Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah dan Hardly Stefano, menerima kunjungan kerja Komisi I DPRR Provinsi Bengkulu di Kantor KPI Pusat, Jumat (19/6/2020). Foto: Agung Rahmadiansyah
Jakarta -- Anggaran KPID yang saat ini bergantung dari dana hibah pemerintah daerah (pemda) acap kali menjadi persoalan di sejumlah daerah. Dana hibah yang kadang terlambat turun, menyebabkan operasional dan kegiatan KPID termasuk gaji Komisioner jadi ikutan mandek. Bahkan, ada KPID yang listrik kantornya dicabut PLN lantaran menunggak.
Berbagai opsi telah dicoba KPI agar problematika klasik ini dapat teratasi. Namun lagi-lagi, karena ini hibah yang bergantung kemurahan hati pemerintah daerah, masalah ini belum sepenuhnya terselesaikan. Solusi yang mungkin menyelesaikan sengkarut ini yakni dengan mencantolkan pembiayaan KPID di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dan, ini sangat bergantung hasil revisi dari Undang-undang Penyiaran yang mulai dibahas Komisi I DPR RI.
Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menilai jalan terbaik yang dapat menyudahi persoalan angaran KPID melalui penganggaran terpusat alias APBN. Namun semua itu bisa terwujud jika perubahan UU Penyiaran mengakomodasi harapan tersebut.
“Kami akan menyampaikan masalah ini ke Komisi I DPR dalam usulan RUU Penyiaran. Karena kami juga menginginkan seperti itu. Dengan pembiayaan melalui APBN maka KPID akan mendapatkan kepastian dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Namun, Undang-undang sekarang belum bisa sehingga harus menunggu revisi Undang-undang Penyiaran. Kami akan menyampaikan ke DPR agar Undang-undang ini segera disahkan dan anggaran bisa dari pusat,” kata Nuning saat menerima kunjungan Anggota DPRD Provinsi Bengkulu yang menjadi penerimaan kunjungan pertama di masa Covid-19 dengan protokol kesehatan, Jumat (19/6/2020).
Meskipun mengalami kesulitan anggaran, Nuning mengapresiasi kerja KPID Bengkulu yang tetap menjalankan tugas dan fungsinya melakukan literasi terkait covid dan sosialisasi pengawasan kampanye di lembaga penyiaran saat Pilkada 2020. “Memang gaungnya kurang massif didengar di Bengkulu, mungkin disebabkan juga karena belum ada dukungan anggaran,” tuturnya.
Terkait gelaran Pilkada yang akan bergulir di penghujung tahun ini, Nuning mengingatkan peran sentral KPID mengawasi siaran politik di lembaga penyiaran, TV maupun radio. Menurutnya, pengawasan penyiaran Pilkada oleh KPID di setiap daerah sebuah keniscayaan. “Ini juga dapat mencegah adanya kampanye liar di lembaga penyiaran,” tambahnya.
Pentingnya keberadaan KPID turut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano. Menurutnya, KPID tidak hanya untuk mengawasi konten televisi dan radio lokal agar selaras aturan, tapi juga mengawasi keseimbangan pemberitaan atau iklan kampanye di lembaga penyiaran selama masa Pilkada.
“Kampanye di masa covid akan banyak di media penyiaran. Disitulah peran KPID untuk menjaga hal itu seimbang,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Hardly menyampaikan tentang pentingnya kegiatan literasi agar masyarakat menjadi cerdas dan kritis terhadap media termasuk media baru. Menurutnya, masyarakat butuh referensi siaran yang baik dan berkualitas di lembaga penyiaran. Selain itu, lanjutnya, media penyiaran dapat menjadi media penjernih disinformasi yang terjadi di media online.
“DPRD dapat menjadi bagian dari literasi media, sehingga pesan dari kegiatan tersebut dapat tersampaikan dengan lebih baik kepada masyarakat. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih atas dukungan dan juga bantuan DPRD untuk KPID Bengkulu,” tutur Hardly.
Di awal kunjungan, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Sri Rejeki, menyampaikan proses seleksi calon Anggota KPID. Dia juga mengungkapkan perhatian eksekutif yang setengah hati untuk KPID karena dianggap kurang penting sehingga program prioritas lembaga tersebut terkendala. “Kami ingin KPID itu tetap eksis dan alangkah baiknya jika KPI Pusat mengusulkan anggaran KPID dari pusat supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan,” ujarnya. ***