Surabaya – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengungkapkan bahwa era digital telah menjadi fenomena baru seiring akselerasi teknologi digital. Demokrasi digital merupakan bentuk persilangan antara demokrasi dengan digitalisasi dan itu terjadi di era Revolusi Industri 4.0 saat ini.

Yuliandre yang pernah menjabat sebagai Ketua KPI Pusat periode 2016-2019 ini menyatakan bahwa berkat kemajuan teknologi digital, proses demokrasi konvensional semakin banyak terdisrupsi. Salah satunya terkait pola relasi antarwarga negara serta antara pemerintah dengan warga negara. “Kemunculan fitur berita online menjadi peluang baru bagi media cetak. Pembaca juga semakin banyak yang menikmatinya,” kata Yuliandre saat di temui di Surabaya, Jawa Timur (5/2/2020).

Yuliandre menilai portal media baru menawarkan kemudahan dalam mencari berita kepada pembaca. Banyaknya pilihan berita dalam halaman dan disertai penggunaan navigasi yang mudah menjadi daya tarik pembaca saat ini. 

Beberapa media online saat ini juga sudah merambah dalam platform media baru. Media semakin dekat dengan kehidupan masyarakat dan mudah didapatkan dengan hanya menggunakan telepon pintarnya.

Setelah mengamati, Andre sapaan akrabnya memandang dampak perkembangan teknologi terhadap media dulu dan sekarang, maka perlu melihat bagaimana media baru di masa mendatang. Media masa kini saja masih sangat perlu diperhatikan dalam hal kemampuan wartawan yang dituntut mencari berita dengan cepat karena kebutuhan informasi secara online sangat dibutuhkan. 

“Saat ini, wartawan sudah dituntut untuk menambah skill dan kecepatan dalam mengolah berita maupun kemampuan multimedia dengan menggunakan teknologi sangat dibutuhkan media online,” ujar Andre.

Merujuk hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 mencatat bahwa jumlah pengguna internet mencapai 171,2 juta orang atau 64,8 persen total populasi penduduk Indonesia. Andre mengklaim pengguna internet akan semakin bertambah setiap tahun. 

Menyikapi hal ini, Andre berpandangan bahwa saat ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menyadari UU Penyiaran yang ada sekarang belum mengakomodasi pengawasan terhadap media baru. 

Namun KPI tetap optimis dengan langkah pertama yang pihaknya bahwa UU penyiaran baru akan memberikan wewenang pada KPI untuk mengawasi media baru tersebut. Ia menegaskan, kalaupun nantinya UU Penyiaran tak juga disahkan, UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang telah ada saat ini sebenarnya juga mengakomodir KPI untuk melakukan pengawasan terhadap media baru.*

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan surat teguran untuk Program Siaran “Jangan Baper: Santuy Aja Kaleeee” yang tayangkan MNC TV. Program ini kedapatan melakukan pengabaian dan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012 pada tayangan tanggal 2 Januari 2020. Demikian dijelaskan KPI Pusat dalam surat teguran ke MNC TV No. 45/K/KPI/31.2/01/2020, Jumat (24/1/2020). 

Berdasarkan keterangan di surat itu, tayangan “Jangan Baper: Santuy Aja Kaleeee” menampilkan tayangan atas nama Angel Lelga yang membuka privasi seseorang tanpa adanya upaya klarifikasi kepada pihak yang dibicarakan. Dia menceritakan tentang Vicky Prasetyo yang diduga mempunyai hubungan dengan wanita lain, keanehan yang dialami oleh Angel Lelga yang diduga pengaruh dari air minum yang didapat dari pengobatan, pengakuan Angel yang harus mentransfer sejumlah uang kepada Vicky setiap berjudi bola dan memberikan sejumlah uang kepada Ibu mertua untuk menebus sertifikat yang digadaikan oleh Vicky Prasetyo serta menceritakan dugaan kasus penipuan yang dilakukan oleh Vicky.

Menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, tayangan tersebut tidak pantas disiarkan karena menyangkut persoalan pribadi atau privasi. Tayangan itu juga bertabrakan dengan aturan tentang perlindungan terhadap anak serta remaja dan penggolongan program siaran. Persoalan privasi seseorang jangan diumbar di ranah publik. Meski mereka artis yang permasalahannya telah banyak dibicarakan, P3 dan SPS tetap melarang hal tersebut dilakukan di media penyiaran. “Ada sejumlah pasal dalam aturan P3 diabaikan oleh MNC TV antara lain Pasal 1 ayat (24), Pasal 13, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 21 ayat (1),” katanya. 

Selain itu, lanjut Mulyo, pengungkapan Angel Lelga tentang permasalahan kehidupannya dengan  Vicky Prasetyo dan perilaku-perilaku yang bersangkutan telah melanggar sejumlah Pasal dalam SPS KPI. Ada lima pasal di SPS dilanggar “Jangan Baper: Santuy Aja Kaleeee” antara lain Pasal 1 ayat (28), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 huruf b, Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4).

“Setiap siaran itu wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek isi siaran. Jangan sampai siaran tersebut justru makin memperburuk keadaan,” tambah Mulyo.

Mulyo juga mengingatkan bahwa setiap program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan remaja. Jangan sampai pengungkapan privasi dianggap sebagai hal yang wajar dan lazim. Berdasarkan data KPI, acara ini diklasifikasi R (Remaja). “Program siaran klasifikasi R itu dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta MNC TV untuk segera melakukan perbaikan internal dan menjadikan aturan P3SPS sebagai acuan ketika akan menayangkan sebuah program siaran. ***

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat menjadi narasumber asistensi yang diselenggarakan Divisi Humas Polri di Hotel Diradja, Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberi perlindungan terhadap etika profesi yang dimiliki profesi tertentu dalam isi siaran. Upaya ini untuk menghindari terjadinya tindak pelecehan, kesalahan atau pendiskriditan terhadap profesi tersebut terutama bagi etika profesi yang diatur dalam perundang-undangan. 

Pernyataan itu ditegaskan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, di depan peserta acara diskusi yang diselenggarakan Divisi Humas Polri di Hotel Diradja, di kawasan Mampang, Jakarta, Kamis (30/1/2020). Diskusi tersebut bertajuk “Dalam Rangka Menjaga Citra Positif Polri Melalui Asistensi Terhadap Rumah Produksi Kreatif Film Agar Tidak Kontraproduktif”. 

Mulyo menjelaskan adalah kewajiban lembaga penyiaran untuk menghormati etika profesi yang dimiliki profesi tertentu yang ditampilkan dalam isi siarannya. Kewajiban ini dimuat dalam aturan KPI di dalam Standar Program Siaran (SPS) Pasal 10. “Jangan sampai terjadi hal yang merugikan dan menimbulkan dampak negatif di masyarakat karena profesi tersebut diciderai dalam siaran,” tuturnya.

Dia menegaskan, KPI akan melakukan tindakan tegas berupa sanksi kepada siaran yang melakukan pelanggaran terhadap etika profesi tertentu tersebut seperti profesi polisi dalam tayangan. “Kami akan memberi teguran jika ada yang menciderai profesi polisi meskipun hal itu produk kreatif. Harus ada etika yang patut dan disesuaikan dengan SOP yang berlaku. Hal ini perlu jadi catatan bagi pembuat konten yang ada di rumah-rumah produksi,” jelas Mulyo.

Menurut catatan pengaduan dan pemantauan KPI Pusat, ditemukan cukup banyak pelanggaran terhadap citra polisi dalam siaran terutama dalam tayangan live atau langsung. Bahkan, KPI telah memberi sanksi pada beberapa program yang kedapatan melanggar aturan tentang profesi tertentu tersebut.   

“Jika berdalih itu sebagai produk kreatif dan harus berbeda dengan yang semestinya, saya perlu menekankan rumus dari Perancis yang menyatakan bahwa setiap cerita atau adegan harus semeyakinkan mungkin,” papar Mulyo.

Komisioner bidang Isi Siaran ini menekankan pentingnya mengedepankan unsur edukasi dan kualitas dalam isi siaran. Karenanya, tidak boleh ada pendiaman terhadap persepsi yang negatif karena hal ini akan membentuk pandangan masyarakat menjadi buruk.

Kepala Divisi Humas Polri, Muhammad Iqbal, mengatakan pihaknya berharap tayangan terkait polisi harus sesuai dengan etika dan SOP. Keselarasan ini dinilai akan membentuk pandangan yang benar dan tepat terhadap profesi polisi. “Media bisa mempengaruhi ini,” katanya saat membuka diskusi.

Sementara itu, narasumber dari Polri, Dedy S, menjelaskan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan semuanya telah diatur dalam peraturan yang dikeluarkan Polri. Aturan dan SOP tersebut dapat menjadi bahan perhatian dan masukan bagi pembuat film atau program siaran ketika menggambarkan profesi polisi. 

“Jangan sampai terjadi kesalahan ketika membuat film misalnya ketika menggunakan atribut pangkat. Karena terkadang berbeda dengan apa yang ditayangkan di film,” tambahnya. ***

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberi pujian kepada Jawa Pos TV (JTV) atas komitmen dan konsistensinya menayangkan dan mempertahankan konten lokal dalam siaran. Selain itu, JTV hampir tidak pernah mendapatkan sanksi dari KPI karena minim potensi pelanggaran dalam siarannya.

Pernyataan itu disampaikan KPI Pusat saat melakukan kunjungan ke Kantor Jawa Pos TV di Gedung Graha Pena, Kebanyoran Lama, Jakarta, Jumat (31/1/2020).

Di awal pertemuan itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan konten lokal yang disajikan JTV patut diberi apresiasi dan menjadi contoh bagi lembaga penyiaran berjaringan lainnya. Menurutnya, pola siaran lokal Jawa Pos TV yang melawati angka 10% harus terus dipertahankan. “Terus pertahankan dan jangan lupa untuk tetap ingat dan patuh pada P3SPS,” katanya.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyatakan apa yang dilakukan JTV secara tidak langsung ikut mengangkat nilai-nlai lokal. Ciri khas penyajian yang disampaikan TV ini menjadi pembeda dengan stasiun televisi lain. 

“Dialog lokal dalam format beritanya ini sangat menarik dan khas sekali. Lalu mendubbing konten lain atau luar dengan bahas lokal menjadikannya sangat menarik dan ini harus diapresiasi,” tambahnya.

Mulyo menegaskan, metode siaran lokal yang disampaikan JTV ini dapat menjadi rujukan bagi televisi. Menurutnya, penyajian siaran lokal secara menarik dan unik tidak akan kalah saing dengan program di luar itu. “Banyak orang beranggapan konten lokal itu tidak menguntungkan. Tapi hal ini terbalik ketika JTV yang menyajikan. Apa yang dilakukan JTV bisa jadi role model,” tambahnya.

Sementara, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, memuji upaya JTV membangun jaringan televisi lokal di seluruh Indonesia. Sistem jaringan yang dibuat JTV juga berjalan baik. “Kami apresiasi hal ini dan terus dipertahankan,” sahutnya.

Dalam kesempatan itu, Hardly menyampaikan rencana KPI yang membuat “Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa” melalui program literasi media di sejumlah daerah di tanah air. Gerakan ini, lanjutnya, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memilah, memilih dan menoton siaran yang baik saja. 

“Kami berharap Jawa Pos TV jadi refrensi masyarakat dalam menonton tayangan yang berkualitas. Literasi media ini untuk mendorong pola menonton masyarakat agar mengonsumsi tayangan yang berkualitas,” tambah Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah.

Dia juga berharap gerakan literasi ini dapat dibantu semua pihak termasuk media. “Kami akan melakukan literasi di beberapa kota dan kami minta dukungannya,” pinta Nuning.

Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, mengingatkan kesiapan JTV menghadapi penerapan digitalisasi penyiaran. Dia mengatakan, sistem ini akan banyak menguntungkan televisi seperti JTV dikarenakan jangkauan siaran lebih luas. 

Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, meminta JTV untuk mengembangkan siaran lokalnya ke wilayah lain di luar Pulau Jawa. Dia juga meminta JTV memberi masukan terkait rencana revisi P3SPS KPI tahun 2012. 

Pemimpin Redaksi Jawa Pos TV, Nurochim, mengungkapkan pihaknya selalu membuka diri terkait penerapan aturan penyiaran. Arahan dari KPI menjadi penting agar konten yang disajikan ke masyarakat sesuai dengan aturan. 

Dia juga menceritakan, bahwa ada 3 program siaran JTV yang mendapat rating tinggi. Bahkan, dari hari ke hari, penerimaan masyarakat terhadap siaran lokal semakin tinggi. “Isu lokal juga memiliki nilai jual dan itu juga dilirik,” papar Nurochim. ***

Jakarta -- Program Siaran “Garis Tangan” yang ditayangkan ANTV diputuskan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2012. Akibat pelanggaran itu, KPI Pusat menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama untuk program acara yang tayang setiap hari mulai Pukul 21.30 WIB.

Keputusan tersebut ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran No.46/K/KPI/31.2/01/2020 yang ditujukan kepada Stasiun Televisi ANTV, Jumat (24/1/2020).

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan program “Garis Tangan” ANTV  kedapatan melakukan pelanggaran sebanyak tiga kali antara lain tanggal 8, 11 dan 12 Januari 2020. Pada 8 Januari 2020, tim pemantauan KPI mendapati tayangan seorang wanita dalam keadaan relaksasi yang mengaku berselingkuh dan melakukan hubungan seks di luar nikah dengan pria lain serta menceritakan adegan-adegan yang dilakukan saat berhubungan seksual.

Kemudian pada 11 Januari 2020, tim KPI kembali menemukan tayangan seorang wanita dalam keadaan relaksasi yang menceritakan kisahnya dengan fantasi di luar nalar yaitu hubungan seks di luar nikah dengan beberapa orang pria. Lalu yang terakhir pada 12 Januari 2020, ditemukan tayangan keributan tentang dugaan seorang wanita berselingkuh dengan pria lain di dalam program tersebut. 

Menurut Mulyo, tayangan tersebut telah mengabaikan tiga Pasal dalam Pedoman Perilaku Penyiaran yakni Pasal 1 Ayat (24), Pasal  9 dan Pasal 13. Ketiga Pasal itu menegaskan pentingnya lembaga penyiaran menghormati dan menjaga hak serta kehidupan pribadi serta nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat.

Selain itu, telah dilanggar tujuh Pasal dalam Standar Program Siaran (SPS) KPI. Ke enam Pasal itu antara lain, Pasal 1 Ayat (28), Pasal 9 Ayat (1), Pasal 9 Ayat (2), Pasal 13 Ayat (1), Pasal 14 huruf b, Pasal 14 huruf c, dan Pasal 19 Ayat (1). “Kami menilai tayangan tersebut menabrak banyak pasal dalam aturan KPI seperti soal kehidupan pribadi yang tidak berkaitan dengan kepentingan publik hingga soal norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat,” kata Mulyo.

Dalam aturan KPI, kehidupan pribadi adalah hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan perkawinan, perceraian, konflik keluarga, konflik pribadi, perselingkuhan, hubungan asmara, keyakinan beragama, dan rahasia pribadi. Persoalan ini semestinya tidak pantas masuk dalam ranah penyiaran karena konteksnya tidak berkaitan dengan kepentingan publik. 

“Apa pentingnya masyarakat mengetahui urusan pribadi dan aib seseorang. Informasi yang penting itu jika berhubungan dengan keamanan dan keselamatan negara,” jelas Mulyo mencontohkan.

Lebih lanjut dalam aturan SPS KPI ditegaskan bahwa program siaran wajib menghormati hak privasi serta berhati-hati menyiarkannya agar tidak memperburuk keadaan objek yang disiarkan. Upaya ini untuk mencegah dan mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik tersebut untuk mengungkapkan secara terperinci aib atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik.

“Yang paling utama adalah tayangan atau program itu dilarang memuat pembenaran tentang hubungan seks di luar nikah. Kita tidak ingin hal itu dianggap sebagai hal biasa terutama bagi anak-anak dan remaja. Kami harap ANTV segera melakukan perbaikan pada program bersangkutan dan konten seperti itu tak lagi ditampilkan,” tandas Mulyo. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.