda Motimori set top box yang disiapkan pemerintah bisa tetap sasaran. Pihaknya bekerja sama dengan beberapa stakeholder untuk program literasi media.

“Konten literasinya terkait migrasi digital dan konten siaran lokal sehat dan bermanfaat yang akan diproduksi oleh masyarakat,” cetus Ajeng. Red dari metrontb.com

Padang -- Kondisi radio di Provinsi Sumatera Barat mengalami masa suram. Apalagi sejak pandemi Covid-19 melanda, pembatasan anggaran publikasi dan sosialisasi Pemerintah Daerah ataupun swasta menyebabkan iklan yang menjadi hidupnya media (radio) semakin sulit diperoleh.-

Jurnalis Ekonomi Sumbar, Two Efly, mengatakan radio masih tetap ada, bagi mereka yang tidak punya banyak waktu untuk membaca berita, radio selalu menjadi pilihan untuk mendapatkan kabar.

"Pedagang misalnya, mereka tak sempat untuk membaca. Tentunya mereka ingin tetap mendapatkan informasi dari apa yang didengar. Bagaimana radio menyuguhkan konten yang sesuai dan menarik, sangat menentukan," sebutnya di Padang, Selasa (7/6/2022).

Ia mencontohkan, radio bisa masuk ke segmen berita dari Pasar Raya Padang dengan menyuguhkan informasi perkembangan harga sembako. Bagi pembeli yang akan berbelanja, itu sangat penting. Konten-konten ringan seperti ini diperlukan menyesuaikan kebutuhan informasi dari pendengar.

"Intinya menjaga konten untuk dihantarkan ke telinga pendengarnya. Seperti Radio Elshinta yang masih eksis di Jakarta karena mengabarkan informasi lalulintas, titik kemacetan dan kebutuhan informasi bagi mereka yang berkendara. Kenapa radio di Padang atau Sumbar tidak mengabarkan hal serupa, sebab radio tidak hanya bisa di dengar di mobil, tapi juga di gadget," ungkapnya.

Ia menyebutkan core bisnis dari industri media itu harusnya diketahui pemilik radio di Sumbar. Sebab selera masyarakat untuk mendapatkan informasi sudah bergeser.

"Dulu ada istilah, kalau belum baca koran belum mengetahui berita. Namun muncul media online yang beritanya bisa diakses dan dibaca dari gadget, ini ikut berdampak ke koran. Sehingga koran dituntut melakukan inovasi agar pasarnya tetap ada" ungkapnya.

Disampaikannya, radio di Sumbar belum menemukan pasarnya. Mereka malah memaksa pendengarnya mengikuti segmen yang mereka inginkan, bukan yang pendengar inginkan.

"Radio harus mengenali segmenya. Selera pendengar sekarang dengan yang dulu banyak komunitas radio tentu berbeda. Begitu kuatnya radio di masa lampau, sehingga ada utang hilang kalau tak mendengar radio. Nah, bagaimana untuk eksis, radio harus mengkaji segmennya saat ini mendekatkan dengan selera pasar," terangnya.

Jejeng Azwardi, salah seorang pengusaha radio di Sumbar menyebutkan radio di Sumbar beberapa tahun terakhir mengalami masa suram. Bahkan akibat pandemi, banyak yang berada di titik nol.

"Lumpuhnya ekonomi akibat Covid-19 menyebabkan semua berdampak, termasuk radio. Semuanya serba susah, kita hidupnya dari iklan. Sementara pemerintah dan swasta melakukan efiensi anggaran untuk bersosialiasi," beber GM Arbes FM tersebut.

"Kita berharap setelah pandemi, kondisi kembali pulih. Sebab radio punya segmen sendiri, kita tidak boleh pesimis menganggap media lainnya saingan," jelasnya.

Ia menuturkan, radio Arbes FM misalnya saat mati lampu banyak pendengar menelpon. Itu menjadi bukti radio masih didengar. Sehingga relasi masih tetap pasang iklan di Arbes meskipun mereka juga pasang iklan di media sosial atau media lainnya.

"Menyiapkan segmen yang sesuai itu selalu kita sampaikan. Di tingkat nasional, forum diskusi radio itu sering dibahas. Namun ditingkat lokal kita tergolong lambat membahasnya. Harapannya KPID Sumbar dapat memotori sebab radio di Sumbar belum kompak," ujarnya.

Selain itu, ia menyebutkan radio juga dituntut tetap profesional dalam bermedia. Radio Arbes FM yang mulai berdiri sejak 1 Mei 1972, pamornya di nasional sampai sekarang masih bagus, sehingga bagi relasi yang ingin memasang iklan masih menjadikannya pilihan pertama.

"Kita bisa dijual oleh biro iklan, siapa yang lengkap tentu yang dipilih. Manajemen harus kuat. Teman-teman radio mesti bergandengan tangan, tetap hidup, tetap punya pasar. Pemerintah juga ikut mendorong agar radio tetap ada dan didengar," bebernya.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumbar Dasrul menyebutkan radio merupakan perusahaan pers yang legal, jangan menjadikan media online, koran atau televisi saingan karena pasarnya berbeda.

"KPID akan mengayomi dan mendorong agar bisnis radio di Sumbar tetap berjalan dan dapat semakin mengalami kemajuan dengan edukasi yang diberikan. Dalam waktu dekat kita bakal mengadakan pertemuan dengan para pemilik radio di Sumbar," ujarnya.

Ia mengungkapkan, meskipun ada beberapa radio yang hilang namun juga ada muncul yang baru. Saat ini terdapat 88 radio di Sumbar. Terdiri dari LPP 3, swasta 68, LPK 4, radio berbasis blog 8 dan LPK yang dikelola Kominfo 5.

"Rinciannya sebaran radio di Sumbar tersebut, di Padang 31, Padangpariaman 3, Pariamam 2, Padangpanjang 3 ,Bukitttinggi 8, Tanahdatar 6, Payakumnuh 3, Limapuluh kota 3,Pasaman Barat 5. Pasaman 1, Kota Solok 2, Kabupaten Solok 2, Solok Selatan 1, Sawahlunto 1, Sijunjung 5, Dharmasraya 4, Pessel 4, Mentawai 1 dan Agam 1 radio, " terangnya menjelaskan. Red dari binews.id 

Bengkulu – Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, meminta Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) menyiapkan strategi untuk menjaga eksistensi media penyiaran dan surat kabar.

Menurut Rohidin, media penyiaran mulai banyak ditinggalkan oleh konsumen, baik media radio dan televisi. Kini masyarakat mulai beralih ke media online atau media baru.

“Bagaimana agar media ‘mainstream’ ini eksistensinya ada misalnya radio, jangan sampai habis, mati semua, harus ada pembinaan. Misalnya kerja sama antara radio dan pasar agar iklan tetap jalan, dengan institusi pemerintah, maka media mainstream itu dengan adanya media online tidak hilang, itu dibantu oleh KPID,” minta Gubernur Rohidin, Selasa (14/06/2022).

Gubernur Rohidin juga meminta agar KPID dapat merangkul media, dengan membuat program – program pemberdayaan media.

“Buat kegiatan yang memberdayakan teman – teman awak media, karena KPID mitranya media, awak media dan yang menerima manfaatnya itu masyarakat, dalam rangka mendukung kerja pemerintah walaupun mereka independen,” jelas Gubernur Rohidin.

Terkait dengan akan dilakukannya Analog Switch Off (ASO) atau penghentian siaran TV analog, masyarakat yang masih menggunakan TV analog dapat menikmati siaran televisi digital dengan menggunakan set-top-box (STB), perangkat hanya perlu dicolokkan ke televisi lama saja. Untuk masyarakat miskin, pemerintah menjanjikan akan memberikan STB secara gratis. Red dari Bengkulunews.co.id

 

Airmadidi – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara (KPID Sulut) menggelar kegiatan Literasi Digital di SMA Negeri 1 Airmadidi, Minahasa Utara, Rabu (15/6/2022).

Pengasihan Amisan, S.IP selaku Koordinator Bidang Kelembagaan KPID saat bekali kemampuan literasi digital di SMA N I Airmadidi.

Kegiatan bertajuk ‘Generasi Hebat, Cerdas Memilih Siaran’ yang digagas oleh Bidang kelembagaan ini secara langsung menyasar anak sekolah sebagai sasaran untuk diberikan sosialisasi.

Dalam sambutan pembuka kegiatan, Pengasihan Amisan, S.IP selaku Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Sulut mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi agar mampu membendung dampak-dampak negatif dari konten siaran yang bisa kita akses dengan mudah ketika kita menggunakan perangkat digital.

Merlyn Watulangkow, SH menyampaikan materinya berjudul ‘Media sosial sudah seperti kehidupan sehari-hari’ dalam materi tersebut ditekankan tentang dampak apa saja yang didapatkan ketika media sosial sudah jadi kehidupan sehari-hari.

“Jadi ada 2 dampak yang bisa kalian dapatkan dari penggunaan perangkat digital yaitu positif contohnya mudah mendapatkan informasi dan bisa untuk menambah wawasan serta dampak negatif seperti kecanduan, kesehatan fisik dan mental yang bisa terganggu,” jelas Watulangkow.

“Dari media sosial kalian juga bisa menjadi pribadi yang inovatif karena banyak informasi yang bisa memicu kalian untuk berpikir kreatif dan bisa menciptakan hal-hal baru,” sambungnya.

Sementara itu, Meilany Rauw, SE dalam materinya menekankan soal Etika, Resistensi, Alami dalam Transformasi Digital, yang dimana kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologu akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.

“Sehingga etika penting untuk membuat para pengguna media sosial mengalami komunikasi sebagai suatu dunia yang meneguhkan kebersamaan mereka sebagai digital citizens,” jelas Rauw.

Selaku kepala sekolah SMAN 1 Airmadidi, Dra. Cherly Matheus memberikan respon baik serta memberikan tanggapan mengenai kegiatan yang dilakukan KPID Sulut terlebih khusus bidang kelembagaan.

“Kami menyambut baik kegiatan ini, karena sangat bermanfaat, apalagi materi yang dipaparkan sangat berguna terlebih khusus untuk siswa yang hadir, karana di era digital ini, pengetahuan tentang digitalisasi akan membantu mereka menjadi lebih berkembang serta bisa menjadi orang-orang sukses dengan memanfaatkan digitalisasi,” ungkapnya. Red dari Manadoonline

Surabaya – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, Sundari, mengajak anak muda mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, anak muda, terutama mahasiswa, diajak memviralkan Pancasila di media sosial.

“Jangan sampai, media sosial kita hanya dipenuhi hoax dan ujaran kebencian. Nilai Pancasila perlu diviralkan untuk melawan konten-konten negatif,” kata Ndari dalam diskusi publik berjudul ‘Teladan dan Pembumian Pancasila dalam Bingkai Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya, Sabtu (11/6/2022).

Koordinator Bidang Isi Siaran KPID Jatim ini mengatakan saat ini banyak orang yang membuat konten dengan tujuan memecah belah masyarakat. Konten di media sosial ini memang bukan ranah KPI untuk mengawasi dan menindak. Tapi bila menjadi viral, konten hoax dan ujaran kebencian seringkali diberitakan di media massa arus utama, termasuk televisi dan radio.

“KPI dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dibuat dengan panduan Pancasila, selalu memastikan lembaga penyiaran agar membuat berita yang berimbang dan baik untuk kepentingan masyarakat termasuk bila berita itu bersumber dari media sosial,” kata Ndari.

Ndari menjelaskan bahwa memviralkan nilai-nilai Pancasila di media sosial penting agar media massa juga ikut membuat berita tentang tersebut. Selain itu, ujar Ndari, sesuatu yang viral di media sosial akan mudah menarik perhatian anak muda, terutama generasi Z dan alfa .

Menurut Ndari, ini akan membuat pembelajaran nilai Pancasila lebih menyenangkan. “Mari kita viralkan Pancasila dengan cara kreatif dan menyenangkan,” pungkasnya. Red dari beritajatim.com

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.