Mataram - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan KPI Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), gelar Rapat Pleno Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) terhadap 8 (delapan) lembaga penyiaran di Mataram, selama tiga hari pada 26 hingga 28 Agustus 2013 lalu. Sebagai tahap akhir dari proses permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) melalui evaluasi kelayakan operasional Lembaga Penyiaran dalam konteks pemenuhan syarat administratif, program siaran, dan data teknik untuk memeroleh IPP Tetap, maka EUCS di Mataram menjadi momentum penting memajukan dan menyehatkan dunia penyiaran di NTB.
Hadir dalam EUCS, dua komisioner KPI, Danang Sanggabuwana dan Fajar Arifianto Isnogroho. Keduanya duduk satu meja bersama perwakilan dari Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo, Ditjen Sumber Daya dan perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo, unsur KPI Daerah NTB, dan 8 (delapan) lembaga penyiaran yang akan dievaluasi.
“Hadirnya lembaga penyiaran yang sehat dan edukatif akan mampu menjadi katalisator bagi peningkatan Sumberdaya Manusia masyarakat NTB, terutama dalam konteks perolehan informasi yang jernih dan berkualitas. Tak kalah penting, berseminya industri penyiaran di NTB, terutama bagi lembaga penyiaran swasta nasional yang membuka lembaga penyiaran berjaringan di daerah, menjadi starting point mendorong berkembangnya roda ekonomi di NTB,” ungkap komisioner bidang infrastruktur, Danang Sanggabuwana.
Danang menggarisbawahi pentingnya EUCS sebagai proses final bagi lembaga penyiaran seharusnya dilakukan secara detail, terperinci, proporsional dan akuntabel agar terlahir industri penyiaran daerah yang benar-benar berkualitas dan mapan.
Pada kesempatan yang sama, komisioner bidang kelembagaan, Fajar Arifianto menegaskan agar penyiaran tidak hanya melulu berisi hiburan. Penyiaran harus memuat informasi, pendidikan, dan serta kearifan lokal.
“Dalam rangka merumuskan program siaran yang berkualitas, lembaga penyiaran di NTB ini seharusnya menonjolkan aspek pendidikan, eksplorasi budaya local, ekspos kekayaan alam dan pariwisatanya. Sehingga industri penyiaran lokal di NTB ini tidak hanya memberikan perspektif pencerahan terhadap masyarakat NTB, tetapi juga mendorong berkembangnya berbagai potensi daerah yang mampu menarik wisatawan dan investor untuk mengembangkan potensi yang ada,” jelas Fajar.
Karena itulah, Danang dan Fajar sepakat, jika idealisme penyiaran dapat bersinergi secara proporsional dengan aspek industri, maka lembaga penyiaran di NTB akan mampu menjadi atmosfer postif yang dapat ditularkan kepada lembaga penyiaran lainnya di daerah. (ZL)