Belitung - Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang digagas oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali digelar di tahun 2021 dengan mengusung tema “Cerdas Bermedia Menuju Siaran Berkualitas”. Kegiatan ini menjadi program prioritas KPI dalam usaha mengintervensi selera pemirsa, atau masyarakat, terhadap konten di lembaga penyiaran. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah mengatakan, penetapan migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital (Analog Switch Off) pada November 2022 mendatang akan berimplikasi pada makin banyaknya jumlah stasiun televisi serta konten siaran yang hadir di tengah masyarakat. Konsekuensi atas berlimpahnya konten siaran ini tentu harus diimbangi dengan peningkatan kompetensi masyarakat dalam memilih siaran yang sesuai dengan kepentingannya masing-masing. “Jangan sampai masyarakat tersesat dalam belantara konten siaran televisi di era digital, yang kemudian menjadi boomerang dan merugikan masyarakat itu sendiri,” ujar Nuning

Jumlah lembaga penyiaran swasta (LPS) televisi saat ini berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Infomatika, mencapai 754 televisi yang tersebar di 34 provinsi. Jumlah ini menjadi potensi dasar dari televisi yang akan bermigrasi ke modulasi digital.  Jika disandingkan dengan master plan siaran televisi digital teresterial pita UHF dengan 225 wilayah layanan. “Dapat dibayangkan berapa banyak televisi yang hadir jika masing-masing wilayah layanan terdiri atas 4-8 kanal dan tiap kanal memuat maksimal 12 stasiun televisi,”ungkapnya. 

Dengan realitas penyiaran digital ke depan, ditambah pula dengan penetrasi media baru yang semakin massif dan makin menggeser eksistensi media konvensional, peningkatan kapasitas masyarakat dalam memahami isi media, khususnya media penyiaran tentu harus senantiasa ditingkatkan. “Sehingga memiliki kemampuan seleksi terhadap konten di televisi saat sudah dimulainya penyiaran digital,” ujar Nuning.

KPI berharap, literasi media ini mampu menghasilkan masyarakat yang cerdas bermedia. “Dengan demikian masyarakat dapat memberikan preferensi menonton hanya pada tayangan atau siaran yang baik dan berkualitas saja,” ujarnya. Jika masyarakat secara konsisten menetapkan pilihan tontonannya pada program siaran yang berkualitas, tentu dengan sendirinya program yang memiliki muatan tidak mendidik dan tidak bermanfaat akan hilang. 

Terkait adanya set top box yang digunakan dalam penyiaran digital, KPI meminta pemerintah dapat membuat pengaturan penempatan alat atau chips untuk memantau kepermirsaan, di dalamnya. Melalui chips ini, ujar Nuning, diharapkan dapat menghimpun data kepemirsaan masyarakat Indonesia secara riil. Selama ini  survey kepemirsaan yang ada masih menggunakan sample dari populasi di sebelas  kota besar di Indonesia. “Jika kita punya data kepemirsaan dari total populasi seluruh masyarakat Indonesia, tentu akan kita ketahui selera masyarakat terhadap konten siaran,” tambahnya. Para pengiklan akan terbantu untuk penempatan produk-produknya secara lebih tepat. Selain itu, lembaga penyiaran pun memiliki tolak ukur yang lebih akurat atas performance program siaran selama ini. Bagi KPI sendiri, tentunya data yang komprehensif ini dapat menjadi bahan pengambilan kebijakan guna menghadirkan siaran berkualitas di tengah masyarakat, pungkas Nuning. 

GLSP KPI di tahun 2021 digelar pertama kali di Pulau Belitung pada 18 Februari 2021, dengan mengikutsertakan Forum Anak Belitung yang merupakan binaan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Belitung.  Turut hadir dalam kegiatan ini, Wakil Ketua KPI Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Pusat Irsal Ambia, Nuning Rodiyah, dan Hardly Stefano, Tokoh Masyarakat Belitung Nicolas Lumanauw, serta Top 12 Liga Dangdut Indonesia 2019 Rofikoh Isnaini. Dalam kesempatan ini juga dilaunching Maskot Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa berupa Burung Elang yang mengacungkan Salam Literasi. Burung Elang menggambarkan keberanian dan semangat kemandirian untuk menyatakan yang benar. Dengan maskot ini, KPI mengajak masyarakat untuk berani dan mandiri memilah dan memilih program siaran yang berkualitas dan berani melaporkan yang buruk, serta menyebarluaskan yang baik. Foto AR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi administrasi teguran tertulis untuk program siaran “Buku Harian Seorang Istri” SCTV. Acara sinetron yang tayang setiap hari ini dinilai telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI dalam surat teguran yang telah disampaikan ke SCTV, Jumat (11/2/2021).

Berdasarkan keterangan surat teguran tersebut, pelanggaran terjadi pada 30 Januari 2021 pukul 19.34 WIB berupa adegan seorang pria dan wanita di atas ranjang dalam posisi bertindihan dan saling bertatap mata (wanita di atas, pria di bawah), kemudian berguling berganti posisi sebaliknya. Dalam muatan itu terdapat monolog batin seorang pria yakni “..tapi kekerasan hatiku, kebencianku membuat kita sampai sekarang belum melalui malam pertama kita..”. KPI juga menemukan muatan serupa pada tanggal 29 Januari 2021 serta tanggal 1, 2 dan 4 Februari 2021.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan adegan tersebut telah melanggar aturan tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan serta kesusilaan yang berlaku. Selain itu, tayangan tersebut dianggap mengabaik kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran. 

“Sinetron ini berklasifikasi R atau remaja dan tayangnya masih sore dimana  anak-anak dimungkinkan masih menyaksikan acara TV. Seharusnya, program yang diberi label ini mengikuti ketentuan tentang penggolongan progam siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayaknya dalam setiap siaran. Dan, adegan dan monolog tersebut jelas tidak sesuai dengan klasifikasi yang disandang program acara itu. Meski konteks cerita menunjukkan mereka adalah suami istri, adegan tindih-tindihan dengan kesan yang dibangun ada kecenderungan keromantisan, tidak patut ditonton oleh anak-anak dan remaja,” jelas Mulyo Hadi.   

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam P3SPS, lanjut Mulyo, program siaran berklasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkannya. “Larangan ini menegaskan bahwa anak dan remaja harus dilindungi dari perilaku yang tidak pantas dalam siaran. Kita tidak ingin hal-hal seperti ini sebagai sesuatu yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari pada anak dan remaja,” tukas Komisioner bidang Isi Siaran ini.

Sebanyak 8 Pasal dalam P3SPS KPI telah dilanggar “Buku Harian Seorang Istri” SCTV. Sanksi ini menjadi teguran tertulis pertama untuk program acara ini. “Kami berharap tidak ada lagi kesalahan dan lebih berhati-hati dalam menayangkan setiap program. Jadikan P3SPS KPI sebagai acuannya,” tutup Mulyo. ***

 

 

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio, menyampaikan terima kasih atas respon dari masyarakat terkait kebijakan protokol kesehatan di televisi. Pada dasarnya, ujar Agung, kebijakan yang diambil KPI merupakan bentuk dukungan atas usaha pemerintah dalam menanggulangi pandemi di negeri ini. Ini juga merupakan bentuk kontribusi KPI sebagai regulator penyiaran, dalam usaha bersama seluruh komponen anak bangsa menekan laju penyebaran virus yang hingga saat ini telah tembus di angka 1 juta penduduk yang terinfeksi. Hal tersebut disampaikan Agung, menjawab masukan publik terhadap kebijakan protokol kesehatan di lembaga penyiaran yang ditetapkan KPI. 

Kebijakan KPI dalam melibatkan lembaga penyiaran dalam kampanye penanggulangan laju Covid-19 melalui penerapan protokol Kesehatan, sejak awal telah menuai pro dan kontra, ujarnya. Namun, KPI dan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 menyadari posisi lembaga penyiaran yang sangat vital sebagai media pencegahan. Pertama karena alasan jangkauan siaran televisi dan radio yang hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Kedua, karena sosok figur publik yang menjadi pengisi acara di televisi dan radio. Satgas Covid-19 dan KPI sangat menyadari betul, popularitas dan kekuatan para pesohor pada para pengikutnya. Maka dari merekalah pesan protokol itu diharapkan dapat tersampaikan, sekaligus memberi contoh bagi publik atas ketaatan mereka mematuhi protokol kesehatan. KPI juga menyadari ada kesulitan yang dirasakan dalam implementasi kebijakan ini. “Termasuk adanya kesan bias atas kebijakan tersebut pada program-program yang lain,” ujar Agung. Di satu sisi, untuk produksi sinetron, KPI telah meminta agar dilakukan penyesuaian dalam pembuatan adegan. 

Dalam konteks penerapan protokol kesehatan, ada otoritas Satgas Covid-19 yang lebih memahami kondisi terkini dan kondisi darurat yang harus ditanggulangi. Dalam rapat koordinasi antara KPI, Satgas Covid-19 dan lembaga penyiaran, penegakan protokol kesehatan juga bertujuan untuk memberikan perlindungan pada pelaku industri penyiaran. Penggunaan masker misalnya, adalah sebuah kebijakan yang didasari pada kajian dari Satgas Covid-19. Masker ini tidak dapat digantikan dengan hanya menggunakan face shield sebagai pelindung wajah belaka. “Jika memang hendak mengenakan face shield, harus dilengkapi dengan pemakaian masker,” tuturnya. Selain merupakan usaha untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 pada lokasi pengambilan gambar, juga menjadi bentuk edukasi kepada publik untuk tetap disiplin mengenakan masker saat berinteraksi dengan orang lain.

Penyiaran bukanlah sebuah ruang hampa yang lepas dari realitas khalayak dan masyarakat di sekitarnya. Justru penyiaran merupakan medium yang saling menghubungkan antar khalayak. Adanya tuntutan untuk memberikan kelonggaran atas protokol kesehatan di televisi dan radio justru akan menjadikan penyiaran semakin asing dari khalayaknya sendiri. Saat pengetatan dan pembatasan sosial kembali ditingkatkan lewat aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tentu tidak ada alasan untuk mengendorkannya pada tampilan televisi. 

Agung menegaskan, KPI tentu sangat terbuka dengan adanya masukan dan kritik dari masyarakat ini. Termasuk juga tuntutan perlakuan yang adil pada seluruh program siaran di televisi dan radio. “Kami menyadari, di tengah imbauan masyarakat untuk beraktivitas dari rumah, siaran televisi menjadi salah satu alternatif hiburan banyak dinikmati masyarakat,” ujarnya. Tayangan berkualitas harus terjaga bahkan harus ditingkatkan dan terus meminimalisir kemungkinan dampak negatif yang timbul. KPI juga terus mencari solusi terbaik dan adil untuk pengutamaan protokol kesehatan di televisi. Ketika tayangan TV terlihat mengabaikan protokol kesehatan tentu KPI dituding melakukan pembiaran, namun saat melakukan penegakan kebijakan protokol kesehatan KPI juga mendapatk kritikan. Sebagai lembaga yang merupakan representasi publik, tentunya KPI sangat siap dan menjadikan kritik sebagai masukan sambil mencari solusi yang baik agar semua pihak menjadi nyaman, aman, dan tenang di rumah hingga pandemi ini terkendali dan teratasi. Kritik adalah bukti bahwa masyarakat peduli dan selalu memberikan koreksi dan menginginkan tayangan berkualitas. “KPI akan segera berkoordinasi dengan segenap pemangku kepentingan penyiaran serta Satgas Covid-19, untuk mengambil langkah paling baik,” ungkapnya. Kami tetap berkeyakinan, kiprah televisi dan radio sangat besar dalam menjaga bangsa ini dari pandemi. Baik itu lewat sosialisasi dan literasi Covid-19, ataupun lewat program siaran yang mengedukasi secara langsung atau pun tidak, agar masyarakat ikut serta berperan aktif menuntaskan pandemi di negeri ini, pungkas Agung.

 

 

Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyahri, mengatakan bahwa efek buruk dari penggunaan internet perlu diwaspadai, terutama efek kecanduan gadget pada anak. Hal ini disampaikannya dalam webinar Seminar Merajut Nusantara dengan tema “Mengatasi Dilema Efek Buruk Kecanduan Gadget dan Pembelajaran di Era Digital”, Sabtu (13/2/2021).

"Para orang tua harus menegakkan prinsip disiplin dan memberikan contoh untuk membatasi dirinya dengan gadget. Masyarakat di lingkungan tempat tinggal anak juga harus memiliki empati dalam penggunaan gadget, gerakan membatasi anak dalam menggunakan telepon pintar ini jangan sampai kehilangan keceriaan sosisalisai dan interaksi secara langsung,“ lanjutnya.

Menurut Abdul Kharis, untuk mewujudkan hal itu perlu diciptakan intergrasi antara orangtua dan pemerintah serta lembaga pendidikan untuk memberikan perhatian agar tidak terjadi kecanduan gadget terhadap anak.

Dalam seminar yang sama, Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menyatakan lebih satu tahun Indonesia menyelenggarakan pembelajaran secara daring. Menurutnya, hal ini membuat anak jadi lebih lama berinteraksi dengan gadgetnya. 

“Dan itu bukan hanya sekedar bermain mencari hiburan, tapi untuk tuntutan pendidikan karena sekolah yang diadakan via daring. Dirjen Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mengatakan bahwa pada tahun 2020, sudah 218 ribu sekolah melaksanakan belajar daring,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Berdasarkan catatan WHO, saat ini ditemukan penyakit gangguan jiwa baru pada anak yang dinamakan dengan Screen Depedency Disorder (SDD). Peneliti di Amerika menyatakan aliran saraf seseorang yang mengakses gadgetnya terlalu banyak cenderung memiliki kesamaan aliran saraf dengan seseorang yang kecanduan narkoba.

“Hal ini tentu perlu menjadi perhatian bagi negara dan orangtua, bagaimana kondisi psikis anak, jangan sampai kecanduan gadget karena sekolah pun sekarang diselenggarakan via online,” kata Budi Lestari, Psikolog Klinis, dalam webinar tersebut. 

Terkait hal itu, lanjut Budi, perlu ada penguatan dan edukasi digital dari orang tua dengan situasi pembelajaran jarak jauh ini. Menurutnya, orang tua harus bisa jadi guru untuk anaknya. “Menjadi pendidik untuk anak bukan hanya mengajar tapi harus mendampingi dan membimbing keahlian anak ketika proses belajar di rumah dan mengontrol penggunaan gadgetnya,” katanya. 

Kasus kecanduan gadget pada anak mulai marak terjadi di Indonesia sejak 2019. Setidaknya, di akhir tahun itu, terkonfirmasi di sejumlah Rumah Sakit Jiwa di Jawa Barat, Solo, Bekasi, Semarang dan Bogor telah menangani puluhan pasien anak berusia 11-16 tahun yang menderita gangguan jiwa akibat kecanduan gadget dan game online. Mereka harus menjalain terapi di rumah sakit tersebut.

“Tidak hanya orangtua, tentu negara juga harus memikirkan hal ini. Di beberapa negara seperti Uni Eropa, Amerika, dan Australia, aturan ketat mengenai perilaku anak di dunia digital sudah ada. Di Indonesia, melalui Kominfo sudah mengusulkan rancangan undang-undang data pribadi atau RUU PDP mengenai pembatasan usia penggunaan media sosial menjadi minimal 17 tahun. Hal ini merupakan langkah yang baik dan semoga RUU ini segera disahkan oleh DPR,” tutup Yuliandre. */Bia

 

 

Jakarta - Pandemi yang melanda dunia akibat Corona Virus Disease-19 (Covid-19) telah mengharuskan masyarakat melakukan adaptasi kebiasaan baru guna menekan jumlah penyebaran virus tersebut. Selain menetapkan protokol kesehatan yakni mencuci tangan, menjaga jarak dan mengenakan masker (3M), pemerintah Indonesia juga membuat berbagai batasan sosial guna mengurangi mobilitas penduduk. Yakni dengan menetapkan kebijakan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. 

Dalam rangka mendukung pemerintah menanggulangi wabah Covid-19, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait penyelenggaraan penyiaran, khususnya di televisi. Wakil Ketua KPI Mulyo Hadi Purnomo mengatakan, kebijakan ini diambil mengingat televisi masih menjadi media dengan jangkauan penonton paling banyak dan memiliki daya duplikasi yang tinggi pada masyarakat. Karenanya dalam setiap program yang disiarkan kepada masyarakat, ketaatan terhadap protokol kesehatan merupakan sebuah keharusan. Mulyo juga mengungkap, kedisiplinan lembaga penyiaran terhadap protokol kesehatan menjadi perhatian penting dari berbagai pemangku kepentingan yang menangani penanggulangan Covid-19. Penegakan protokol kesehatan tidak akan efektif jika di televisi masih menyiarkan perilaku abai terhadap kewajiban mengenakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Hal ini disampaikan Mulyo dalam rangka publikasi hasil evaluasi kepatuhan televisi terhadap protokol kesehatan dalam penyelenggaraan penyiaran di masa pandemi Covid-19 periode Januari 2021, di kantor KPI Pusat (11/02). 

Sebagai regulator penyiaran yang bertugas mengatur dan mengawasi setiap konten siaran, KPI telah menerbitkan kebijakan untuk menyiarkan sosialisasi pencegahan penyebaran Covid-19 baik melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM) atau pun program lainnya oleh televisi dan radio. KPI juga mengeluarkan Keputusan KPI (KKPI) nomor 12 tahun 2020 tentang Dukungan Lembaga Penyiaran dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Persebaran Covid-19.  Berdasarkan KKPI tersebut, KPI menetapkan 7 (tujuh) hal yang menjadi parameter kepatuhan program siaran dalam menjalankan protokol kesehatan, yakni sebagai berikut: 

1. Jaga jarak 1-2 meter;

2. menggunakan masker dan/atau pelindung wajah;

3. tidak melakukan adegan kontak fisik;

4. menayangkan Video Tapping (rekaman) atau penyematan informasi bahwa sebelum siaran dimulai lembaga penyiaran telah melakukan sterilisasi ruangan, peralatan dan perlengkapan shooting serta protokol kesehatan bagi para kru, talen, pembawa acara, maupun narasumber;

5. menghadirkan orang di dalam studio dengan tidak melebihi 25% dari kapasitas ruangan;

6. visualisasi adegan news anchor membuka masker pada saat memulai membaca berita dan mengakhirinya dengan menutup masker.

Sepanjang Januari 2021, KPI menemukan 37 tayangan televisi yang diduga melanggar protokol kesehatan yang bersumber dari 11 stasiun televisi. Sebanyak 36 tayangan berasal dari hasil tim pemantauan isi siaran, sedangkan 1 tayangan berasal dari pengaduan publik yang disampaikan ke KPI dan telah diverifikasi. Dari 37 tayangan ini, pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan didominasi dengan tidak mengenakan masker dan pelindung wajah, selain itu didapati juga tayangan yang tidak memperhatikan jarak fisik atau social distancing. 

Tayangan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan ini didominasi oleh program hiburan seperti variety show. Namun demikian, KPI juga mencatat program lain yang turut melakukan pelanggaran seperti program religi dan talkshow. Mulyo menekankan, evaluasi KPI atas kepatuhan terhadap dukungan lembaga penyiaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan persebaran Covid-19, tidak termasuk pada program siaran film, sinetron dan tayangan yang disiarkan ulang (re-run) yang diproduksi sebelum pandemi Covid-19. Atas temuan potensi pelanggaran ini, KPI akan menindaklanjuti dalam Rapat Pleno Penjatuhan Sanksi yang secara regular dilakukan. “ Nanti, Rapat Pleno akan memutuskan jenis sanksi yang dijatuhkan pada masing-masing program siaran yang terbukti melakukan pelanggaran,“ ujarnya. 

Dengan publikasi atas temuan tayangan dengan potensi pelanggaran ini, tambahnya, kami berharap masyarakat mengetahui lembaga penyiaran yang lalai dalam menjalankan protokol kesehatan pada setiap program siaran yang ditayangkan. Selain itu, publikasi ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi lembaga penyiaran dalam mengelola penyelenggaraan penyiaran yang selaras dengan usaha menuntaskan penyebaran pandemi di negeri ini. Usaha menuntaskan pandemi ini butuh kerja sama segenap pihak, termasuk penyelenggara penyiaran yang senantiasa menghadirkan program yang menjadi contoh dan dengan mudah ditiru oleh publik, pungkas Mulyo.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.