- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 6379
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menyelenggarakan Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI di Kantor KPI Pusat, Jalan Djuanda, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018) hingga Kamis (20/9/2018). Sekolah bertajuk Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diadakan sekali dalam satu bulan ini sudah memasuki Angkatan ke XXXI.
Di hari pertama sekolah, para peserta yang kebanyakan berasal dari lembaga penyiaran mendapatkan materi dan pengalaman berharga dari Sekjen ATVNI (Asosiasi Televisi Nasional Indonesia), Mochamad Riyanto.
Selain itu, peserta juga mendapatkan materi reguler dari Komisioner KPI Pusat antara lain Sujarwanto Rahmat Arifin, Mayong Suryo Laksono, Hardly Stefano, Nuning Rodiyah, dan Dewi Setyarini.
Mayong Suryo Laksono, yang juga Kepala Sekolah P3SPS KPI, menyampaikan materi tentang jurnalistik dan kaitan dengan aturan dalam P3SPS KPI tahun 2012. Menurutnya, KPI memiliki kewajiban menjamin masyarakat memperoleh informasi yang benar dan sesuai dengan hak asasi manusia. “Ide besar dari aturan yang ada dalam P3SPS ini adalah perlindungan anak. Semua ini diniatkan demi perlindungan mereka,” katanya.
Sementara Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menjelaskan pengaturan tentang program siaran bermuatan seksual. Dia menyampaikan bahwa siaran itu dilarang mengeksploitasi dan menampilkan bagian-bagian tubuh seperti paha, bokong, dan payudara. Selain itu, Nuning mengajak peserta sekolah untuk tidak sembarangan memblur dan menyensor sebuah tayangan.
Wakil Ketua KPI Pusat, S. Rahmat Arifin, memaparkan presentasi tentang filosofi penyiaran di Indonesia. Menurutnya, setiap pengguna frekuensi harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap publik sebagai pemilih frekuensi tersebut. “Masak TV isinya hanya ngebully-bully, dukun-dukun dan hantu-hantu,” katanya.
Setelah mendapatkan materi dari pengajar, para peserta akan mengikuti ujian tertulis di sesi terakhir sekolah. Ujian ini menjadi salah satu penilaian yang menentukan peserta tersebut lulus tidaknya. ***