Banyuwangi - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak rumah produksi dan televisi untuk meningkatkan kualitas sinetron dengan menggali budaya lokal sebagai tema utama. Salah satu daerah yang dinilai memiliki potensi besar adalah Banyuwangi, yang kaya akan kebudayaan dan tempat wisata menarik.
Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, dalam acara Seminar Nasional Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) bertema "Peran KPI dalam Perbaikan Kualitas Program Siaran Sinetron di Indonesia," yang berlangsung di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Banyuwangi, Sabtu (14/9/2024).
"Banyuwangi adalah daerah yang sedang berkembang, dengan infrastruktur seperti bandara dan rencana pembangunan jalan tol. Kami berharap sinetron yang diproduksi di sini tidak hanya mengambil beberapa adegan, tapi benar-benar mengangkat budaya lokal secara utuh," ujar Ubaidillah.
KPI menilai bahwa sinetron di Indonesia secara umum masih memiliki kualitas rendah dibandingkan dengan tayangan lainnya. Salah satu penyebabnya adalah penggalian tema yang kurang mendalam serta episode yang terlalu panjang.
Dengan memasukkan unsur budaya lokal yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat, KPI berharap sinetron bisa lebih berkualitas dan relevan.
Sekretaris Daerah Banyuwangi, Mujiono, menyambut baik inisiatif KPI. Ia menyoroti potensi besar Banyuwangi dalam hal pariwisata dan budaya, serta berbagai proyek infrastruktur yang sedang berjalan, seperti pembangunan jalan tol dan jalur lintas selatan.
Menurutnya, Banyuwangi siap menjadi latar belakang bagi sinetron yang mengangkat budaya lokal.
Selain itu, KPI juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melaporkan konten siaran yang tidak sesuai melalui Forum Masyarakat Peduli Penyiaran, demi meningkatkan kualitas penyiaran nasional. Red dari berbagai sumber
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melanjutkan kembali pembahasan tentang masukan draft PKPI tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Denda Pelanggaran Isi Siaran, Kamis (12/9/2024) di Kantor KPI Pusat. Sebelumnya, akhir bulan lalu, KPI Pusat melakukan pembahasan yang sama terkait masukan terhadap draft PKPI ini.
Dalam pembahasan kali ini, hadir sebagai narasumber antara lain Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, Roberia, Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika Sekretariat Kabinet RI, Arnando J.P. Siregar, Kepala Subdit Potensi Penerimaan dan Pengawasan K/L III Anas Fazri, Kepala Seksi Potensi Penerimaan dan Pengawasan K/L III dari DJA PNBP Kemenkeu, Wahyu Indrawan, serta Ketua Tim Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Burhanudin Harjono.
Di awal diskusi, Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan, pihaknya sudah menerima masukan terkait draft yang tujuannya untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas lembaga penyiaran agar semakin baik secara siaran maupun proses bisnisnya. Diskusi ini pun dimaksudkan untuk mencari titik temu sebelum PKPI ini ditetapkan.
Sementara itu, moderator diskusi, Peri Umar Farouk menyampaikan, masukan dari pertemuan sebelumnya sudah disertakan dalam draft PKPI, yaitu terkait pengenaan sanksi administratif dan denda, serta urutan jenis pelanggaran.
Terkait draft PKPI ini, Roberia, memberi masukan terhadap konstruksi pembukaan, batang tubuh dan penjelasan. Dia juga berpendapat ada nomenklatur yang berbeda terkait lembaga penyiaran dan perlu dibuat batasan yang jelas agar tidak memunculkan pemahaman yang berbeda dengan yang dikehendaki penyusun.
Menanggapi hal itu, Anas Fazri mengatakan, kewenangan Sekretariat KPI adalah sebagai instansi pengelola PNBP. Sebagaimana logika yang berlaku pada konstruksi pengelolaan belanja dimana Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), maka secara ex-officio, Sekretariat KPI berlaku sebagai KPA. Hal ini perlu penyesuaian dalam draft PKPI. Sementara komisioner berwenang menetapkan putusan atau menjatuhkan sanksi.
Mewakili Kemenkominfo, Burhanudin Harjono, menyebut bahwa pada dasarnya PP 43 Tahun 2023 sudah bisa menjadi dasar penghitungan, penagihan, pemungutan, dan penyetoran bagi instansi pengelola PNBP. Dia juga memaparkan bagaimana alur putusan terkait penjatuhan sanksi denda ini.
Dia menyebutnya sebagai bridging yang dimaksudkan memudahkan pengguna PKPI, yaitu Sekretariat KPI, yang disertai dengan simulasi penerapan perhitungan atas pelanggaran. Perlu digarisbawahi, lanjut Burhanuddin, untuk penetapan indeks jangan terlalu kecil karena kemungkinan tidak menimbulkan efek jera. Hal ini didukung oleh Wahyu Indrawan yang mengingatkan perlu adanya pertemuan dengan asosiasi untuk menyampaikan bahwa masukan mereka sudah diakomodir.
Senada dengan masukan narasumber sebelumnya, Arnando J.P. Siregar menyebutkan pentingnya konstruksi atau tata urutan yang baik dalam draft PKPI untuk memudahkan pemahaman dan keterkaitan antara satu dan lainnya, selain kesesuaian dengan kaidah penyusunan peraturan perundangan. Dia menambahkan, KPI juga perlu memetakan, mengidentifikasi pelanggaran yang mana yang dikenai sanksi atau denda. Runut pengaturan pengenaan denda perlu dipastikan fit atau tepat pemberlakuannya.
Menutup diskusi, Peri Umar Farouk mengakui belum adanya pemetaan secara spesifik jenis pelanggaran yang bisa dikenakan denda. Karena itu, diskusi ini menjadi masukan yang positif, Maka dari itu, diskusi lanjutan perlu diagendakan dengan menghadirkan narasumber dan asosiasi terkait. Anggita
Semarang – Menghadapi pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mengeluarkan surat edaran terkait pengawasan dan pelaksanaan siaran Pilkada di lembaga penyiaran. Edaran ini untuk memastikan pelaksanaan siaran kampanye dan iklan di lembaga penyiaran berjalan sesuai aturan dan perundangan yang berlaku.
“Kami siap membuat surat edaran untuk lembaga penyiaran soal pilkada di lembaga penyiaran. Apa-apa saja yang harus dipatuhi lembaga penyiaran dan calon pasangan ada dalam surat edaran,” kata Ketua KPI Pusat, Ubaidilllah, di sela-sela sambutannya sebelum membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengawasan Siaran Pilkada di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Jawa Tengah, Senin (9/9/2024).
Selain itu, Ubaid menambahkan, edaran ini juga untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran siaran pilkada di TV dan radio. Seperti soal keberimbangan siaran dan kesempatan yang sama untuk paslon.
“Mereka harus dapat kesempatan yang sama. Tidak hanya satu pasangan saja, tapi juga pasangan lainnya. Masyarakat harus tahu visi dan misi dari setiap calon-calon tersebut. Sehingga pada saat terpilih, rekam jejaknya sudah ada dan masyarakat dapat menagih janji-janjinya tersebut,” ujarnya.
Menurut Ubaid, peran lembaga penyiaran khususnya TV dan radio lokal sangat penting dalam pelaksanaan pilkada ini. “Pilkada ini jadi pesta yang besar dan karenanya harus disiarkan ke masyarakat. Sehingga masyarakat dapat info yang aktual dan valid terkait seluruh informasi tentang pilkada di masing-masing daerah,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, dia meminta kalangan akademisi khususnya mahasiswa untuk terlibat aktif dalam mengawasi jalan penyiaran pilkada di lembaga penyiaran. Kendati informasi dari media sosial sudah menjadi kebutuhan utama, informasi yang berasal dari media penyiaran tetap menjadi rujukan utama untuk memastikan kebenaran informasi dari media baru tersebut.
KPI juga meminta masyarakat untuk melaporkan setiap ada temuan yang mengindikasi pada pelanggaran siaran ke KPI. “TV dan radio ini diawasi oleh KPI Pusat dan KPID. Kerja KPI juga perlu ditopang publik kampus,” tandasnya. ***
Semarang – Pengawasan siaran pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak melulu menyoal netralitas serta proporsionalitas konten bagi kontestan atau pasangan calon (paslon) pilkada. Aspek lain yang juga tak kalah pentingnya adalah sejauhmana informasi mengenai visi misi, rekam jejak dan gagasan para paslon itu tersampaikan secara utuh kepada masyarakat.
Hal itu disampaikan Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso, di sela-sela kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengawasan Siaran Pilkada 2024 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Senin (11/9/2024) kemarin.
Menurut Tulus, informasi tentang para paslon ini penting diketahui masyarakat supaya pilihannya obyektif dan rasional. “Ini juga kemudian yang kami pesankan kepada lembaga penyiaran agar lembaga penyiaran itu menginformasikan rekam jejak dari paslon. Gagasan-gagasannya apa saja yang akan dilakukan dan apa yang sudah dilakukan sebelumnya,” kata Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini.
Selain itu, kata Tulus, informasi lengkap para paslon ini akan meminimalisasi pandangan subyektif dari masyarakat. Dengan demikian, penyelenggaraan pilkada ini akan menghasilkan para pemimpin daerah yang dapat bekerja untuk masyarakatnya.
“Jadi bukan hanya dikehendaki karena dia baik, ganteng, cantik, atau satu desa dengan teman-teman. Pilihan seperti itu ditentukan hanya berdasarkan rasa. Tapi apakah para paslon ini bisa bekerja. Jadi, kalau informasi ini disampaikan dengan komplit maka kita semua bisa memilih dengan rasional dan objektif,” jelas Tulus di depan ratusan peserta bimtek.
Salah satu contoh daerah yang dinilai mengalami perubahan karena pimpinan yang mumpuni yakni Banyuwangi. Dahulu, kata Tulus, Banyuwangi lebih dikenal sebagai daerah mistis. Namun sekarang berubah drastis menjadi daerah tujuan wisata dan banyak festival kebudayaan.
“Ini karena contoh kepemimpinan di daerah yang bisa merubah wajah dari daerahnya. Jika pemimpin daerahnya bisa melakukan inovasi, maka daerah itu bisa berkembang dan maju,” ujar Tulus penuh keyakinan.
Sementara itu, pemerhati penyiaran sekaligus akademisi Universitas Diponegoro (Undip), Mulyo Hadi Purnomo, meminta agar peran publik dalam pengawasan siaran pilkada jangan terbebani dengan norma dan regulasi yang ada. Menurutnya, prinsip pengawasan yang kemudian melahirkan aduan ini datang dari hati nurani kita.
“Jadi kalau teman-teman merasa ada sesuatu yang tidak bisa diterima oleh pikiran dan hati nurani, jangan ragu menyampaikan ke KPI dan KPID. Soal benar atau tidaknya memang harus kembali ke aturan yang ada. Karena tidak semua laporan harus menjadi sanksi, jika tidak ada pasalnya maka tidak bisa disanksi,” kata Mulyo yang pernah menjabat sebagai Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 dan KPID Jateng.
Dalam kesempatan ini, dia menegaskan pentingnya mengedepankan aspek netralitas dalam isi siaran di lembaga penyiaran. Menurutnya, lembaga penyiaran harus mampu memberikan informasi yang proporsional dan adil bagi setiap kontestan. Selain juga tidak berpihak pada salah satu paslon.
“Prinsip netralitas ini harus dijaga, jangan sampai ada bias antara paslon satu dengan paslon yang lain,” paparnya dalam bimtek tersebut.
Akademisi lainnya, Nadiatus Salama, mendorong agar peran pengawasan yang dilakukan publik terus diperkuat. Menurutnya pengawasan ini penting untuk menjaga keadilan dalam konten siaran. “Ini harus adil dan tidak parsial. Kita harus menghindari ada rasa ketidakadilan, perpecahan, disintegrasi dan sebagainya,” kata Nadiatus di tempat yang sama.
Selain itu, Dia mendorong peningkatan literasi media bagi masyarakat. Literasi media tidak hanya sekedar membaca tapi juga menyangkut pemahaman tentang dinamika dari media, sehingga dapat mengidentifikasi apakah telah terjadi miss informasi atau tidak pada informasi tersebut.
“Kita harus mendorong media yang bertanggungjawab yang mencerdaskan masyarakat. Masyarakat menginginkan informasi yang jujur, terbuka seluas-luasnya berikan kami penyiaran pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat bukan yang ditutup-tutupi, dimanipulasi, direkayasa karena masyarakat sudah lelah dengan semua itu,” tandasnya menutup paparannya. ***
Semarang – Mahasiswa didorong untuk ikut aktif mengawasi siaran Pilkada 2024 di lembaga penyiaran, TV dan radio. Peran serta pengawasan mahasiswa ini penting untuk menciptakan pemilihan kepala daerah yang aman dan bermartabat. Hal ini disampaikan Anggota KPI Pusat Aliyah dalam kegiatan Bimtek Pengawasan Penyiaran Pilkada 2024 di Universitas Islam Negeri (IIN) Walisongo, Semarang, Senin (9/9/2024).
“Pada 27 November nanti akan ada perhelatan besar yang dilakukan bangsa ini yaitu pemilihan gubernur dan wakil gubernur, walikota dan wakil walikota, dan bupati dan wakil bupati secara serentak. Kami berharap dengan adanya acara ini, adek-adek mahasiswa menjadi duta-duta pengawasan siaran dan membantu peran KPI,” pinta Aliyah di depan peserta bimtek yang sebagian besar mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Menurut Aliyah, KPI memang mengawasi program siaran TV maupun Radio 24 jam. “Tetapi kami merasakan itu masih belum cukup, maka kami melibatkan adek-adek mahasiwa untuk ikut ambil bagian mengawasi siaran-siaran yang berlangsung di TV dan radio. Apakah adek-adek siap!” serunya dan langsung dijawab siap.
Dalam laporannya ini, Aliyah mengingatkan kewajiban lembaga penyiaran untuk menjaga isi siarannya untuk tidak berat sebelah. Pasalnya, berdasarkan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, isi siaran wajib menjaga netralitasnya dan tidak mengutamakan kepentingan kelompok tertentu.
“Ada aturannya. Begitu juga dengan aturan yang ada di KPI yakni pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran,” tuturnya.Berdasarkan pemantauan KPI selama penyelenggaraan penyiaran pemilu, pileg dan pilpres kemarin, hampir seluruh siaran politik lembaga penyiaran relatif aman. “Lancar pemberitaan dan iklan kampanyenya. Dugaan potensi pelanggarannya pun tidak sampai penjatuhan sanksi. Barangkali hal ini berbeda dengan keriuhan di platform media sosial yang ranah pengawasannya belum menjadi kewenangan KPI,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah, meminta lembaga penyiaran untuk mengedepankan asas keberimbangan dalam siaran Pilkada 2024. Selain itu, lembaga penyiaran harus memberikan kesempatan yang sama untuk seluruh pasangan calon yang berkontestasi dalam Pilkada 2024.
“Mereka harus dapat kesempatan yang sama. Aturan-aturan ini harus diikuti lembaga penyiaran. Karenanya, masyarakat harus ikut mengawasi siaran di lembaga penyiaran,” katanya sebelum membuka kegiatan tersebut.
Ubaidillah juga meminta lembaga penyiaran untuk menyiarkan seluruh proses penyelenggaran pilkada ini secara terbuka dan luas. Sehingga masyarakat dapat menerima secara aktual dan faktual seluruh informasi terkait pilkada. “Kita khawatir dengan info yang tidak benar atau hoaks yang berasal dari media sosial. Karenanya, informasi dari lembaga penyiaran menjadi bahan validasi bagi masyarakat terhadap info tersebut,” tuturnya.
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongi, Muhammad Fauzi, mengatakan keterlibatan mahasiswa ikut memantau siaran pilkada dapat menghasilkan penyelenggaraan pilkada yang baik dan bermartabat. Selain itu, peran mahasiwa dapat mengarahkan masyarakat untuk memastikan pilihan ke calon-calon yang memang berkualitas dan baik.
“Kita menginginkan pilkada ini menghasilkan pemimpin-pemimpin daerah yang terbaik dari yang terbaik,” tandasnya. ***
Banyak pelajaran yang dapat diambil dari anime ini, sifat pantang menyerah, selalu berusaha,dan jangan pernah berhenti untuk berharap, sangat kental di program ini, saya ingin berterima kasih karena pihak stasiun bisa menayangkan program ini walaupun masih ada beberapa kekurangan