2017 / 835979 Views

Di penghujung Maret tahun 1927, tepatnya di Istana Mangkunegara Surakarta (Solo), Sri Mangkunegoro VII dan Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Timur mendengarkan siaran langsung radio yang berisi pidato Ratu Wilhemina dari Kota Eindhoven, Belanda. Siaran itu membuat orang yang berada di istana Mangkunegara terkesima.

Sepuluh tahun berlalu, tepatnya pada 28 Desember 1936, Ratu Wilhelmina dan tamu undangan lainnya di Istana Noordiende Belanda, pertamakali mendengarkan siaran langsung radio dari Solo-Indonesia, berupa siaran gamela Jawa untuk mengiringi tarian Budaya Serimpi yang dibawakan oleh Gusti Nurul, putri Sri Mangkunegoro VII. Dan, giliran Ratu Belanda yang terkesima.

Siaran langsung radio ke negeri Belanda bisa dilakukan saat itu setelah terbentuknya sistem penyiaran radio milik bangsa Indonesia yang dirintis oleh Sri Mangkunegoro VII dengan mendirikan Solosche Radio Vereeniging (SRV) pada 1 April 1933 di Solo. Kerja keras tersebut kemudian membentuk organisasi bernama Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK), sebuah asosiasi penyiaran nasional pertama di Indonesia yang berdiri 28 Maret 1937.

Almarhum Gesang adalah salah satu saksi awal perkembangan penyiaran di Indonesia, sekaligus produk hadirnya SRV di tengah masyarakat. Gesang pertama kalinya mengubah lagunya pada tahun 1934 pada usia 20 tahun. Hadirnya SRV saat itu benar-benar mampu membangkitkan seni dan budaya timur. Gesang dan teman-temannya pada tahun 1930-an adalah pemusik kelas amatir yang berlatih dengan peralatan sederhana dan mendapat kehormatan untuk dapat bersiaran di SRV. Lagu bengawan solo (1940) juga dipopulerkan melalui SRV.  Radio saat itu hadir sebagai pengenalan seni Jawa, tapi secara langsung  juga sebagai bentuk “perang budaya” (Barat dan Timur).

Berdirinya Solosche Radio Vereeniging (SRV) pada 1 April 1933 dinilai sebagai awal kelahiran penyiaran di Indonesia. Penetapan tanggal tersebut sangat beralasan karena tak ada satu pun lembaga penyiaran yang berdiri saat itu atas prakarsa putra bangsa selain SRV.  

Berbagai pertanyaan tentang sejarah panjang penyiaran di Indonesia sempat di bahas dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) se-Indonesia di Solo pada 2009. Hari Wiryawan, Anggota KPID Jateng saat itu, menjadi salah satu tokoh penggagas kelahiran Hasiarnas. Rakornas KPI saat itu menyetujui tanggal 1 April menjadi Hari Penyiaran Nasional. 

Setahun kemudian, tepatnya pada 1 April 2010. Deklarasi Hari Penyiaran Nasional untuk kali pertama di lakukan di kota Solo. Pada saat itu, Presiden Joko Widodo yang masih menjabat sebagai Walikota Solo, ikut mendeklarasikan kelahiran Harsiarnas di Pendapa Gede Balaikota Solo. 

Dan sekarang, setiap tahun di tanggal 1 April, diperingati HARSIARNAS (Hari Penyiaran Nasional). Pada 1 april 2017 ini, akan diperingati Harsiarnas ke-84 (1933-2017). Peringatan Hari Penyiaran Nasional akan dilangsungkan di Provinsi Bengkulu. Rencananya, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, akan hadir dalam peringatan Harsiarnas di Bengkulu. ***

Related Videos

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.