- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 4232
Padalarang - Riset Kebutuhan Program Siaran Lembaga Penyiaran yang mengandung kajian berkenaan dengan minat, kenyamanan, dan kepentingan (MKK) publik terkait isi siaran, merupakan titik pijak dalam mensyiarkan informasi dan hiburan kepada khalayak. Merujuk pada undang-undang Cipta Kerja yang mewajibkan analog switch off (ASO), jumlah televisi yang hadir di tengah masyarakat akan semakin banyak. Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat Agung Suprio saat memberi sambutan pada Diseminasi Hasil Riset Kebutuhan Program Siaran Lembaga Penyiaran wilayah Jawa Barat, yang dilaksanakan KPI Pusat bekerja sama dengan Universitas Padjajaran (Unpad), (20/9).
Agung mengungkap, dari data KPI saat ini terdapat 40 lembaga penyiaran yang telah mengajukan izin untuk penyelenggaraan televisi digital. Sebagian besar memiliki kekhususan segmentasi program, seperti TV berita, TV anak, TV Pendidikan dan TV perempuan. Harapannya, dengan adanya riset mengenai kajian MKK Publik ini, keberagaman konten siaran akan tercapai saat diterapkannya penyiaran digital tahun 2022 mendatang.
Riset ini, ujar Agung, dapat menjadi landasan untuk televisi maupun radio dalam membuat program siaran yang mendekati kenyamanan dan kepentingan publik. “Dengan demikian industri dapat tetap tumbuh dan masyarakat dilayani dengan maksimal,” ucapnya. Agung berharap, riset kajian MKK yang saat ini dilaksanakan untuk wilayah Jawa Barat, dapat dikembangkan di seluruh daerah di Indonesia. Apalagi, secara legal, riset ini dilandaskan pada Undang-Undang Penyiaran, khususnya pasal 8 ayat (3) tentang tugas dan kewajiban KPI. Serta pasal 52 yang menjadi pintu masuk masyarakat untuk berperan serta mengembangkan program siaran lembaga penyiaran.
Dalam diseminasi hasil riset, turut hadir pula Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Dr Dadang Rahmat Hidayat sebagai narasumber. Dadang yang juga Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Unpad mengatakan, hasil riset harus dapat diimplementasikan untuk semua pemangku kepentingan penyiaran. “Advokasi dan literasi seharusnya tidak hanya pada publik, tapi juga pada pihak lain seperti pengiklan,” ujarnya. Karena, tambahnya, ada juga pengiklan yang berprinsip yang penting iklannya ditonton.
Dadang mengusulkan agar dilakukan advokasi atas hasil riset agar sampai kepada pengiklan. “Sehingga pengiklan juga paham, oh ternyata selama ini saya beriklan di acara bermasalah,” terangnya. Pengiklan harus dapat diarahkan agar selain iklannya ditonton banyak orang, tapi penempatannya juga berada di program-program yang berkualitas.
Ini juga yang menurut Dadang menjadi upaya menjaga program-program berkualitas di televisi agar keberadaannya dapat berkesinambungan. Kita berharap hasil riset ini bukan hanya mengedukasi publik agar hanya menonton siaran berkualitas, tapi juga pada pengiklan. “Agar mereka paham, iklannya itu punya impact atas keberlangsungan sebuah program siaran,”tegas Dadang.
Narasumber lain yang turut hadir adalah Dewi Sri Sotijaningsih dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Dewi berpendapat, KPI harus mengaitkan antara hasil riset kajian MKK ini dengan riset indeks kualitas program siaran televisi dan riset kuantitatif dari Nielsen. Tindak lanjut KPI terhadap dari riset ini yang akan menentukan kebermanfaatannya bagi kualitas program siaran televisi mendatang. Ditambahkan Dewi, selain dipublikasikan pada masyarakat, kajian tentang MKK juga harus disampaikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Sebagai pemberi izin untuk penyelenggaraan penyiaran, seharusnya Kominfo merujuk pada hasil riset ini. “Sehingga kita dapat benar-benar mendorong program siaran di televisi dapat semakin berkualitas dan demokratis,” pungkasnya./Editor:MR