Batam - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kepulauan Riau memperketat pemasangan iklan kampanye Pemilu 2019 di lembaga penyiaran.

Mereka mengingatkan, dalam pemasangan iklan, lembaga penyiaran dilarang memberlakukan 'blocking time' bagi peserta pemilu. 

"Lembaga penyiaran harus mematuhi aturan periode maksimal 10 kali tayang dengan durasi maksimal 30 detik untuk televisi dan 60 detik untuk radio," ujar Wakil Ketua KPID Kepri, Suhermita di Batam, Kepri, Senin (18/3/2019).

Mita menyampaikan lembaga penyiaran juga dilarang menerima sponsor kegiatan dari peserta pemilu, sebagai bentuk lain dari iklan. Selain juga dilarang menerima pesanan iklan yang menggunakan spot pariwara milik partai lain.

Terkait pemberitaan politik di lembaga penyiaran pemerintah, swasta dan berjaringan di Kepri, dia menilai masih positif dan tidak ada yang melanggar aturan mengenai kampanye pemilu.

"Di Kepri kami belum menemukan pelanggaran pemberitaan. Tapi kalau nasional, sudah ada yang dipanggil KPI," kata dia. 

Pemberitaan politik mengenai kampanye pemilu sudah dimulai sejak 23 September 2018. Sejak itu sampai saat ini pihaknya selalu memantau apa saja yang disajikan pelaku media penyiaran.

"Selain pemberitaan, kami juga memantau berbagai produksi media penyiaran, seperti debat publik dan acara bincang-bincang politik," kata dia. 

Dalam masa kampanye terbuka nanti, pihaknya juga meminta agar lembaga penyiaran mematuhi aturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kampanye terbuka akan dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 13 April 2019. 

Setiap lembaga penyiaran yang dipilih oleh KPU merupakan lembaga penyiaran pemerintah, swasta dan berlangganan.

"Sedangkan berupa komunitas tidak diperbolehkan," jelasnya. Red dari batamnews.com

 

 

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu melakukan kunjungan kerja ke Kantor KPI Pusat dalam rangka konsultasi masalah rekrutmen Anggota KPID baru, Kamis (14/3/2019). Kunjungan tersebut diterima langsung Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin.  

Di awal pertemuan, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Sri Rejeki, menyampaikan rencana pihaknya melakukan proses rekrutmen Anggota KPID Bengkulu periode 2019-2022. “Bagaimana proses yang harus kami lalu dan mekanismenya seperti apa,” katanya ke Wakil Ketua KPI Pusat.

Menjawab pertanyaan tersebut, Rahmat mengatakan kewenangan melakukan pemilihan Anggota KPID berada sepenuhnya di DPRD yakni Komisi I. “DPRD dapat melakukan proses pemilihan dan sebelumnya membentuk tim panitia seleksi. Kewenangan itu ada di tangan DPRD karena bisa juga memberi mandate untuk membentuk panitia seleksi,” jelasnya..

Tim Pansel disarankan terdiri dari berbagai kalangan seperti akademisi, tokoh masyarakat dan lainnya. “Untuk melakukan seleksi, Undang-undang Penyiaran menjadi pedoman. Semua peraturan seleksi harus dapat adil bagi semua calon. Jika ada PNS yang ikut serta harus mendapatkan izin berhenti sementara dan untuk batasan umur sebenarnya tidak ada aturan tapi sebaiknya 35 ke atas agar lebih matang khususnya ketika mengambil keputusan,” kata Rahmat.

Dalam kesempatan itu, Rahmat meminta DPRD untuk memilih Anggota KPID yang bebas atau bersih dari kepentingan media atau lembaga penyiaran. 

Rencananya, DPRD Provinsi Bengkulu akan melakukan proses seleksi dan pemilihan dalam waktu dekat. Pasalnya, kepengurusan KPID Bengkulu yang sekarang sudah akan habis masa baktinya. ***

 

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Agama RI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sesaat setelah menandatangani nota kesepahaman bersama atau MoU terkait pengawasan program siaran dakwah di lembaga penyiaran di Kantor Kementerian Agama, Rabu (13/3/2019). 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Agama RI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menandatangani nota kesepahaman bersama atau MoU terkait pengawasan program siaran dakwah di lembaga penyiaran. Kesepakatan ini diharapkan dapat mewujudkan program siaran dakwah yang sesuai dengan ajaran agama Islam, Undang-undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Menteri Agama diwakili Direktur Jenderal Bimbingan Islam, Muhammadiyah Amin, dan Ketua MUI Pusat diwakili Ketua bidang Informasi dan Komunikasi MUI Pusat, Masduki Baidlowi, menandatangani nota kesepahaman bersama itu di Kantor Kemenag RI, Rabu (13/3/2019). 

Dalam sambutannya, Yuliandre menyampaikan, sinergi tiga lembaga ini diharapkan dapat menciptakan siaran dakwah di lembaga penyiaran selaras dengan koridor agama dan aturan penyiaran. Upaya ini untuk mengikis adanya kesalahan atau pelanggaran terhadap nilai agama dan aturan tersebut.

“Jangan sampai ada kesan atau isu dari luar yang mengatakan penceramah ini menyejukan atau tidak memahami permasalahan agama. Pasalnya, KPI tidak bisa mendefinisikan hal itu, yang memiliki kompetensi untuk menjawab definisi itu yaitu MUI dan Kementerian Agama,” jelas Andre, panggilan akrabnya. 

Menurut Andre, implementasi dari kerjasama ini secara tidak langsung memudahkan lembaga penyiaran memilih pengisi acara dakwah karena MUI dan Kemenag telah memiliki rekomendasi dan data. “Lembaga penyiaran miskin literatur penceramah, hal ini dapat memudahkan mereka untuk mencari keragaman dari mubaligh. Mereka bisa sinkronisasi soal data mubaligh yang patut tampil dalam ruang publik,” tambahnya.   

Komisioner KPI Pusat, yang menginisiasi MoU, Nuning Rodiyah, menyatakan substansi kerjasama antara KPI, Kemenag dan MUI dalam konteks pengawasan bersama terhadap program siaran dakwah di lembaga penyiaran. Ini dalam rangka mewujudkan program siaran dakwah di lembaga penyiaran yang sesuai dengan ajaran Agama, Peraturan perundang-undangan mengenai penyiaran, serta P3SPS.

Dia menjelaskan, bentuk kerjasama akan ada forum koordinasi antar lembaga dalam bentuk gugus tugas P4SDLP (Pembinaan, Pengkajian dan Pemantauan Program Siaran Dakwah di Lembaga Penyiaran). Gugus tugas  tersebut akan melakukan pengkajian terhadap materi-materi dakwah yang ada di lembaga penyiaran. 

“Mereka juga akan melakukan pembinaan kepada dai dan melakukan pengawasan terhadap program siaran dakwah. Yang mana masing-masing lembaga akan melaksanakan hal-hal tersebut sesuai dengan kewenangan masing-masing,” jelas Nuning.

Nuning berharap, kerjasama ini dapat mempermudah kinerja pihaknya khusnya untuk memperoleh referensi yang tepat dalam melakukan pengawasan terhadap program siaran dakwah baik dalam hal materi, format dakwah maupun da'i yang menyampaikannya.

Sementara itu, Ketua bidang Infokom MUI, Masduki Baildowi, mengatakan kerjasama ini tidak lain agar kualitas penyiaran di tanah air semakin baik. Menurut dia, jika freuensi di isi dengan hal yang bagus, yang akan masyarakat terima tontonan yang sehat dan bagus. “Jika tidak  bagus kita akan terpapar penyakit-penyakit yang tidak bagus dan umat kita akan menjadi tidak bagus,” katanya.

Di era post truth ini, kata Masduki, publik akan sulit membedakan mana yang benar dan tidak. Ketidakseimbangan antara yang benar dan tidak akan membingungkan masyarakat. “MoU ini jadi sangat penting untuk mencegah hal itu dan kita akan bersama mengimplementasikan hal ini,” ujarnya.

Masduki menengaskan, pihaknya hanya akan melakukan kajian terhadap isi. Adapun yang punya kewenangan untuk menjatuhkan sanksi adalah KPI.

Dalam acara itu, turut hadir Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah dan Hardly Stefano. Penandatanganan MoU yang dilakukan disela-sela acara pembukaan penguatan kader mubaligh tingkat nasional tahun 2019, dihadiri ratusan mubaligh dan mubalighah dari seluruh penjuru tanah air. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah mempersiapkan perubahan terhadap Peraturan Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) No.1 tahun 2014. Persiapan perubahan aturan tersebut sedang dibahas KPI Pusat dan KPID dalam diskusi kelompok terpumpun atau FGD di Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat memberi sambutan membuka diskusi tersebut mengatakan, perubahan aturan ini sudah selayaknya karena beberapa aturan terkait semislan rekrutmen Komisioner KPI, baik pusat maupun daerah, harus lebih diperjelas. Kemudian permasalahan kode etik Anggota KPI yang belum diatur dalam PKPI sebelumnya.

“Soal etika Komisioner, contoh ada KPID yang baru menjabat kemudian mencalonkan diri di lembaga lain. Terkait hal ini tidak ada petunjuk bagaimana seharusnya. Soal kode etik tidak muncul karena dalam Undang-undang tidak ada mengatur hal itu. Jika ada indikasi pelanggaran barulah dibentuk dewan kehormatan,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Menurut Andre, banyak hal dalam Undang-undang Penyiaran yang belum jelas sehingga aturan kelembagaan ini belum sempurna. “KPI itu stratanya sama dengan KPU, tapi disisi lain KPI hanya jadi lembaga administratif. Kemudian soal bagaimana interaksi kita dengan lembaga lain perlu diatur secara clear,” tambahnya. 

Pendapat senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan sekaligus PIC diskusi, Ubaidillah. Menurutnya, revisi Peraturan Kelembagaan KPI tak hanya menyangkut soal etik dan rekrutmen Anggota KPI. Permasalahan KPID seperti penganggaran dan kesekretariatan menjadi pokok bahasan dalam revisi.”Kita berupaya melakukan penyelamatan terhadap KPID,” tegasnya.

Ubaid pun menegaskan, perubahan aturan ini akan menyisir bagaimana seharusnya pola hubungan antara KPI Pusat dengan KPI Daerah. “Apakah KPID dapat mengeluarkan kebijakan sendiri akan dibahas dalam diskusi ini,” paparnya di depan perwakilan KPID yang hadir.

DIa berharap, pembahasan perubahan tentang peraturan kelembagaan ini dapat dituntaskan secepatnya agar pada saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2019 yang akan berlangsung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, awal bulan depan, dapat disahkan. “Harapan kami di forum ini sudah selesai dibahas dan ditetapkan,” kata Ubaid. 

Dalam kesempatan itu, Ubaid mengusulkan soal aturan penyeragaman dana hibah di seluruh KPID. Penyeragaman tersebut termasuk bentuk pelaporan pertanggungjawaban. “Jadi ketika diaudit bentuknya seragam dan tidak membingungkan,” tambahnya. 

Ubaid juga mendorong penetapan lagu Mars KPI masuk dalam aturan kelembagaan sehingga dimana pun dan forum acara KPI apapun wajib dinyayikan. ***

 

Jakarta - Conselho De Imprensa De Timor-Leste (CITL) atau Dewan Pers Timor Leste melakukan kunjungan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sekaligus berkoordinasi dalam  rangka penjajakan Nota Kesepahaman antar dua lembaga ini untuk pemajuan kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Presiden CITL, Virgilio da Silva Guterres bersama delegasi CITL, diterima oleh Wakil Ketua KPI Pusat S. Rahmat Arifin, Komisioner Bidang Kelembagaan Ubaidillah, dan juga didampingi Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang, (13/3). 

Wakil Ketua KPI S Rahmat  Arifin menyambut baik rencana kerja sama antara KPI dan CITL. Dalam sambutannya, Rahmat menyampaikan bahwa saat ini dunia jurnalistik belum bebas dari tekanan dan gangguan. “Dua puluh tahun lalu kita punya harapan besar terhadap hadirnya pers yang bebas dan mendukung tegaknya demokrasi di negeri ini”, ujarnya. Tapi dengan melihat keadaan sekarang, lewat kompetisi politik Pemilihan Presiden, justru pers jadi terkooptasi dengan kepentingan politik. 

Rahmat memaparkan keadaan sebagaian besar televisi yang punya kecenderungan pada kelompok tertentu. “KPI berharap, reformasi yang diperjuangkan dua puluh tahun lalu tidak sia-sia. Pers harus menjadi indikator hadirnya demokrasi di tengah masyarakat”, ujarnya.

Selain itu Rahmat juga menjelaskan tantangan baru saat ini dengan hadirnya media sosial. Meskipun hasil riset menunjukkan bahwa media konvensional masih menjadi rujukan utama bagi publik, namun tantangan saat ini adalah sejauh mana media konvensional dapat bersikap netral terhadap berbagai kepentingan politik yang mencuat akhir-akhir ini. 

Kondisi terbelahnya pers ternyata juga dialami di Timor Leste. Menurut Virgilio, pers di negerinya juga terbelah sebagaimana kelompok-kelompok politik yang ada di sana. Selain terkait kepentingan politik, Virgilio menilai Pers sekarang sudah menjadi instrument menyuarakan suara dari kaum yang sudah mampu bersuara. “Padahal awalnya, pers merupakan instrumen menyuarakan suara dari kaum yang tidak punya suara,”ujarnya. 

Dalam pertemuan ini Komisioner Kelembagaan Ubaidillah menilai positif rencana kerja sama antara KPI dan CITL. Dirinya berharap, Nota Kesepahaman ini dapat ditandatangani bersamaan dengan momentum Hari Penyiaran Nasional ke-86 yang akan diperingati di Banjarmasin. 

Di Timor Leste sendiri, regulator penyiaran masih merupakan lembaga yang berada setingkat di bawah kementerian. Hal ini berbeda dengan CITL sebagai lembaga independen yang sebagian anggotanya dipilih oleh parlemen, dan sebagian yang lain merupakan perwakilan dari asosiasi wartawan dan pemilik media. Kunjungan dan kerja sama antara CITL dan KPI ini juga merupakan salah satu usaha untuk memelopori hadirnya regulasi yang spesifik tentang penyiaran, termasuk juga lembaga independen yang mengatur tentang penyiaran. “Saat ini belum anda Undang-Undang Penyiaran di Timor Leste,” ujar Virgilio. Lembaga yang ada saat ini hanya berwenang mengatur masalah frekuensi namun tidak mengawasi konten siaran. Adapun terkait siaran luar negeri yang meluber ke Timor Leste, Virgilio mengakui bahwa siaran televisi Indonesia tidak saja luber di wilayah perbatasan, namun juga di sebagian besar wilayah Timor Leste. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.