Jakarta - Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2012 memiliki semangat untuk mengedepankan prinsip perlindungan terhadap anak dan remaja. Karenanya KPI mengingatkan, agar semua rumah produksi yang menjadi penyedia konten siaran untuk lembaga penyiaran memahami betul aturan yang ada dalam P3 & SPS, khususnya terkait perlindungan terhadap anak. Pasal 15 ayat (1) SPS KPI 2012 menyebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak dan/ remaja.
Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah menjelaskan, perlindungan terhadap anak dan remaja ini mencakup anak sebagai pengisi/ pembawa program siaran, anak sebagai pemeran dalam seni peran seperti film, sinetron atau drama lainnya, dan anak sebagai materi atau muatan dalam program siaran.
“Dalam P3SPS juga mengatur larangan untuk anak-anak menjadi pembawa acara atau pengisi program yang disiarkan secara langsung di atas pukul 21.30,” ujar Nuning. Hal ini tentu untuk menjaga agar hak-hak anak tidak terabaikan. Selain itu, P3 & SPS juga mengatur bahwa anak sebagai narasumber program siaran harus sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak dan harus didampingi orang tua apabila di luar kapasistasnya.
Yang juga penting dipahami oleh pengelola rumah produksi, jika menjadikan anak sebagai pemeran dalam seni peran, harus diberikan peran yang sesuai dengan umur mereka sebagai anak. “Jangan sampai diberi peran-peran yang akan berpengaruh secara negatif bagi tumbuh kembang dan psikologis anak,” tegasnya. Termasuk dengan tidak menampilkan materi yang menstimulasi pernikahan usia muda dalam program siaran. “Karena lembaga penyiaran justru arus mendukung upaya pemerintah menekan angka pernikahan di bawah usia dewasa yang masih tinggi di Indonesia,” paparnya.
Data penelitian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PPPA) menyebutkan ada sekitar 36,62 persen anak perempuan menikah untuk pertama kali pada usia 15 tahun atau kurang. Kemudian yang menikah di usia 16 tahun ada 39.92% dan 23,46 persen menikah di usia 17 tahun. Dari data ini menunjukkan tingginya tingkat pernikahan usia dini untuk perempuan di Indonesia. Padahal, tambah Nuning, diantara dampak buruk pernikahan usia muda bagi perempuan khususnya, adakah kehilangan kesempatan pendidikan.
Nuning meminta, lembaga penyiaran dan rumah-rumah produksi dapat menyesuaikan konten siaran yang dibuat agar mendukung anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik, sebagai upaya menghadirkan generasi muda bangsa yang unggul dan berkualitas.
Surabaya – Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi mendapat atensi dari akademisi dan pemerhati media yang diharapkan hasilnya dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam menentukan program siaran berkualitas. Tepatnya, indeks kualitas ini mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat. “Selain riset, perlu juga dibutuhkan langkah konkrit dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam mengedukasi masyarakat untuk memilih dan memilah tayangan berkualitas, salah satunya melalui Gerakan Kampung Cerdas Bermedia”, usulan tersebut disampaikan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Prof. Dr. Bambang Yulianto, pada kegiatan Diskusi Kelompok Terumpun (FGD) Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode I Tahun 2021 di Surabaya. Senin,(31/05/21).
Dengan adanya kegiatan tersebut, besar harapan KPI Pusat mampu mendorong masyarakat agar dapat memulai untuk menonton tayangan yang berkualitas mengacu pada hasil riset yang telah dilakukan oleh para informan ahli, “Jika kegiatan ini dilakukan secara serius dan berkelanjutan, bukan tidak mungkin akan terjadi pola perubahan perilaku masyarakat dalam memilih tayangan dan merubah tren selama ini yang nantinya akan dipenuhi oleh program siaran berkualitas” ujar Bambang.
Seraya mengamini usulan tersebut, Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah sepakat dengan adanya langkah strategis sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan riset yang sudah berjalan selama 7 tahun. “Usulan kegiatan Kampung Cerdas Bermedia merupakan sebuah terobosan yang memang dibutuhkan saat ini. Oleh sebab itu, KPI akan segera mempersiapkan rencana teknis guna mengimplementasikan hal tersebut dalam waktu dekat” tuturnya.
Perlu diketahui, saat ini KPI Pusat juga telah mempunyai program Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang memiliki fokus agenda membidik masyarakat perkotaan dalam merubah pola penonton. Apabila program tersebut dapat dielaborasi dengan kegiatan kampung cerdas bermedia, maka diharapkan akan menjadikan kegiatan (GLSP) lebih berintegritas dengan capaian target sasaran yang semakin kompleks dan beragam, “Tentu saja kami sangat tertarik dengan usulan program tersebut dan akan mengajukan kerjasama lebih lanjut dengan menggandeng pihak UNESA untuk segera mewujudkan program tersebut” pungkasnya sekaligus membuka kegiatan.
Terpilihnya Surabaya menjadi salah satu kota yang menjadi pelaksana riset bersama 11 kota lainnya berdasarkan pada karakter masyarakat yang sangat beragam dan kompleks, sehingga hasil dari riset kali ini dapat merepresentasikan kualitas tayangan yang nantinya akan diumumkan kepada publik sebagai acuan lembaga penyiaran tanah air untuk memperbaiki kualitas tayangan yang masih berada dibawah standar nilai yang telah ditetapkan oleh KPI Pusat. *
Medan -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai melakukan proses penilaian terhadap kualitas siaran televisi dalam diskusi terpumpun (focus grup diskusi) Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV untuk tahun 2021 di 12 Kota. Riset yang menjadi program prioritas utama KPI dengan Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan bekerja sama dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri diharapkan menjadi salah satu sumber data kualitas siaran di tanah air.
“FGD dalam riset ini akan menentukan penilaian kualitas dari program siaran TV. Ada delapan kategori program yang jadi penilaian. Nantinya hasil penilaian ini akan menjadi potret kualitas program siaran televisi di Indonesia,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, pada saat membuka diskusi riset di Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (27/5/2021).
Menurut Irsal, riset yang diselenggarakan secara bersamaan di beberapa kota lain seperti Bandung, Jakarta dan Yogyakarta ini juga akan menjadi barometer penentu kebijakan KPI dalam meningkatkan kualitas siaran supaya menjadi lebih baik. “Hasil riset yang mengajak kalangan akademisi ini akan menjadi masukan bagi kebijakan kami,” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Irsal menyampaikan bahwa tujuan riset ini untuk mengarahkan biduk tontonan masyarakat kepada program acara yang baik, berkualitas dan tentunya mendidik. Pasalnya, saat ini program siaran televisi yang kualitasnya masih di bawah atau rendah justru banyak penontonnya.
“Ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Komisi Penyiaran Indonesia. Kita ingin setiap tahunnya siaran televisi semakin baik kualitasnya. Ke depan, harapannya KPI mendorong bagaimana siaran televisi yang banyak ditonton itu adalah siaran televisi yang berkualitas,” ujarnya.
Sementara itu, dalam sambutan secara daring, Rektor Universitas Sumatera Utara, Muryanto Amin, berharap isi program siaran tidak hanya soal kuantitas tapi juga kualitas dan hal ini mesti jadi perhatian utama lembaga penyiaran.
Dia juga mengatakan pentingnya kegiatan literasi media untuk masyarakat. Karena itu, lanjut Muryanto, KPI harus dapat mendorong program ini secar massif agar pemahaman pemirsa atau masyarakat dalam menyaring tayanga makin tajam.
Dalam FGD tersebut turut hadir, Ketua KPID Sumut, Mutia Atika, Dekan FISIP USU, Hendra Harahap, dan Komisioner KPID Sumut Ramses Simanullang. ***
Padang -- Minimnya penyadaran terhadap masyarakat untuk dapat memilah dan memilih siaran yang sesuai dan baik bagi mereka menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas isi siaran TV di tanah air. Karenanya, perlu ada upaya literasi yang berkesinambungan dan terarah agar kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan media agar baik dan menyeluruh.
“Public adalah konsumen program siaran. Lalu kenapa masih ada program yang secara kualitas rendah, salah satunya disebabkan karena kurangnya literasi kepada publik. Karenanya masih banyak publik yang menikmati siaran yang kualitasnya di bawah rata-rata,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, pada saat menyampaikan sambutan pembuka kegiatan diskusi kelompok terpumpun atau FGD (Focus Grup Diskusi) Program Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Tahun 2021 untuk wilayah Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (31/5/2021).
Irsal menambahkan , penyadaran ini sangat penting karena publik memiliki pengaruh atas bentuk isi siaran di lembaga penyiaran. Karenanya, salah satu materi siaran yang berkualitas dan perlu diketahui masyarakat adalah hasil dari program riset indeks yang dilakukan KPI bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
“Ini merupakan program prioritas untuk membangun sumber daya manusia kita. Oleh karena itu, hasil dari riset ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dan mencerdaskan publik untuk memilih dan memilah siaran TV. Kita berharap publik dapat melek dengan data yang dihasilkan oleh riset ini,” jelas Irsal.
Dalam kesempatan itu, Irsal menyampaikan apresiasi atas kerjasama yang dilakukan lembaganya dengan Universitas Andalas (Unand) dalam kegiatan riset ini. Kerjasama yang telah berjalan enam tahun sejak ditandatangani pada 2016 lalu diharapkan dapat terus menghasilkan masukan yang positif bagi pengembangan penyiaran di tanah air.
“Apresiasi sangat tinggi untuk kalangan akademisi dari Universitas Andalas yang telah berkontribusi banyak untuk riset ini. Kami juga memberi penghargaan bagi seluruh informan yang aktif dalam FGD ini. Hasil dari riset ini sangat penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia dari sisi penyiaran. Pasalnya, kita sadar betul TV masih menjadi media informasi yang digunakan banyak masyarakat kita, hamper 80 persen,” katanya.
Irsal menambahkan makin banyaknya kajian di bidang penyiaran, akan memperkaya khazanah pengetahuan penyiaran nasional. Menurutnya, perlu dibuat pusat kajian di tanah air dan salah satu bahannya dari riset KPI.
“Kita mendorong kampus membuat kajian yang nantinnya menjadi sumber masukan yang baik dan juga pengetahuan. Saya harap kampus dapat menyuarakan ini sehingga riset bersama 12 perguruan tinggi ini dapat lebih besar hasilnya dengan gebrakan membuat pusat kajian tersebut. KPI siap bantu hal ini,” tegas Irsal.
Sementara itu, Wakil Rektor I Universitas Andalas, Prof. Mansyurdin, mengatakan program kegiatan riset penyiaran yang diselenggarakan KPI bersama Bappenas yang mengajak perguruan tinggi merupakan salah satu bentuk usaha memperbaiki kualitas penyiaran nasional secara umum. Karena itu, pihaknya akan terus mendukung program ini secara berkelanjutan ke depannya.
“Riset ini akan dapat membrikan rumusan yang baik dan juga kontribusi yang baik terhadap perkembangan siaran televisi di Indonesia,” tandasnya. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran (LP) radio untuk lebih memperhatikan dan memahami ketentuan yang terdapat dalam pedoman penyiaran. Upaya ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran pada siaran terutama oleh para penyiar dan di lagu yang disajikan.
Permintaan ini terkait banyaknya temuan berpotensi pelanggaran oleh tim pemantauan KPI di sejumlah lembaga penyiaran radio, bahkan radio berjaringan. Hal ini disampaikan KPI dalam kegiatan pembinaan untuk radio yang diselenggarakan secara daring dan dihadiri oleh sebagian besar radio yang bersiaran secara berjaringan, Jumat (28/5/2021).
Di awal pembinaan tersebut, KPI menyampaikan adanya lagu-lagu terutama berbahasa asing (Inggris) yang disiarkan di beberapa radio terdapat kandungan atau kata yang tidak pantas, bernuansa cabul atau sensual, dan kasar. Lagu-lagu ini disiarkan pada waktu prime time ketika anak-anak atau remaja aktif atau ikut mengakses siaran radio. Ditemukan pula lontaran kata-kata yang tidak pantas dan bernuansa cabul oleh pembawa acara atau penyiar radio.
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menjelaskan temuan ini menjadi peringatan untuk lembaga penyiaran radio agar bisa memahami secara utuh pedoman penyiaran. Selain itu, lanjutnya, kebijakan internal radio mengenai pemutaran lagu versi radio edit harus lebih ditingkatkan dan diutamakan untuk meminimalisir pelanggaran yang sama terutama lagu-lagu yang didownload dari youtube atau aplikasi musik online.
“PRSSNI dan asosiasi radio lainnya harus berperan dalam penyedian lagu versi radio edit dari label agar mudah diakses oleh radio. Beberapa kajian tim pemantauan radio kami menemukan lagu yang terlihat ada nuansa yang mengarah pada free seks, ini kategori yang berat. Untungnya lirik itu disampaikan dalam bahasa Inggris yang bisa jadi jumlah pendengar yang paham jauh lebih sedikit. Apalagi beberapa diksi tersebut diungkapkan dalam slank/prokem atau spesifik yang kurang lazim ditemukan dalam kamus bahasa Inggris,” pinta Mulyo kepada perwakilan radio yang ikut dalam pembinaan tersebut.
Mulyo juga menyampaikan temuan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa penyiar radio. Pelanggarannya berupaya dialog atau candaan bernuansa seksualitas. Terkait ini, KPI sudah memberikan beberapa sanksi pada konten yang mengandung candaan seksual.
“Kami juga meminta kepada teman-teman penyiar untuk memperhatikan dan berhati-hati soal ini. Harus ada kontrol jangan kemudian mengeluarkan kata-kata yang memiliki kemiripan dengan kata-kata kasar, pembicaraan seksualitas, pornografi. Jangan juga kita membiarkan kata anjay atau kata kasar lainnya menjadi sesuatu yang lumrah,” ujarnya.
Hal yang sama juga dilontarkan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza. Menurutnya, persoalan lagu yang bermuatan seperti di atas pernah dibahas dalam pertemuan dengan PRSSNI. Bahkan, KPID Jabar pernah mengeluarkan rekomendasi mengenai judul lagu yang tidak boleh diputar.
Terkait radio edit, Reza mengingatkan pentingnya prosedur ini dijalankan oleh radio. Menurut dia, semestinya radio mengirimkan label yang sesuai radio edit. Pasalnya, ada kecenderungan muatan asosiatif dalam lagu yang nuansanya berhubungan dengan seksualitas. Ini bisa menjadi perhatian label juga ketika sampelnya dikirim ke radio.
“Radio itu disesuaikan di setiap negara. Yang jadi masalah ketika lagu tersebut didownload langsung dari internet. Ini harus diperhatikan. Saya sarankan, teman-teman di label diundang bersama asosiasi menjadi perhatian bersama, bisa mengurangi diputarnya lagu yang berpotensi melanggar,” usul Echa, panggilan akrab Komisioner KPI Pusat bidang PS2P.
Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan, menambahkan prinsipnya siaran lagu selain untuk menghibur jangan justru menggerus fungsi edukasi yang merupakan komitmen lembaga penyiaran. Karena itu, lanjut dia, hal-hal seperti itu tidak bisa dibiarkan begitu saja.
“Setuju dengan teman-teman PRSSNI agar list lagu yang kontennya melanggar P3SPS untuk ditindaklanjuti ke segenap lembaga penyiaran. Kita sepakat secara final untuk komitmen mengedepankan aspek edukasi tanpa terkooptasi dengan aspek apapun, termasuk segmen pendengar ataupun aspek market share,” kata Aswar.
Sementara itu, salah satu pengurus PRSSNI, Pradhitya Sutrisno, menyatakan pihaknya berterima kasih atas masukan dari KPI. Menurutnya, PRSSNI tidak akan berdebat terlalu jauh soal lagu bermuatan lirik yang bernuansa seksual yang ada di market, sebab penafsiran terhadap lirik itu kompleks, pemahaman satu orang dan lain bisa multidimensional.
“Kami menjunjung tinggi P3SPS KPI. Pada Pasal 20 hal itu tidak diizinkan. Karena kami support P3SPS, ke depan kami usul misalnya daftar lagu-lagu yang bermuatan hasil temuan KPI di share ke kami sehingga bisa kami review secara internal. Sebab percayalah tidak ada maksud dari kami dengan sengaja melanggar P3SPS, sebab lagu itu banyak sekali materinya, sejam bisa 10-20 lagu. Sejam 18 jam siaran, bahkan ada yang 24 jam siaran,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, KPI Pusat juga menyampaikan dukungannya terhadap rencana PRSSNI dan asosiasi radio lainnya untuk mendapatkan perhatian terkait penerapan pungutan royalti. Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan pihaknya akan membantu teman-teman radio agar kebijakan tersebut tidak memberatkan lembaga penyiaran radio yang kondisinya semakin terpuruk. Pasalnya, jauh sebelum pandemi, kondisi radio telah tersisih oleh media televisi, dan beberapa tahun terakhir semakin tersisih oleh media digital.
“Setahun lebih diperparah oleh pandemi covid-19. KPI berharap, pemerintah tidak hanya melihat radio berjaringan di Jakarta yang sepintas tampak masih eksis, tapi juga radio-radio di daerah yang hidup segan mati tak mau,” katanya.
Dia menambahkan, ada kepentingan-kepentingan sosial yang harus dijaga dan terus disuarakan melalui radio. Meski makin sedikit, Agung percaya radio masih bisa menyampaikan pesan kebaikan secara efektif. Satu suara berjuta telinga, tutupnya. ***
Terima kasih untuk Global TV yang telah menayangkan beberapa film yang pantas untuk anak-anak dan memiliki pesan moral. Akan lebih baik lagi jika menambahkan acara lagu untuk anak-anak.