Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat memberi materi di Sekolah P3SPS Angkatan XXV, Selasa (5/11/2017).

 

Jakarta – Konten siaran bermutu, kaya hal-hal yang mendidik dan berkualitas, dapat menggerakan orang dan perilakunya berbuat sesuatu yang positif. Sayangnya, ketersediaan konten siaran seperti itu masih sangat jarang di lembaga penyiaran. Persoalan rating dan banjirnya konten siaran asing ikut menambah peliknya pengembangan konten siaran dalam negeri.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Yuliandre Darwis mengatakan, produksi konten dalam negeri masih sangat minim dan kualitasnya pun belum sesuai harapan. Padahal, UU Penyiaran menyediakan ruang bagi konten lokal sebanyak 60% dan sisanya untuk konten luar. “Bisa dibilang kita sangat miskin konten,” katanya di depan puluhan peserta Sekolah P3 dan SPS Angkatan XXV di kantor KPI Pusat, Selasa (5.12/2017).

Menurut Andre, panggilan akrabnya, banyak persoalan yang menyebabkannya dan itu ada di hulu dan hilir seperti minimnya kreativitas menciptakan konten baru yang bermutu. Kondisi ini, kata Andre, semakin diperparah dengan makin maraknya konten asing yang masuk ke tanah air.

“Produksi sinteron lokal bisa menghabiskan biaya hingga 300 juta satu kali episode, sedangkan jika beli program sinteron asing hanya 100 juta. Dari segi ekonomi hal ini sangat menguntungkan industri karena tidak perlu mengeluarkan banyak biaya dan itu tidak salah,” kata Andre.

Kondisi tersebut, kata Andre, harus didorong dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada di lembaga penyiaran sehingga mampu menciptakan kreativitas baru tanpa harus menjiplak program lain.

“Karena itu, saya sangat mengharapkan peserta bimbingan teknis Sekolah P3 dan SPS dapat menciptakan ide-ide dan kreasi baru konten siaran yang berkualitas. Upaya untuk menghasilkan konten bermutu memang tidak bisa serba cepat harus bertahap tetapi yang terpenting dapat memberikan kontribusi yang positif untuk publik,” tambah Andre.

Dalam kesempatan itu, Andre menyampaikan, isi siaran televisi sekarang jauh lebih baik dan sopan ketimbang lahirnya UU Penyiaran. “Saat ini, KPI lebih menitikberatkan pada perubahan konten yang lebih baik melalui berbagai cara yang persuasif seperti pembinaan kepada lembaga penyiaran. Jika tidak ada perubahan, baru kita berikan sanksi teguran,” tegasnya. ***

Ketua Pengusaha Indonesia Muda Sam Aliano, yang didampingi Inge Mangundap, Lius Sungkarisma dan Rudy Silva, melaporkan aduan soal editorial Metro TV kepada Ketua KPI Yuliandre Darwis, Wakil Ketua KPI Rahmat Arifin, dan Komisioner KPI bidang pengawasan isi siaran Mayong Suryo Laksono, (5/12).

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menerima pengaduan tentang tayangan editorial Media Indonesia yang disiarkan stasiun Metro TV pada 1 Desember 2017. Ketua Pengusaha Indonesia Muda Sam Aliano, yang didampingi Inge Mangundap, Lius Sungkarisma dan Rudy Silva, diterima langsung oleh Ketua KPI Yuliandre Darwis, Wakil Ketua KPI Rahmat Arifin, dan Komisioner KPI bidang pengawasan isi siaran Mayong Suryo Laksono, (5/12).

Dalam pertemuan tersebut, Sam menyampaikan bahwa tayangan Metro TV yang menyebutkan adanya perayaan intoleransi, tidak sesuai fakta dan melukai perasaan sebagian besar masyarakat Indonesia. Untuk itu, Sam berharap KPI segera mengambil tindakan atas tayangan tersebut guna meredam keresahan yang timbul.

Atas aduan yang disampaikan ini, Wakil Ketua KPI Rahmat Arifin mengapresiasi langkah yang diambil perwakilan masyarakat untuk datang ke KPI. Bagaimana pun juga, KPI merupakan representasi masyarakat dalam mengatur segala sesuatu terkait penyiaran.

Terkait tayangan ini, Rahmat mengatakan bahwa KPI akan melakukan kajian terhadap tayangan yang bermuatan editorial redaksi dari media lain. “Dalam hal ini, apakah tepat tayangan editorial media lain muncul di Metro TV”, ujar Rahmat. Selain itu, tambahnya, KPI juga akan melakukan kajian atas muatan dari editorial tersebut.

Untuk tayangan yang diadukan ini, menurut Rahmat, KPI sudah melakukan pemetaan masalah. Dirinya memastikan bahwa KPI akan segera menyikapi aduan dari masyarakat. “Sudah menjadi kewajiban KPI untuk mendengar dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Karena bapak Ibu, sebagai masyarakat adalah pemilik yang sah dari frekuensi, sedangkan para pemilik hanya meminjam saja”, tegasnya.

Kepada media yang juga datang ke kantor KPI, Rahmat menjelaskan tentang kewajiban lembaga penyiaran dalam menjaga konten jurnalistik agar sesuai dengan regulasi. Dalam Pedoman  Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) disebutkan bahwa, lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi.
 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) memutuskan menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada program “Pagi-Pagi Pasti Happy” di Trans TV. Berdasarkan pemantauan dan analisis KPI Pusat, program yang tayang pada 21 November 2017 mulai pukul 09.26 WIB kedapatan melanggar aturan P3 dan SPS KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran ke Trans TV, Kamis (23/11/2017).

Menurut keterangan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, seperti di surat teguran, program siaran “Pagi-Pagi Pasti Happy” menayangkan perbincangan detail dengan Sarita terkait dengan konflik rumah tangga yang dialaminya disertai dengan beberapa foto untuk dikonfirmasi.

Selain itu, kata Andre, terdapat pula perbincangan dengan dua orang anak Sarita (SF dan SK) pasca konflik SF dengan Jennifer Dunn (wanita yang diduga terlibat dalam konflik rumah tangga dengan ayah SF). Beberapa kali para host mendorong SF untuk bercerita tentang kenangan bersama ayahnya sebelum konflik terjadi dan mengungkapkan perasaannya, namun beberapa kali pula SF tidak mampu menjawab sehingga ia menangis.

KPI Pusat menilai muatan privasi dan wawancara terhadap anak di bawah umur dalam kaitannya dengan isu privasi tersebut tidak dapat ditampilkan. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan tentang anak-anak dan remaja sebagai narasumber, penghormatan terhadap hak privasi, dan perlindungan anak.

KPI Pusat memutuskan bahwa tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 13, Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 29 serta Standar Program Siaran Pasal 13 Ayat (1) dan Pasal 15 Ayat (1).

Diakhir penjelasannya, Ketua KPI Pusat meminta Trans TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Jakarta - KPI Pusat menggelar Bimbingan Teknis Sekolah P3SPS angkatan XXV yang terakhir di tahun 2017. Antusiasme praktisi penyiaran dan masyarakat untuk mengikuti kegiatan ini sangat tinggi sehingga melebihi kuota yang tersedia. Dengan ini panitia mengumumkan peserta Sekolah P3SPS angkatan XXV yang dilaksanakan pada Selasa-Kamis, 5 - 7 Desember 2017. Sekolah P3SPS berikutnya akan diumumkan di website KPI Pusat.

Kepada peserta yang lolos, diharapkan kedatangannya di Ruang Rapat KPI Pusat Gedung BAPETEN lantai 6 Jalan Gajah Mada No. 8 Harmoni Jakarta Pusat pada pukul 08.30 dan membawa foto ukuran 3x4, dua lembar (satu lembar ditempel di sertifikat, 1 lembar untuk arsip). Adapun peserta Sekolah P3SPS angkatan XXV adalah sebagai berikut:

1.    Taufik Angkasa (tv One)
2.    Ardiansyah (tv One)
3.    Cahyono Senoaji (Metro TV)
4.    Suparjana (Metro TV)
5.    Asep Bidin Rosidin (Radio ELSHINTA)
6.    Stella Budiarto (Univ Mercu Buana)
7.    Sri Devi (Univ Mercu Buana)
8.    Vincent Jeremia (Politeknik Negeri Media Kreatif)
9.    Achmad Buhaiki (GTV)
10.    Harry Yudhon (GTV)
11.    Albertus Sapto Pamungkas (Trans TV)
12.    Putu agus Chandra (Trans TV)
13.    Ricki Rahim (Radio JAK FM)
14.    Muhammad Firdaus Hidayatullah (Mostradio Jakarta)
15.    Tyas Adiningrum (PASFM)
16.    Budhi Widi Astuti (Radio ELISA SALATIGA)
17.    Dedi Sutisna (MNC TV)
18.    Bagus Andriansari (Indosiar)
19.    Muslikhin (Indosiar)
20.    Ronaa Permata (Univ Muhammadiyah Yogyakarta)
21.    Amanda Jesicha Nadia Putri (MNC TV)
22.    Depi Agung Setiawan (Masyarakat)
23.    Viora Tiffanisa Effendi (NET.)
24.    Antonius Andrue Trihapsoro (RTV)
25.    Arief Setyawan (Jawa Pos TV)
26.    Ari Koswara (Kompas TV)
27.    Irwansyah (Kompas TV)
28.    Syamsudin Noor (Masyarakat)
29.    Ady Permadi Hartawan (iNews TV)
30.    Achmad Akbar (iNews TV)

Literasi Media di Kampus La Tansa Mashiro, Rangkasbitung bersama Komisioner KPI Pusat Dewi Setyarini, (23/11)

Rangkasbitung - Keberadaan televisi di tengah masyarakat hingga saat ini masih sangat signifikan. Hasil survey Nielsen Cross-Platform 2017 menunjukkan, meski keberadaan internet sebagai media yang dikonsumsi masyarakat semakin tinggi, namun belum menggeser keberadaan televisi yang masih memiliki pengaruh hingga 96%. Mengingat pengaruhnya yang sangat besar inilah, tentulah konten yang ada di dalam televisi harus dipastikan sesuai dengan arah dan tujuan terselenggaranya penyiaran. Dewi Setyarini, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang pengawasan isi siaran menyampaikan hal tersebut dalam acara Literasi Media di kampus La Tansa Mashiro, Rangkasbitung, Banten, (23/11). 

Kepada peserta literasi media yang merupakan mahasiswa di kampus La Tansa Mashiro tersebut, Dewi menyampaikan pula urgensi hadirnya KPI di tengah masyarakat. Salah satunya untuk memastikan program siaran yang hadir pada televisi dan radio memiliki fungsi informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Namun demikian Dewi menjelaskan bahwa pada keenam fungsi penyiaran tersebut, memiliki syarat-syarat yang khusus. “Fungsi informasi haruslah yang layak dan benar, fungsi hiburan pun harus menjadi hiburan yang sehat”, ujar Dewi.

Secara khusus Dewi juga menjelaskan tentang pentingnya perlindungan anak dalam media penyiaran. “Jumlah anak Indonesia mencapai 87 juta jiwa atau setara dengan sepertiga penduduk Indonesia”, ujar Dewi. Karenanya sangat wajar jika tayangan televisi pun harus menjamin hak-hak anak untuk mendapatkan informasi yang sehat guna tumbuh kembangnya. “Apalagi anak-anak cenderung menirukan apa saja yang dilihat dan didengar dari lingkungan”, tambahnya. Sehingga, televisi yang memiliki pengaruh demikian besar dalam hidup masyarakat, tentulah harus memuat konten yang aman bagi anak-anak. 

Dewi menjelaskan tren muatan siaran saat ini yang banyak mengambil produk-produk luar negeri. “Berapa banyak sinetron asing yang ikut membuat populer artis-artis asing di Indonesia, sedangkan yang sebaliknya tidak terjadi? Masyarakat Indonesia kenal dengan artis-artis impor, mulai dari Tao Ming She, Shaheer Seikh, dan bintang Korea. Tapi berapa banyak artis sinetron kita yang dikenal di luar negeri?”tanya Dewi. Masuknya program-program asing melalui televisi juga berpengaruh pada gaya hidup yang berimbas pada motif ekonomi masyarakat. Padahal, Indonesia punya kekayaan budaya yang seharusnya dapat dieksplorasi sedemikian melalui program-program siaran. Mestinya, kekayaan suku dengan masing-masing budaya dan bahasa tersebut justru bisa menjadi modal besar industri media untuk menjual konten lokal ke internasional.

Dewi berharap, dalam mengonsumsi media, masyarakat dapat memilah dan memilih muatan yang sesuai dengan kebutuhan dan memang memberikan manfaat. “Pada hakikatnya, frekuensi yang digunakan untuk siaran adalah ranah publik yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kepentingan publik,” ujarnya. Untuk itu, sekalipun penyiaran merupakan kegiatan bisnis, tetap saja harus muncul keseimbangan orientasi antara sosial dan profit, tutur Dewi menutup pembicaraan.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.