Palangkaraya - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan pelatihan kepada Forum Masyakarat Peduli Penyiaran (FMPP) di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng). Pembekalan-pembekalan pada forum serupa sebagai bentuk ajakan, agar masyarakat ikut aktif dalam pengawasan penyiaran.
Asisten III Gubernur Kalteng Eferensia L. Umbing dalam sambutannya mengatakan media penyiaran memiliki andil besar dalam pelaksanaan pembangunan. Penyiaran yang baik mendorong dan memperkokoh integrasi nasional. Selain itu juga membentuk watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, menumbuhkan industri penyiaran.
Menurut Eferensia, penyiaran juga dapat menjadi sumber disintegerasi bangsa dan menghambat pembangunan bila tidak dikelola dengan baik. Untuk itu dibutuhkan perhatian terhadap isi penyiaran yang mendidik, memberikan informasi yang benar dan memberikan apresiasi. Selain itu juga diperlukan kepekaan masyarakat untuk menyeleksi siaran yang sehat dan bermanfaat.
"Kami sambut baik FMPP ini sekaligus juga pembekalan bagi forum yang dilaksanakan oleh KPI Pusat," kata Eferensia di Palangkaraya, Jumat, 22 Agustus 2014.
Sedangkan Ketua KPI Pusat Judhariksawan menjelaskan, tujuan FMPP karena fakta penyiaran di Indonesia telah menjadi industri yang hanya bertujuan untuk memdapatkan pendapatan yang sebesar-besarnya dibandingkan tujuan mencerdaskan bangsa. Gagasan luhur itu terdapat perbedaan dalam pelaksanaan di lapangan, karena lembaga penyiaran berorientasi terhadap bisnis.
"Ketika lembaga penyiaran berorientasi pada industri semata, maka banyak siaran yang tidak memperhatikan kualitas, tidak memedulikan manfaat isi siaran, dibandingkan apa yang mereka dapatkan secara langsung dari iklan," ujar Judha dalam sambutannya.
Lebih lanjut Judha menerangkan, saat ini penyakit terbesar penyiaran adalah rating dan share. KPI berupaya ingin memutus mata rantai lembaga rating, namun menurut Judha, lembaga penyiaran pemilik program acara yang dianggap tidak layak selalu mengatakan, mengapa ratingnya tinggi? "Ini paradoksnya. Maka kami adakan kegiatan literasi media. Caranya, kami menggagas suatu wadah yang menjalankan visi dan misi bersama untuk menjaga penyiaran agar lebih baik," papar Judha.
Permbekalan di FMPP juga diikuti berbagai kalangan penyiaran, unsur masyarakat, tokoh masyakarat, dan kalangan pelajar dan mahasiswa. Acara pembekalan diisi oleh Komisioner KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin, Bekti Nugroho, dan Fajar Arifianto Isnugroho. Materi tidak hanya sebatas tentang wacana penyiaran, namun juga membahas teknis bagaimana melaporkan siaran yang dianggap tidak sesuai dengan norma ke KPI.
Jakarta - Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berkunjung ke kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta. Kunjungan ke KPI dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta Ahmad Subangi bersama anggota lain. Selain itu turut serta Ketua Komisioner KPID DIY Tri Suparyanto, Dinas Komunikasi dan Informatika, dan beberapa dinas pemerintah DIY lainnya.
Kunjungan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho dan Bekti Nugroho, serta Sekretaris KPI Pusat Maruli Matondang. Dalam sambutannya Fajar mengungkap ucapan selamat atas upaya penjaringan rekrutmen calon komisioner periode 2014-2017 untuk mendapatkan calon-calon terbaik. “Mungkin dalam kunjungan ini ada hal yang akan didiskusikan terkait rekrutmen komisioner KPID yang saat ini masih berjalan atau hal lain yang terkait penyiaran,” kata Fajar di Ruang Rapat KPI Pusat, Kamis, 21 Agustus 2014.
Dalam penjelasannya, Subangi mengatakan tujuan kunjungan KPI untuk mendiskusikan beberapa hal. Termasuk tentang proses rekrutmen komisioner baru KPID yang akan selesai bulan ini. Kemudian sistem kelembagaan KPID, dan penerapan UU Keistimewaan DIY yang berhubungan langsung dengan bidang penyiaran.
“Mulanya selain ke KPI Pusat, hari ini juga kami akan berkunjung ke kantor KPID DKI Jakarta. Ini tidak lain ingin mendengar pengalaman teman-teman komisioner DKI terkait posisi KPID DKI secara kelembagaan di daerah yang memiliki kekhussan dengan provinsi lain,” ujar Subangi. “Tapi syukur Alhamdulillah, saudara Ervan Ismail, komisioner KPID DKI mengajukan diri untuk bergabung di kantor KPI Pusat, agar proses sharing-nya bisa lebih lengkap dan singkat.”
Terkait dengan posisi KPID secara kelembagaan di daerah, Fajar menjelaskan, KPID berfungsi sebagi palang pintu penjaga frekuensi di daerah untuk memastikan informasi atau siaran yang aman dan proporsional untuk publik. Selain itu menurut mantan komisioner KPID Jawa Timur itu, keberadaan KPID di seluruh provinsi untuk memantau agar konten lokal tidak tercerabut di daerahnya sendiri.
“Sedangkan untuk rekrutmen komisioner, memang itu menjadi wewenang DPRD. Parameternya calon, sama dengan KPI Pusat, yakni integritas dan kompetensi,” ujar Fajar. Tak lupa Fajar menyampaikan agar DPRD sebelum menentukan calon komisioner memerhatikan unsur kesinambungan. “Ini maksudnya agar komisioner lama yang belum memasuki tahap dua periode agar ada disisakan. Agar ada orang paham dengan program lama dan tidak membuat komisioner baru harus memulai dari nol, karena masa jabatannya yang singkat hanya tiga tahun.”
Sedangkan Bekti dalam paparannya menerangkan posisi KPI dalam struktur lembaga negara dalam era demokrasi setelah reformasi. Menurut Bekti, KPI adalah produk dari hasil reformasi bersama komisi-komisi lainnya sebagai bentuk distribusi kekuasaan yang pada masa Orde Baru terpusat pada pemerintah. “KPI dan KPID itu adalah representasi dari publik. Kata kunci dari KPI adalah lembaga negara dan independen,” kata Bekti.
Bekti juga menyampaikan perlunya penyamaan sudut pandang dalam melihat fungsi dan tugas KPI dan KPID. Menurutnya, penyiaran dalam era teknologi informasi saat ini memiliki peran strategis. Mantan anggota Dewan Pers itu mencontohkan beberapa kasus akan strategi kebudayaan yang dilakukan Korea Selatan dalam mendorong budayanya ke luar Korea dengan menggunakan penyiaran dan berdampak pada nilai ekonomi.
“Korea jadi contoh yang gampang tentang penyiaran sebagai strategi budaya ini. Gangnam Style mendunia, kemudian itu juga memiliki dampak pada produk elektroniknya yang hampir sebagian besar kita gunakan di Indonesia, belum lagi kalau menilainya dari pasar ritel perusahaan Korea yang ada di Indonesia. Mereka menjadikan penyiaran sebagai strategi jangka panjang,” ujar Bekti.
Sedangkan upaya Yogyakarta dalam membuat peraturan daerah terkait penyiaran yang berkorelasi dengan UU Keistimewaan, menurut Bekti, patut didukung. “Kalau sepakat dengan sudut pandang tadi bagaimana penyiaran sebagai strategi budaya, bagaimana begitu besarnya pengaruh penyiaran akan kualitas generasi depan kita. Kalau bisa Perda Penyiaran yang akan dibuat juga menguatkan KPID Yogyakarta. Ini bisa dijadikan tonggak oleh teman-teman lain di daerah lain tergantung dengan peraturan daerahnya masing-masing,” papar Bekti.
Ervan yang juga Wakil Ketua KPID DKI Jakarta menjelaskan tentang posisi lembaganya saat ini berstatus sebagai UPT secara lembaga di DKI. Menurutnya KPID dalam fungsinya juga masuk bagian dalam UU Penyiaran, yakni regulator penyiaran di daerah. Selain itu juga fungsi lainnya, menurut Ervan, memberikan dukungan kepada pemerintah daerah dalam menjalankan program-program daerah.
“Contohnya, kami meminta kepada seluruh radio dan tv menayangkan iklan layanan masyarakat pemerintah daerah yang terkait dengan menjaga lingkungan, membuang sampah pada tempatnya, dan yang lainnya. Semua lembaga penyiaran di Jakarta mendukung dan menyiarkan. Itu bentuk dukungan KPID kepada Pemda,” terang Ervan.
Acara diskusi berlangsung sekitar dua jam dalam bahasan pola formasi komisioner KPID, kemudian pendanaan dan kelembagaan, dan posisi KPID di beberapa daerah yang memiliki UU Kekhususan dan Keistimewaan. Tanya jawab terjadi antara komisioner KPI Pusat dan Komisioner KPID Jakarta dengan anggota Komisi A DPRD Yogyakarta.
Dalam pertemuan itu, Subangi mengaku penyiaran sebagai strategi kebudayaan jangka panjang sebagai salah satu cara membentuk masyarakat Indonesia yang berkarakter. “Iya saya akui dalam era teknologi informasi yang pesat saat ini peran KPI memiliki fungsi strategis. Bila penyiaran kita berkualitas, maka generasi kita di masa mendatang akan lebih baik hasilnya,” tukasnya.
Yogyakarta - Anak dan remaja adalah segmen yang harus dilindungi karena paling rentan terkena dampak negatif tv, begitulah benang merah literasi media yang diselenggarakan KPI Pusat bersama KPID Yogyakarta 20 Agustus 2014 yang lalu. Bertempat di @Hom Platinum Hotel di daerah Gowongan. Literasi media ini dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat antara lain perwakilan lembaga penyiaran, Majelis Ulama Indonesia, Tokoh Nahdlatul Ulama, Tokoh Muhammadiyah, Guru, pelajar dan orang tua.
Acara dibuka tepat pukul 09:00, yang diawali dengan sambutan dari Ketua KPID Yogyakarta,Tri Suparyanto, dan laporan kegiatan oleh Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang. Hadir sebagai narasumber Dyna Herlina Suwarto, M.Sc perwakilan akademisi, Agatha Lily Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran. Acara yang dipandu oleh Sukiratnasari, Komisioner KPID Yogya berlangsung 2 jam.
Dyna Herlina Suwarto membuka presentasinya dengan kalimat “You is What You Watch”. Background knowledge sangat mempengaruhi cara kita mengkonsumsi media untuk mendapatkan informasi yang kita butuhkan.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Agatha Lily menyampaikan di tengah terpaan media yang sangat masif, diperlukan daya kritis untuk memilih tayangan televisi yang baik bagi anak-anak dan remaja. Banyak sekali muatan negatif yang KPI temukan seperti adegan kekerasan, dialog vulgar, adegan percintaan, adegan bunuh diri dan gaya hidup bebas serta muatan tidak pantas lainnya yang ditemukan dalam program anak dan kartun. Padahal masa anak-anak adalah masa yang paling rentan terpengaruh terpaan media karena mereka belum memiliki daya seleksi terhadap apa yang mereka tonton.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa muatan negatif terutama pornografi di televisi dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan mental anak-anak dan remaja. Anak yang kecanduan menonton televisi akan mengalami penyimpangan perilaku seperti malas bicara, enggan bersosialisasi, gangguan penglihatan dan pendengaran, apatis terhadap lingkungan sekitar, hedonis dan materialistis. Dalam kesempatan ini, Lily mengingatkan sekedar memberikan teguran dan menghentikan program oleh KPI tidak serta merta membuat kualitas penyiaran menjadi baik. Diperlukan kesadaran bersama dari semua lembaga penyiaran untuk melindungi anak remaja generasi harapan bangsa.
Tri Suparyanto selaku Ketua KPID Yogyakarta juga membenarkan tidak ada orang yang sukses karena menonton tv melainkan karena banyak membaca buku.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghimbau kepada seluruh lembaga penyiaran agar turut berperan serta menjaga situasi dan kondisi masyarakat agar lebih kondusif pada sebelum, saat pelaksanaan, dan pasca putusan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2014 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Suasana kondusif ini bisa dilakukan dengan menyajikan informasi dan liputan secara objektif tanpa eksploitasi yang berlebihan yang mengarah pada provokasi yang dapat menimbulkan dan berpotensi menimbulkan kekisruhan, mengganggu keamanan, dan ketertiban umum.
KPI mengingatkan hal ini karena berdasarkan UU Penyiaran, lembaga penyiaran berkewajiban untuk memperkukuh integrasi nasional. Atas kerja sama dan peran serta seluruh lembaga penyiaran dalam upaya menciptakan kondisi yang kondusif diucapkan terima kasih.
Yogyakarta - Penyamaan persepsi terhadap peraturan KPI - P3SPS diperlukan untuk menghasilkan program yang berkualitas. Agatha Lily, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran yang menjadi narasumber dalam acara TVRI tersebut menyadari bahwa pelatihan semacam ini masih sangat minim dilakukan terhadap lembaga penyiaran padahal ini adalah amanat UU Penyiaran. Bertempat di Hotel Cakra Kembang Yogyakarta, 19 Agustus 2014, acara tersebut dihadiri oleh Kabid Program TVRI Pusat dan Yogyakarta, Perwakilan Kepsta TVRI Yogyakarta, Kabid Program, Kepala Seksi Pengembangan Usaha, Produser dan Editor TVRI Yogyakarta.
Sejumlah pertanyaan kritis ditujukan kepada KPI terkait peran dan kewenangan KPI, batasan dan larangan di dalam P3SPS, sanksi yang dapat diberikan KPI kepada lembaga penyiaran, penanganan pengaduan masyarakat dan perlakuan yang adil terhadap lembaga penyiaran serta parameter lain di luar rating untuk mengukur kualitas siaran.
Peserta pelatihan dari TVRI mengapresiasi kinerja KPI yang semakin baik dari tahun ke tahun dan akan mendukung langkah KPI untuk bersikap tegas dalam menyikapi tayangan-tayangan yang merusak masa depan anak generasi penerus bangsa. Dalam kesempatan tersebut, Agatha Lily mengingatkan bahwa lembaga penyiaran publik menanggung beban dan tanggung jawab 2 kali lipat dibandingkan TV swasta karena TV publik harus netral, berimbang dan tidak komersil.
Dalam setiap program, TVRI berperan sangat penting untuk menjadi TV terdepan dalam mencerdaskan bangsa. Program TVRI yang baikpun tak luput dari perhatian KPI. Sebagai contoh, Program Jelang Beduk Ramadhan mendapat apresiasi dari KPI dan MUI sebagai kategori baik. Apresiasi ini dibutuhkan disamping punishment agar masyarakat memperoleh informasi mana tayangan-tayangan yang inspiratif, mendidik dan menghibur. KPI mengingatkan juga agar TVRI tidak berpatokan hanya pada rating semata, ukuran-ukuran kualitatif hendaknya menjadi tolok ukur TVRI dalam menyajikan program-programnya kepada masyarakat.
Sudah lama saya resah dengan tayangan tidak bermutu on the spot, hari ini saya sudah "bosan", semoga KPI dapat menindak lanjutinya.
Baru saja mereka menayangkan video manusia-manusia barbar yang "joget-joget" di atas motor. Sangat disayangkan untuk ditonton bersama keluarga. Adik-adik saya masih kecil, semoga tidak memberi dampak negatif untuk mereka. Semoga KPI dapat memberi peringatan, agar mereka dapat menayangkan konten yang "berpendidikan" dan bermanfaat. Terimakasih KPI, jaya selalu penyiaran Indonesia.