Jakarta – Stasiun televisi RCTI, SCTV dan Trans 7 penuhi undangan KPI Pusat terkait tayangan sinteron bernapaskan agama dan juga penokohan Haji yang tidak sesuai dengan makna kehajiannya, Senin, 22 April 2013. Tayangan sinetron seperti ini banyak mendapat keluhan dari mayarakat yang mengadukan langsung ke KPI Pusat. Dalam pertemuan itu, hadir perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Sensor Film (LSF), dan Masyarakat TV Sehat Indonesia.

Pertemuan itu dipimpin langsung Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, dan Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Nina Mutmainnah.

Diawal pertemuan, KPI Pusat mempersilahkan pihak pengadu yakni Masyarakat TV Sehat Indonesia menyampaikan keluhan dan pengaduan mereka terkait tayangan sinteron yang dimaksud kepada perwakilan televisi yang menayangkan sinetron tersebut. Berbagai argumentasi dan juga kritikan disampaikan mereka kepada perwakilan stasiun televisi yang hadir di ruang rapat KPI Pusat.

Usai mendengarkan keluhan pengadu, KPI Pusat mempersilahkan perwakilan LSF menyampaikan pendapat mereka terhadap beberapa tayangan sinteron yang bernapaskan agama Islam. Ada beberapa persoalan yang perlu diperbaiki dalam sinetron tersebut terutama persoalan keseimbangan dalam masing-masing tokoh dalam sinetron.

Setelah mendengarkan penjelasan LSF, KPI Pusat meminta klarifikasi dari perwakilan RCTI, SCTV dan Trans 7. Dari klarifikasi yang disampaikan masing-masing perwakilan televisi disimpulkan semunya menerima setiap pendapat maupun kritikan sebagai masukan untuk perbaikan isi dalam program sinetron

Awal pekan lalu, Masyarakat TV Sehat Indonesia mengadu kepada KPI Pusat terkait penayangan sejumlah sinetron seperti Haji Medit (SCTV), Islam KTP (RCTI), Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), dan Ustadz Foto Kopi (SCTV). Mereka menilai tayangan TV ini cukup meresahkan kaum Muslim Indonesia.

Dikatakan tayangan-tayangan sinetron tersebut menggunakan judul dengan terminologi Islam, tapi isi dan jalan ceritanya jauh dari perilaku islami. Bahkan, tidak jarang dalam tayangan tersebut, karakter ustadz dan haji, yang merupakan tokoh panutan di tengah-tengah masyarakat melakukan tindakan di luar kepatutan, digambarkan suka mencela, iri, dengki, dan sama sekali tidak ada pesan Islam di dalamnya.

"Tayangan sinetron-sinetron tersebut telah memunculkan persepsi buruk tentang tokoh panutan dalam agama Islam. Jelas hal ini sangat meresahkan masyarakat," kata Ardy Purnawan Sani, koordinator Masyarakat TV Sehat Indonesia.

Bahkan, masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat TV Sehat Indonesia, mendesak agar KPI menghentikan tayangan-tayangan sinetron di atas. Selain itu, Masyarakat TV Sehat Indonesia juga mengajak aktor dan artis untuk lebih selektif dalam memilih peran sehingga tidak menimbulkan kegelisahan, bahkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Red

Jakarta – Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2013 akan ditutup malam ini pukul 19.00 WIB di Kartika Expo Balai Kartini, Sabtu, 20 April 2013. Penutupan expo penyiaran yang bertemakan “Spirit Indonesia” ini akan dihadiri Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Agung Laksono, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, Ketua ATVSI, Erick Thohir, dan segenap tamu undangan penutupan IBX 2013.
Selama dua hari penyelenggaraan, masyarakat yang datang, baik yang ingin melihat pameran ataupun ikut dalam workshop, begitu antusias. Menurut pengamatan kpi.go.id, setiap hari pengunjung yang datang ke acara ini mencapai ribuan.

Sebagai informasi, IBX ini terselenggara atas kerjasama semua pemangku kepentingan penyiaran di tanah air akan berlangsung mulai tanggal 18 – 20 April 2013 di Kartika Expo Balai Kartini, Jakarta. Perhelatan yang baru pertama kali di Indonesia ini diisi berbagai kegiatan antara lain: seminar, workshop, job fair, hiburan dan pameran seputar dunia penyiaran.

Adapun pemangku yang terlibat yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI), Badan Layanan Umum Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Televisi Republik Indonesia (TVRI), Radio Republik Indonesia (RRI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Wartawan Radio Indonesia (ALWARI), Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), Persatuan Perusahaan periklanan Indonesia (PPPI) dan Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA).
   
Sesuai dengan tema “Spirit Indonesia”, IBX 2013 menjadi wahana bagi segenap stakeholder penyiaran agar melakukan peneguhan komitmen sekaligus refleksi untuk selalu berkontribusi menjaga semangat Indonesia yang bersatu, maju, beradab dan berkeadilan berdasarkan Pancasila. IBX 2013 juga  menjadi ajang pertukaran informasi dan  pengetahuan antar stakeholder penyiaran baik daerah, nasional maupun mancanegara serta memberikan gambaran terhadap masyarakat mengenai perkembangan mutakhir industri penyiaran di Indonesia. Red

Jakarta – Persoalan digitalisasi menjadi salah satu topik dalam workshop di Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2013 di Kartini Expo Balai Kartini, Jumat, 19 April 2013. Dalam pengatarnya, Komisioner KPI Pusat, Judhariksawan mengungkapkan, digitalisasi memberi banyak peluang kepada semua pihak termasuk mahasiswa yang ingin terjun ke dunia penyiaran.

Hanya saja permasalahan alih teknologi dari analog ke digital ini, kata Judha, pihak begitu menyayangkan sikap Pemerintah Pusat yang tidak banyak melibatkan banyak pihak dalam hal ini.

Belajar mengenai ini dari beberapa negara, KPI melihar proses digitalisasi merupakan alih teknologi yang diupayakan jangan sampai merugikan publik. “Sebagai contoh di Amerika Serikat, eksisting diberikan kanal di 6 MHz. Dan diperbolehkan membuat program apapun, itu menjadi insentif bagi penyiaran analog yang ingin migrasi,” jelas Judha di depan peserta Workshop yang sebagian besar mahasiswa di bilangan Jakarta dan sekitarnya.

Judha mengusulkan agar tidak ada kerugian bagi eksisting, maka yang harus dilakukan Indonesia adalah meniru Amerika serikat dengan memberikan insentif. Sayangnya, menurut pandangan KPI peralihan teknologi kelihatan seperti dipaksakan. “Mereka dipaksa untuk beralih ke digital, dan dapat merugikan penyelenggara penyiaran,” katanya.

Menurut Judha, di negara lain yang sudah melakukan proses peralihan teknologi dari analog ke digital, migrasi teknologi ke digital oleh eksisting tidak langsung switch. Prosesnya bertahap dan kedua teknolgi dibiarkan hidup berdampingan. Ini supaya masyarakat bisa melihat dan memilih teknologi tersebut.

Judha menyinggung bagaiman proses tender LP3M di Indonesia. Ada beberapa grup yang besar seperti MNC Grup. MNC akan menyewa ke tempat lain jika mereka tidak menang tender tersebut. Mereka harus terpaksa membawa semua perbekalannya dan mengetuk pintu pemenang LP3M. “Ini bisa jadi menimbulkan kompetisi yang tidak sehat,” ungkapnya.

KPI sudah merancang blueprint penyiaran digitalisasi. “Kami berpikir secara nasional. Jika terjadi migrasi ini di daerah yang ekonomi kurang maju, pertanyaannya siapa yang akan mau ikut seleksi LP3M, jika tidak ada, maka dimana peran negara dalam memenuhi informasi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Judha mengajak semua pihak, untuk berpikir kreatif. “Pada intinya migrasi analog ke digital itu tidak boleh merugikan penyiaran yang ada, karena hal itu hanyalah alih teknologi,” paparnya. Red

Bogor (19/4) - Wadah para jurnalis seperti Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menjadi faktor penting untuk membentuk jurnalis yang profesional. Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto menyampaikan, jurnalis yang profesional adalah jurnalis yang memperhatikan kaedah atau nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Dalam Workshop Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) yang diadakan oleh KPI bekerjasama dengan IJTI di Bogor (19/4), M. Riyanto mengungkapkan masyarakat perlu disuguhkan karya jurnalistik televisi yang sehat. "Karya jurnalistik yang sehat adalah karya yang memiliki nilai budaya dan edukasi," jelasnya.

Kedua nilai tersebut yang harus ditanamkan kepada para jurnalis melalui wadah seperti IJTI. "Secara moral, KPI merupakan bagian kerjasama dengan IJTI untuk membangun jurnalistik televisi menjadi lebih baik lagi," katanya kepada para peserta workshop.
 
Yadi Hendriana Ketua IJTI mengungkapkan cita-cita KPI dan IJTI sudah berjalan paralel. Yadi menjelaskan bahwa cita-cita IJTI adalah ingin mempunyai sebuah laboratorium broadcast yang di dalamnya terdapat program literasi media serta IJTI harus menjadi acuan bagi proses sertifikasi jurnalis.

"Sebagai jurnalis televisi, kami pegang P3SPS dan Kode Etik Jurnalistik," kata Yadi. Menurutnya, P3SPS akan menentukan kualitas konten siaran dan yang utama menjamin siaran yang sehat. Bahkan Yadi mengungkapkan, P3SPS lebih banyak dimasukkan dalam uji kompetensi para jurnalisnya.

M. Riyanto mengharapkan workshop ini sebagai inkubator untuk menanamkan nilai-nilai kepada jurnalis televisi sehingga dapat membentuk generasi yang lebih sehat di masa depan.red/an

(Jakarta: 18/4) - Operator televisi di Indonesia harus menyadari pentingnya menyiarkan tayangan yang mendidik dan rasional guna mencerdaskan masyarakat. Ada banyak masalah penting yang layak ditayangkan televisi namun belum muncul saat ini, kalah dengan sinetron atau infotainment yang menyajikan isu tidak penting. Hal tersebut disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, saat memberikan ceramah kunci dalam acara Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2013 di Balai Kartini, Jakarta (18/4).

Menurut Tifatul, guna mencapai visi 2045 yakni Indonesia maju dan modern, dunia penyiaran punya peran besar dalam mewujudkan visi besar tersebut. Saat ini, ujar Tifatul, Indonesia memiliki jam menonton televisi 1 jam lebih banyak dari orang Amerika, yakni 4 jam sehari. Untuk itu tayangan di televisi kita, tentu saja harus yang berkualitas dan mencerdaskan.

Masyarakat harus diajak untuk ikut mencapai visi besar, Indonesia yang maju dan modern tersebut, ujar Tifatul. Karenanya, dia menilai KPI harus ikut melakukan audit atas rating yang selama ini dijadikan dasar bagi televisi menentukan model tayangannya. Sekali lagi Tifatul mengingatkan agar stasiun televisi tidak menjadikan rating sebagai berhala.

Kementerian yang dipimpin Tifatul  saat ini sudah menjalin kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi untuk membuat rating alternatif dengan jalan memberikan penilaian atas kualitas tayangan televisi. Lebih jauh, Tifatul berharap Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) perlu diperkuat untuk mengawasi konten siaran televisi, sehingga masyarakat ikut tercerahkan dan tercerdaskan dengan hadirnya tayangan berkualitas di ruang siar mereka.

Usai memberikan sambutan, Tifatul juga menandatangani Deklarasi Gerakan Masyarakat Sadar Media (Gemasada). Sebuah gerakan yang digagas oleh KPI guna menghadirkan masyarakat yang sadar dalam menyikapi serta memanfaatkan media berikut pesannya secara benar.  Selain itu, menurut Idy Muzayyad, Ketua Panita IBX 2013, Gemasada juga mendorong media yang ada saat ini menjadi media sehat yang konsisten menjalankan fungsinya (informasi, pendidikan, hiburan, kontrol dan perekat social) secara adil dan berimbang.  Dengan adanya harmoni antara media dan masyarakat tersebut, menurut Idy, akan meneguhkan spirit Indonesia yang didasarkan atas nilai-nilai luhur bangsa ini, serta nilai Pancasila.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.