- Detail
- Dilihat: 15984
Kendari - Masyarakat saat ini memiliki kecenderungan tidak aktif bersuara saat menemukan program-program siaran yang buruk. Sehingga “mayoritas diam” yang dilakukan masyarakat diasumsikan industri penyiaran sebagai bentuk persetujuan terhadap berbagai rupa siaran yang sebenarnya tidak bermutu. Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, menyampaikan hal tersebut dalam acara Training of Trainers (ToT) Literasi Media di Kendari (12-14/5).
Padahal, tambah Imam, seharusnya masyarakat merasa terhina ketika tayangan buruk yang muncul baik di televisi dan radio dinilai sebagai selera rata-rata masyarakat Indonesia. “Apakah kita tidak terhina selera kita disamakan dengan tayangan yang punya rating tinggi tapi kualitasnya seperti sekarang?”, tanya Imam. Untuk itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus terus mengajak masyarakat senantiasa menyuarakan pendapat mereka terhadap muatan tayangan, sehingga industri penyiaran dapat berbenah diri lewat masukan tersebut.
Masyarakat, ujar Imam, merupakan pemegang kedaulatan frekwensi. Karenanya harus bisa menyuarakan aspirasi mereka terhadap isi siaran, termasuk juga dalam segmen jurnalistik. Imam yang pernah menjadi Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) ini menegaskan bahwa produk berkualitas di televisi sangat mungkin untuk muncul lewat daya kreatif yang tinggi. Sehingga tidak ada alasan menampilkan program siaran bermutu rendah dengan alasan selera pasar. “Hanya orang-orang yang bodoh yang menguasai pasar dengan produk-produk buruk”, ujarnya.
Imam mencontohkan dari segi berita. Selama ini banyak yang menganggap bad news is a good news, padahal good news is a good news as well. “Masyarakat kita juga sangat mengapresiasi berita-berita baik”, paparnya. Berita tentang prestasi, nasionalisme, kemanusiaan, merupakan hal-hal baik yang mendapatkan sambutan positif dari masyarakat.
Sementara itu, komisioner KPI Pusat Danang Sangga Buwana ikut menjadi pembicara tentang prinsip-prinsip kerja proses penyiaran. Dalam pemaparannya, Danang menyampaikan logika yang digunakan industri dalam menilai sebuah tayangan televisi. Dirinya mencontohkan beberapa tayangan yang mendapatkan sanksi dari KPI, namun tetap dipertahankan oleh lembaga penyiaran. “Alasannya adalah tingkat kepemirsaan yang tinggi”, ujar Danang.
Tingginya rating, menurut Danang, berimplikasi pada pemasukan yang diperoleh industri penyiaran dari sebuah program. Dirinya juga mengilustrasikan selisih antara pemasukan dan pendapatan yang didapat industri penyiaran dari program infotainmen. “Dari pengeluaran yang kecil, industri mendapatkan pemasukan yang besar lewat iklan yang didapat infotainment”, ujarnya. Ini pula yang menjadikan program infotainment tersebar di banyak waktu siaran.
Dalam ToT kali ini peserta dihadiri oleh perwakilan KPI Daerah dari kawasan timur Indonesia serta tokoh-tokoh masyarakat di Kendari. Diantara tokoh masyarakat Kendari yang hadir yakni Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Tenggara, Lembaga Bantuan Hukum Kendari, Gerakan Pemuda Anshor Sulawesi Tenggara, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, dan Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi.