Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) berharap peluang usaha radio pada frekuensi FM yang dibuka oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memperhatikan tingkat keekonomian daerah. Harapan itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, disela-sela Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Implementasi Permenkominfo No.18 tahun 2016 dalam Menghadapi Peluang Usaha Penyelenggaraan Penyiaran” di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).

Agung beralasan saat ini bisnis radio kondisinya sedang decline atau turun di tengah digitalisasi media.  “Jangan sampai peluang usaha yang dibuka Kemenkominfo menjadi mubazir atau dimiliki oleh pihak swasta yang tidak serius untuk mengembangkan bisnis radio,” katanya kepada para peserta FGD yang berasal dari KPID, PRSSNI dan JRKI.

Sementara itu, lanjut Agung, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) harus menyeleksi secara ketat para pemohon yang ingin memiliki frekuensi FM ini. Pada titik ini, KPID mempunyai tanggung jawab untuk memberikan rekomendasi kepada pemohon yang mempunyai daya dukung finansial dan konten yang berkualitas.

Menurut Agung, ketatnya seleksi untuk menyaring pemohon yang memang serius menjalankan usaha penyiaran radio. Jangan sampai ketika izin tersebut sudah diperoleh tapi dikemudian hari radionya justru mati di tengah jalan. “Kita tidak ingin mubazir atau jadi sia-sia izin yang sudah diberikan,” katanya.  

Agung Suprio juga menyarankan agar pemerintah provinsi memberikan prasarana dan sarana kepada KPID untuk menunjang kerja KPID dalam proses perizinan, apalagi pada tahun 2018, KPI dan Kemenkominfo sepakat bahwa proses perizinan dalam menyambut peluang usaha memakai e licensing.

Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika.


Sementara itu, di tempat yang sama, Direktur Penyiaran Kemenkominfo, Geryantika mengatakan, pihaknya akan segera menerapkan e licesing awal tahun 2018. Saat itu, proses permohonan izin sudah tidak lagi menggunakan hardcopy semuanya memakai softcopy.

“Mulai Januari nanti sistem permohonan yang lama sudah tidak lagi berlaku. Karena itu, kami harap semua daerah sudah mempersiapkan teknologi untuk mempermudah proses pelayanan ini,” katanya di depan peserta FGD.

Gery menjelaskan, keuntungan sistem ini akan mempercepat proses permohonan izin penyiara. Selain itu, birokasi yang memperlambat pelayanan dipangkas atau jadi lebih pendek. “Sekarang tidak perlu paraf-paraf cukup internal penyiaran sudah jalan, izinnya selembar menggunakan e lisencing. Percepatan e penyiaran ini akan menghilangkan interaksi pemohon dengan pihak yang melayani,” katanya.

Dalam kesempatan diskusi yang dimoderatori Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin. Dalam kesempatan itu, Rahmat berharap penyederhanaan pelayanan perizinan penyiaran ini dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat pemohon. Meskipun begitu, dia meminta Kominfo untuk terus melakukan sosialisasi mengenai system sampai ke daerah. ***

Syahrudin Buyung dari Dirjen PPI Kominfo.

 

Jakarta – Rencana dibukanya peluang usaha penyiaran oleh Kementerian Kominfo membuka harapan pemohon yang telah lama menanti izin siaran. Kesempatan ini juga dapat dimanfaatkan lembaga penyiaran yang ingin mendirikan usahanya di daerah yang belum ada lembaga penyiaran. Pasalnya, Pemerintah cq Kominfo memfokuskan pembukaan peluang usaha penyiaran untuk daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan.

“Kami memprioritaskan daerah-daerah yang belum ada lembaga penyiaran atau blankspot. Hampir separuh peluang usaha yang akan kami release nanti ditujukan untuk daerah-daerah tersebut,” kata Syahrudin Buyung dari Kominfo saat FGD tentang “Implementasi Permenkominfo No.18 tahun 2016 dalam Menghadapi Peluang Usaha Penyelenggaraan Penyiaran” di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).

Menurut Buyung, ada 700 kanal yang akan dibagi ke 200 wilayah layanan siaran. Separuhnya merupakan wilayah blankspot dan daerah itu menjadi wilayah persaingan baru lembaga penyiaran.

“Kami mempertimbangkan sisi ekonominya juga. Misalnya, secara ekonomi di daerah itu hanya ada ada 5 maka kita buka 5 kalau hanya 2 yang eksisting maka hanya 2 yang kami buka. Setiap kabupaten kita reserve sesuai undang-undang untuk RRI kita siapkan 20% setiap daerah untuk keperluan lembaga penyiaran public,” jelas Buyung.

Buyung juga menjawab soal keterlambatan pengumuman peluang usaha karena mempertimbangkan pemetaan kebutuhan untuk keperluan khusus seperti pertahanan dan keamanan. “Kita meminta TNI dan keamanan terkait melakukan kajian dan pemetaan untuk wilayah-wilayah perbatasan,” katanya.

Terkait rekomendasi kelayakan (RK) yang sudah dikeluarkan KPID akan dikembalikan dan harus mengajukan ulang dari awal jika peluang usaha penyiaran dibuka. Menurut Buyung, semua pemohon harus mengikuti dari awal proses yang ada dalam tahapan peluang usaha. ***

Jakarta - Menyongsong penggunaan e-Penyiaran yang mulai berlaku Maret 2017 ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)bersama KPI Pusat terus melakukan koordinasi dalam rangka pemutakhiran data perolehan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Prinsip dan Tetap lembaga penyiaran TV dan Radio. Pemutakhiran data perizinan penyiaran ini sangat penting untuk mempermudah pelayanan kepada publik.

Menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, pemutakhiran data perizinan menjadi keharusan karena kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat dan transparan serta terpercaya. Kecepatan dan transparansi ini merupakan keharusan sekaligus bentuk tanggungjawab negara kepada masyarakat. “KPI dan Kominfo terus memperbaiki kekurangan dari sistem yang berjalan saat ini,” katanya dala rapat yang berlangsung di bilangan Ciputat, Jakarta Selatan, Jumat, 24 Februari 2017.

Selain itu, rapat koordinasi yang dilakukan di Pusat TIK Nasional Kominfo Ciputat ini juga membahas singkronisasi data yang dimiliki oleh kedua institusi tersebut.

Menurut Rahmat, pencocokan data IPP antara KPI dengan Kominfo penting untuk menyediakan basis data yang terpercaya, agar bisa dipakai sebagai acuan pengambilan kebijakan bagi Pemerintah dan regulator, serta acuan data bagi masyarakat.

Kegiatan koordinasi KPI dan Kominfo ini merupakan agenda rutin setiap bulan hingga dihasilkannya data yang baik dan lengkap. ***

 

Jakarta - Badan Legeslasi Dewan Perwakilan Rakyat masih terus membahas Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Penyiaran untuk pengganti UU nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Ada dua hal penting yang masih menjadi perdebatan dalam pembahasan RUU Penyiaran ini, yakni menyangkut single mux dan multi mux.

Terkait permasalahan itu, Komisioner KPI Agung Suprio mengatakan, apa pun yang akan digunakan, single mux atau multi mux harus ada pembatasan dan dikawal dengan baik oleh DPR.

"Kami tetap menggantungkan kepada DPR tentang pilihan single maupun multi mux. Yang jelas masing-masing harus dibatasi single ada pembatasannya. Multi ada pembatasannya," kata Agung di sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu, 21 Oktober 2017.

Agung mengatakan, apabila DPR memilih single mux, maka harus ada pembatasan agar peran pemerintah tidak menjadi lebih dominan. Sebab, potensi untuk mengintervensi stasiun televisi akan lebih besar untuk dilakukan. Seperti bisa melarang menayangkan acara tertentu hingga pencabutan saluran TV swasta secara paksa.

"Single mux pembatasannya pemerintah tidak menjadi dominan," ujarnya.
Sedangkan untuk multi mux, kata Agung, harus dilakukan pembatasan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi dominasi oleh pemilik modal.

"Kalau DPR memilih multi ini mesti ada peraturan turunannya. Misalnya 30 persen dalam saluran mux itu hanya boleh dimiliki oleh pengelola mux. 70 persen itu orang yang tidak berafiliasi dengan pengelola mux. Jadi menghindari adanya kekuatan (dominasi) dari pemilik modal," ujarnya.

Agung menambahkan, penggunaan sistem single mux ataupun multi mux harus ada peraturan turunannya yang mengatur lebih rinci. Baginya, intinya RUU Penyiaran yang akan disahkan oleh DPR harus memperhatikan kepentingan publik.

"Memperhatikan kepentingan publik. Itu intinya," ucapnya. Red dari viva.co.id

Wakil Ketua KPID Sumut Rachmad Karo-Karo (dua dari kiri) didampingi Komisioner Jaramen Purba (paling kiri), Mutia Atiqah (tiga dari kanan) dan Ramses Simanullang (dua dari kanan) foto bersama dengan Pimpinan LPB TV kabel PT Naomi Nauli Sejahtera Sibolga usai melakukan verifikasi faktual, Senin (5/12).

 

Sibolga - Selama dua hari berturut-turut pada 5 - 6 Desember 2016 lalu, empat Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara (Sumut) didampingi staf, melakukan verfikasi faktual terhadap keberadaan Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta untuk jasa penyiaran radio maupun Lembaga Penyiaran Berlangganan jasa penyiaran televisi.

Keempat Komisioner KPID Sumut yang melakukan verifikasi yakni Wakil Ketua Drs Rachmad Karo-Karo selaku pimpinan tim, Mutia Atiqah SS selaku Koordinatoor Bidang Perizinan, Ramses Simanullang SE MSi anggota Bidang Perizinan dan Drs Jaramen Purba MAP anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran.

Lembaga Penyiaran yang dikunjungi untuk diverifikasi pada Senin (5/12) adalah Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) jasa penyiaran televisi melalui kabel PT Naomi Nauli Sejahtera beralamat di Jln Patuan Anggi No 53 Belakang Kota Sibolga. Kedatangan tim verifikasi dari KPID Sumut ke lembaga penyiaran ini diterima langsung oleh Direksi PT Naomi Nauli Sejahtera Sonny Liston Hutagalung dan Komisaris Dany Opsen Simangunsong serta staf administrasi dan operator.

Saat melakukan pertemuan dengan Komisaris dan Direksi PT Naomi Nauli Sejahtera, Wakil Ketua KPID Sumut Drs Rachmad Karo-Karo menjelaskan bahwa tujuan kehadirannya beserta rombongan ke Sibolga adalah untuk melihat langsung keberadaan beberapa lembaga penyiaran yang beroperasi di Kota Sibolga maupun di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. Menurutnya, LPB yang sudah mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Prinsip dari Menteri Kominfo RI Nomor 665 Tahun 2016 tanggal 8 April 2016, sebelum diberikan IPP Tetapnya  terlebih dahulu harus dilakukan verifikasi terhadap uji coba siaran yang sudah dilakukan sesuai dengan amanah Undang-Undang Penyiaran, Peraturan Menteri Kominfo maupun Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia.

Dari paparan Sonny Hutagalung dan Danny Simangunsong dilanjutkan tanya jawab dengan seluruh tim Komisioner KPID Sumut serta melihat keberadaan perangkat maupun program acara yang ditayangkan PT Naomi Nauli Sejahtera, Koordinator Bidang Perizinan KPID Sumut Mutia Atiqah SS menjelaskan hasil verifikasi yang dilakukannya akan disampaikan ke Kementerian Kominfo RI dan KPI Pusat di Jakarta untuk dilakukan proses lebih lanjut dalam pemberian izin bagi LPB ini.

Data administrasi maupun data teknik yang kami temukan di lokasi dan setelah diverifikasi, semuanya ada dan benar sesuai dengan permohonan awal yang diajukan pemilik LPB serta telah sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan, kata Rachmad Karo-Karo. Kita tentu berharap, LPB PT Naomi Nauli Sejahtera dan lembaga penyiaran lainnya di Kota Sibolga yang sudah memiliki IPP dapat berkiprah dan berkontribusi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial bagi masyarakat Kota Sibolga, ungkap Rachmad.

Tidak Beroperasi

Usai melakukan verifikasi di LPB PT Naomi Nauli Sejahtera, keempat Komisioner KPID Sumut berpencar menjadi dua tim untuk melanjutkan peninjauan ke sejumlah lembaga penyiaran di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah khususnya di kawasan Pandan.
Beberapa lembaga penyiaran di Kota Sibola yang dikunjungi Komisioner Mutia Atiqah SS dan Drs Jaramen Purba MAP yakni RRI Sibolga, PT Radio Suara Cakra, PT Radio Suara Swara Jupti Indah, PT Radio Gelora Remaja Sibolga. Sedangkan secara terpisah Wakil Ketua KPID Sumut Drs Rachmad Karo-Karo didampingi Ramses Simanullang SE MSi melakukan verfikasi lembaga penyiaran di Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah LPPL Radio Pemkab Tapteng, PT Radio Suara Sibolga Indah dan LPB melalui kabel.

Rachmad Karo-Karo ketika dikonfirmasi melalui selulernya menjelaskan bahwa dari hasil verifikasi di lapangan, ternyata lembaga penyiaran yang telah diberikan hak menggunakan frekuensi siaran baik di Kota Sibolga maupun di Pandan Tapteng, beberapa diantaranya sudah yang tidak aktif lagi.  Bahkan ketika mengunjungi daerah Pandan, tim menemukan sebuah LPB di kawasan ini yang IPP Prinsipnya sedang masih dalam proses tapi sudah beroperasi. Hal ini tentu tidak dibenarkan, karena sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinyatakan bahwa ‘sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran,’ tegas Rachmad Karo-Karo. Semua data ini tentu menjadi bahan bagi kami Komisioner KPID Sumut untuk dilakukan pembahasan sekaligus melaporkannya ke pemerintah termasuk kepada Menteri Kominfo, katanya.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.