Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, memberi penjelasan di depan peserta Diskusi Kelompok Terpumpun yang diselenggarakan Divisi Humas Polri, Rabu (27/11/2019).

Jakarta -- Permasalahan media baru menjadi topik utama pembicaraan dalam Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD yang diselenggarakan Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia di Hotel Ambhara, di bilangan Kebayoran Lama, Rabu (27/11/2019). Belum adanya pengawasan dan payung hukum yang menaungi dikhawatirkan akan membuat media baru atau media non mainstream jadi tak terkendali.

“Di sejumlah negara, seperti Australia, peraturan tentang media baru sudah dibuat. Adanya kendali terhadap platform ini di Australia, setelah terjadinya kasus siaran langsung kejadian yang mengerikan di facebook . Meskipun mereka liberal, aturan tentang media baru ini tetap ada,” kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Agung Suprio, saat memaparkan materinya di acara tersebut.

Menurut Agung, yang penting ditekankan saat ini adalah bersedia atau tidak kita menerapkan hal itu di sini. Pengaturan itu, lanjutnya, dapat memberi nilai positif bagi negara, baik dari segi finansial antara lain pemasukan kas negara melalui pajak maupun penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Agung juga menyoroti tanpa regulasi dan pengawasan akan menyuburkan peredaran berita palsu atau hoax lewat media baru. Dalam konteks itu, siapapun dapat menjadi penyampai atau pembuat berita tanpa harus tunduk pada kode etik atau mekanisme yang berlalu untuk sebuah produk jurnalistik. 

“Saat ini, media yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran informasinya adalah media-media konvensional. Kami menjamin hal itu dan mereka dapat menjadi rujukan untuk konfirmasi atas berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan di media baru. Memang ada cara lain untuk meredam beredarnya dan terpaparnya masyarakat akan berita hoax yakni melalui literasi,” jelas Agung. 

Sementara itu, Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Kamsul Hasan, berpendapat kekosongan hukum akan menimbulkan masalah karena tak ada satu lembaga yang berhak melakukan pengawasan termaasuk KPI. “Obyek pengawasan KPI hanya yang ada dalam naungan Undang-Undang Penyiaran dan untuk media baru tidak termasuk. Perkembangan media ini harus dipikirkan diantisipasi dan dipikirkan segera,” katanya. 

Kepala Divisi Humas Mabel Polri, Muhammad Iqbal, menegaskan informasi yang disampaikan harus dikelola dengann narasi yang membangun kondisi yang aman dan menumbuhkan sumber daya manusia yang unggul. Menurutnya, sinergitas antar lembaga terkait dan kelompok masyarakat harus terus dikelola untuk menjaga dan mencerdaskan kehidupan bangsa ini. 

“Pilar ke empat harus dijaga supaya tetap sehat. Karena itu, kita perlu pandangan yang segar dan pikiran yang brilian karenanya kami undang tokoh kredibel kredibel seperti Ketua KPI Pusat Agung Suprio untuk mengisi acara ini,” katanya saat memberi kata sambutan acara tersebut. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat menyampaikan materi tentang "Pengaturan Progran Siaran Bermuatan Seksual" di Sekolah P3SPS KPI Angkatan XLII, Rabu (27/11/2019).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia berharap lembaga penyiaran dapat mengantisipasi seberapa keharusan bluring atau penyamaran dalam sebuah tayangan di program siaran. Penyamaran hanya dikenakan dalam konteks visual tayangan tertentu. Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, saat menjadi salah satu pemateri kegiatan Sekolah P3SPS KPI Angkatan XLII di Kantor KPI Pusat, Rabu (27/11/2019).

Menurut Nuning, lembaga penyiaran wajib menyamarkan tayangan yang memuat gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. “Selain itu, harus juga menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya adalah anak di bawah umur,” jelasnya kepada peserta yang sebagian besar wakil media penyiaran . 

Dalam konteks lainnya, visual program siaran masih dapat dikondisikan tampil tanpa "bluring" dengan catatan lembaga penyiaran harus mengupayakannya sejumlah tindakan. Misalnya, dengan senantiasa memperhatikan wardrobe (busana) pengisi acara atau mengambil gambar yang tidak mengesankan mengeksploitasi bagian tubuh tertentu, memotong sebagian visual  tayangan yang eksploitatif dengan tidak mengurangi pesan dari program siaran yang akan ditampilkan.

“Lembaga penyiaran juga jangan terlalu berlebihan bertindak, sehingga hal-hal yang seharusnya tidak diblur malah dilakukan blur berlebihan. Seperti blur pada aktor kartun Sizuka saat sedang di pinggir kolam renang, kemudian visual memerah susu sapi diblur dan banyak hal lain tentang visual bluring yang keluar konteks" tutur Nuning.

Lalu pada program siaran olahraga, Nuning menyatakan, seharusnya tidak boleh ada bluring karena konteks tayang tersebut adalah siaran olahraga. “Idealnya program siaran tanpa bluring dan tidak eksploitatif adalah indikator baiknya tingkat pemahaman lembaga penyiaran terhadap  Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI,” katanya. 

Nuning juga menyampaikan hal-hal berkaitan dengan program siaran bermuatan seksual yang dilarang menampilkan ketelanjangan, persenggamaan, ciuman bibir, eksploitasi paha, dada dan bokong. “Mengenai bincang-bincang seks harus ditayangkan pada jam dewasa dan didampingi oleh ahli dalam hal ini pakar kesehatan atau psikolog,” pintanya.

Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini juga mengingatkan larangan penayangan lagu dengan lirik cabul dan mengandung makian. Karenanya, lanjut Nuning, lembaga penyiaran khususnya radio harus lebih waspada terhadap lagu-lagu yang mengandung muatan cabul dan khusus lagu berbahasa asing diharuskan selalu menggunakan versi "Radio Edit". **

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat akan menyelenggarakan Sekolah P3SPS KPI Angkatan XLII mulai Selasa (26/11/2019) hingga Kamis (28/11/2019) di Kantor KPI Pusat, Jalan Djuanda Raya No.36, Jakarta Pusat. Berikut di bawah ini nama-nama peserta Sekolah P3SPS KPI Angkatan XLII:

1. Mardiana - GTV

2. Tulus Hendra Wardana - GTV

3. Ardi Ferdiansyah - ANTV

4. Fadly Salampessy - MNCTV

5. Ami Afriatni - MNCTV

6. Iman Mulia Rosidi - Jawapos TV

7. Ratih Nugraini  - Jawapos TV

8. Muhammad Reza - Jawapos TV

9. Gita Sucia - Trans TV

10. Maliga Arsieta  - Trans TV

11. Ariyadi Prayoga - iNews

12. Rudy Darmawann - iNews

13. Fajar Sodik - tvOne 

14. Helmi Ades - tvOne 

15. Dhea Gracia - SCTV

16. Yohanes Yon Jayvan Andel Sajar - SCTV

17. Aditya Rizky - Trans 7

18. Heri Adrian - RTV

19. Roy Rahadian - RTV

20. Efika Rosemarie - Brava Radio 103.8 FM

21. Deryansha - Trax 101.4 FM

22. Gemah Dirgantarra - Hard Rock 87.6 FM

23. Tengku Suci Mazira Karmen - Radio Elshinta

24. Diah Puspo - 90.4 Cosmopolitan FM

25. Cynthia Purnama Sari - Iradio Jakarta

26. Anastasia Widyastuti - Univ Muhmmadiyah Yogyakarta 

27. Friandes Aromadoen - Univ Muhammadiyah Yogyakarta

28. Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. - IKHAC

29. Tommy Manggala Putra - KPI Pusat 

30. Trika Hasda Mareta - KPI Pusat 

31. Haldia Nurvianti - KPI Pusat 

32. Nurina Afriani - KPI Pusat 

33. Isnaini Solikhah - KPI Pusat 

34. Foni Moeryanti - KPI Pusat 

35. irma fardiyani - KPI Pusat 

36. Ariel Sharon - KPI Pusat 

37. Widi Rahayu  - KPI Pusat 

38. Desti Restiani - KPI Pusat 

39. Eka kurniawati - KPI Pusat. *** 

 

Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, saat memberi materi di program standarisasi dai, Senin (25/11/2019).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan dai atau pendakwah untuk memperhatikan pesan perdamaian dan menghormati agama lain. Hal itu disampaikan KPI melalui Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, saat memberikan materi program standarisasi dai di Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2019)

Mohamad Reza, awalnya membacakan aturan pada program religi di lembaga penyiaran. Dia kemudian menjelaskan pasal 6 dan 7 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012 yang berisikan pedoman pada acara yang bermuatan agama.

"Pasal 6 disebutkan program siaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, dan ras dan antara golongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender dan/atau kehidupan sosial ekonomi. Program siaran dilarang merendahkan dan atau melecehkan suku, agama, dan ras dan/atau antar golongan. Individu atau kelompok karena perbedaan suku, agama, ras, antar golongan," ujar Reza.

Pada pasal 7, Reza menjelaskan materi yang bermuatan agama tidak boleh menghina suku dan agama lain. Sementara itu, materi ceramah yang menyajikan muatan perbedaan antar umat beragama harus disampaikan secara sopan dan hati-hati.

"Pasal 7 materi agama pada program siaran wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut. Tidak berisi serangan, penghinaan atau pelecehan terhadap pandangan dan keyakinan antar dan/atau dalam agama tertentu serta menghargai etika hubungan antar umat beragama," kata dia.

"Menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan atau paham dalam agama tertentu secara berhati-hati, berimbang, tidak berpihak dengan narasumber yang kompeten, disinilah dai masuk. Tidak menyajikan perbandingan antar-agama, tidak menyajikan alasan perpindahan agama seseorang atau sekelompok orang. Ada artis pindah agama, bisa disiarkan di TV? Saya bilang silakan kalau Anda mau kami berhentikan, nggak bisa," lanjutnya.

Reza mengatakan, apabila ada lembaga penyiaran yang menampilkan dai yang melanggar aturan tersebut, KPI akan mengambil tindakan tegas. Namun sejauh ini, KPI belum menemukan pelanggaran tersebut.

"Jadi kalau ada lembaga penyiaran yang menyiarkan ada dai seperti itu maka kami menegur lembaga penyiaran. Tapi, selama saya di KPI belum ada kasus lembaga penyiaran mengundang dai yang sengaja mempertentangkan hal-hal yang menyerang kelompok lain atau agama," ucapnya.

Reza kemudian mengingatkan dai bahwa ceramah yang akan disampaikan di televisi seharusnya merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Serta materi yang mendamaikan.

"Konten yang harus disampaikan di TV itu haruslah lebih baik, konten-konten yang lebih merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Lebih pada hal-hal yang mendamaikan, bukan pada hal yang membuat umat nanti tidak boleh menyinggung golongan yang lain atau agama yang lain. Sebisa mungkin menghindari hal tersebut," kata dia. Red diolah dari detik.com

 

Padang -- Zaman sekarang, masyarakat dihadapkan dengan informasi yang datang cepat dan sulit dibatasi. Dalam kondisi bebas ini, masyarakat diminta jeli dan bijak dalam menerima dan mencerna informasi yang datang. 

Komisoner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan kemajuan teknologi harus dibarengi dengan kecerdasan dan pemahaman masyarakat. Beredar bebasnya informasi bukan berarti masyarakat dapat menerima informasi itu secara keseluruhan. Masyarakat harus waspada terhadap info yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan atau hoax. 

“Berita bohong atau hoax bisa saja berdampak buruk terhadap kerusuhan dan menghilangkan nyawa orang lain. Berita yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan hanya memperkeruh iklim kehidupan bernegara,” tuturnya saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertema “Memerdekakan Indonesia dari Budaya Hoaks” di Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat (21/11/2019).

Pria yang akrab disapa Andre ini menekankan berita hoax sering kali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.

Andre menilai seharusnya media sosial mestinya dimanfaatkan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan menyebarkan konten-konten positif. Sayangnya, beberapa pihak memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif. 

“Jika hal itu dibiarkan, dikhawatirkan akan membahayakan generasi muda. Menyadari itu, sudah banyak kelompok yang secara proaktif mengajak masyarakat agar lebih cerdas menggunakan media sosial,” ucapnya. **

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.