Padang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat mengingatkan pengelola lembaga penyiaran baik televisi maupun radio agar menyiarkan materi kampanye pemilu legislatif dan pemilu presiden secara berimbang.
"Yang dimaksud dengan berimbang itu porsinya sama, durasi dan jam tayang juga sama terhadap semua calon legislatif maupun calon presiden," kata Komisioner KPID Sumbar, Robert Cenedi di Padang, Kamis.
Menurutnya untuk kampanye di media saat ini belum boleh dilakukan oleh calon dan berdasarkan peraturan KPU baru dapat ditayangkan pada 23 Maret sampai 13 April 2019.
"Artinya kalau ada peserta pemilu yang sudah memasang iklan di media cetak dan elektronik saat ini artinya mereka telah melanggar aturan," kata dia.
Selain itu ia menyampaikan untuk durasi tayang di televisi maksimal 30 detik dan tidak lebih dari 10 kali sehari sementara radio durasi 60 detik dengan intensitas tayang 10 kali sehari.
"Jika ada yang melanggar aturan akan kami berikan teguran, jika tak dipatuhi sanksi terberat adalah pencabutan izin siaran," kata dia.
Ia melihat saat ini tayangan berbau kampanye sudah mulai ada di beberapa stasiun televisi dan pihaknya sedang melakukan kajian untuk memberikan sanksi
Sementara Ketua KPID Sumbar Afriendi mengatakan memasuki tahun politik lembaga penyiaran merupakan salah satu sarana publikasi bagi peserta pemilu.
"Tentu saja ini rawan untuk terjadi penyalahgunaan oleh calon presiden maupun calon legislatif, oleh sebab itu kami mengajak semua pihak bersama-sama ikut serta melakukan pengawasan dengan melaporkan kepada KPID jika ada temuan," kata dia.
Ia mengatakan untuk siaran televisi pihaknya melakan pengawasan selama 24 jam khusus tv lokal. "Namun untuk radio kami sedikit mengalami kendala karena ada 112 radio dan yang bisa diawasi dengan maksimal hanya di Padang, sementara untuk di daerah agak sulit mengawasi," ujarnya.
"Oleh sebab itu KPID juga meminta peran aktif masyarakat untuk melapor jika ada temuan siaran yang melanggar," kata dia. Red dari Antaranews Sumbar
Yogyakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar malam puncak Anugerah Penyiaran DIY 2018 di Auditorium RRI Yogyakarta, Selasa (9/10). Disiarkan langsung melalui stasiun televisi lokal Jogja TV pukul 19.30 WIB dengan bintang tamu utama Lucki ex.Idol serta dimeriahkan berbagai artis lokal, seperti Dimas Tedjo, serta berbagai grup tari dari Dinas Kebudayaan dan juga Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah raga Daerah Istimewa Yogyakarta.
Anugerah Penyiaran DIY 2018 merupakan bentuk apresiasi terhadap kerja keras lembaga penyiaran yang berupaya menyuguhkan tontonan yang sehat dan berkualitas. Hadir sebagai tamu undangan VVIP, Yoeke Indra Agung Laksana, SE. (Ketua DPRD DIY), Ir. Gatot Saptadi (Sekda DIY), Ir. Rony Primanto Hari, MT (Kepala Dinas DISKOMINFO DIY), dan Singgih Rahadjo, SH, MEd. (Kepala Dinas Kebudayaan DIY).
Wakil Gubernur DIY, Paku Alam X menyampaikan sambutan melalui video rekaman, “Dengan Anugerah Penyiaran DIY 2018 ‘Titi Wancine Siaran Dadi Tuntunan’, kita semua berharap agar media tidak hanya sebagai pelestari budaya tetapi juga dapat menjadi penyeimbang dalam memberitakan materi siaran sesuai fungsi penyiaran sebagai media informasi, pendidikan, kebudayaan, hiburan, kontrol sosial, perekat sosial, ekonomi, wahana pencerahan, dan pemberdayaan masyarakat.”
Gelaran yang ditujukan untuk memberikan apresiasi kepada seluruh Lembaga Penyiaran semalam, mendapat sambutan antusias dari berbagai pihak lembaga penyiaran dan insan media lainnya. Anugerah Penyiaran DIY 2018 memberikan total 32 piala dan piagam penghargaan kepada pemenang, serta 50 piala dan piagam bagi para nominasi.
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah DIY tidak hanya memberikan apresiasi terhadap lembaga penyiaran dan insan media penyiaran, tetapi juga memberikan apresiasi terhadap televisi sistem stasiun jaringan yang menayangkan program lokal terbanyak, tokoh pemerhati penyiaran DIY, Lembaga peduli penyiaran, mitra strategis KPID DIY, mitra strategis Radio Komunitas dan Institusi Pemasang ILM.
Anugerah Penyiaran DIY telah diselenggarakan oleh KPID DIY untuk yang kedua kalinya. Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong industri penyiaran untuk terus berkarya dalam menghasilkan program-program terbaik. Red dari KPID DIY
Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Menjadikan Hasil Survei KPI sebagai Tujuan Perusahaan Periklanan untuk Memasang Iklan di Lembaga Penyiaran” yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Rabu (10/10/2018).
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) sepakat menandatangani memorandum of understanding (MoU) dalam waktu dekat. Kerjasama ini untuk mendorong peningkatan kualitas program siaran televisi sekaligus mendorong pengiklan menempatkan iklannya pada tayangan berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran TV yang dilakukan KPI.
Rencana MoU ini disampaikan keduabelah pihak dalam acara Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Menjadikan Hasil Survei KPI sebagai Tujuan Perusahaan Periklanan untuk Memasang Iklan di Lembaga Penyiaran” yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Rabu (10/10/2018).
Selain bicara MoU, dalam FGD yang ini, KPI mendapat dukungan dari Asosiasi Perusahaan Periklanan Indonesia (APPINA) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI). Kedua Asosiasi ini berkomitmen ikut mendorong pengiklan menempatkan iklannya di tayangan berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas program televisi yang dilakukan KPI.
Berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran televisi KPI periode pertama, ada empat kategori program acara yang nilainya di atas standar yang ditetapkan KPI yakni kategori Anak, Wisata Budaya, Talkshow dan Religi. Adapun empat kategori program antara lain Infotainmen, Variety Show, Berita dan Sinetron, nilainya di bawah standar alias kurang.
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, kerjasama ini untuk mendorong dan mengubah cara pandang pengiklan beriklan di sebuah program acara. Selama ini, rating masih menjadi hal yang menentukan kelangsungan hidup sebuah program.
“Rating di Indonesia dilakukan oleh Nielsen Media Research (NMR) dan menjadi acuan utama stasiun televisi untuk memproduksi program acara. Angka rating yang tinggi dianggap sebagai satu-satunya indikator keberhasilan suatu program,” katanya.
Hasil rating itu, juga menjadi acuan bagi perusahaan yang ingin mengiklankan produknya. Pengiklan akan membeli spot iklan pada program-program yang dinilai mempunyai rating tinggi. “Akibat dominasi rating ini, program acara di lembaga penyiaran televisi menjadi sama alias seragam karena mereka ramai-ramai membuat acara yang serupa dengan harapan mendapat rating tinggi,” jelas Yuliandre.
Padahal, salah satu kelemahan dari rating yang jadi patokan lembaga penyiaran saat ini hanya mengukur aspek kuantitas, diukur dari banyaknya jumlah penonton untuk acara tertentu. “Angka itu tidak menilai apakah program acara itu penting atau tidak, baik atau tidak bagi pemirsa. Karenanya rating hanya mencerminkan program acara yang disukai oleh masyarakat,” kata Andre, panggilan akrabnya.
Di tempat yang sama, Sekretariat Jenderal P3I, Heri Margono, menyatakan akan memegang komitmen mendukung langkah KPI untuk meningkatkan kualitas siaran di Indonesia. P3I akan mendorong pengiklan dan biro untuk menempatkan iklan di program acara berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas KPI.
“Kami meminta seluruh anggota P3I melakukan ini dan menyebarkan pengaruhnya pada pengiklan yang lain. Kami sepakat untuk mendorong hal ini dan memberi penjelasan untuk memilih program berkualitas dan tidak hanya berpatokan pada rating saja,” kata Heri.
Dalam kesempatan itu, P3I mengingatkan mengenai dampak yang tidak pernah disadari pengiklan dan biro iklan ketika beriklan pada program. “Komitmen lain kami membuat brand safety untuk menghentikan beriklan pada program yang provakatif dan radikalisme,” katanya.
Budi Satriyo, dari Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), ikut berkomitmen langkah KPI untuk mendorong beriklan pada program berlualitas. “Kami akan sosialisasikan hal ini. Ini komiten menjadi komitmen bersama kami meskipun tidak semua pengiklan masuk anggota kami. Kita pun bisa mengedukasi pengiklan untuk lebih baik lagi,” katanya.
Terkait hal itu, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), diwakil Bambang Prawiranegara, menyatakan setuju dengan upaya peningkatan kualitas isi siaran. “Kami ingin berikan tayangan yang berkualitas. Kami akan upayakan ini dan ini menjadi komitmen kami. Harapan tayangan yang sehat dan berkualitas tetapiu ratingnya tetap terjaga,” jelasnya.
Sementara, dampak dari rating menyebabkan penonton televisi tidak punya banyak alternatif pilihan program. Meski saat ini total ada 15 stasiun televisi nasional (TVRI, Trans TV, Trans 7, Indosiar, ANTV, TV One, Metro TV, RCTI, SCTV, MNC TV, NET TV, Kompas TV, RTV dan JTV) plus puluhan televisi lokal, tetapi sajian dan program acara di masing-masing televisi tampak seragam.
Menurut Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, pemirsa televisi tidak punya daya dan posisi tawar menawar dengan stasiun televisi. Program acara yang dinilai tidak mendidik, tidak pernah diperhatikan oleh stasiun televisi. Selama program acara mempunyai rating yang tinggi, cukup alasan bagi stasiun televisi untuk tetap menyiarkan acara tersebut.
“Kami berharap publik dapat manfaat dan pengiklan dapat berpartisipasi untuk program yang baik dan berkualitas untuk hidup lebih panjang khususnya untuk program anak. Kita ingin dapat support semua pihak agar KPI dapat buat kebijakan yang bermanfaat untuk masyarakat,” kata Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat.
Menurut Ubaid, khalayak harus diberi kesempatan mendapat tayangan televisi yang berkualitas. Hal ini untuk mengembang sikap kurang kritis terhadap media televisi. Pemirsa televisi harus bisa membedakan mana program acara yang bagus dan mana yang buruk. “Oleh karena itu KPI berharap kepada para perusahaan periklanan di Indonesia ikut berperan aktif dalam menempatkan iklan pada program-program yang berkualitas,” tandasnya. ***
Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, saat menyampaikan materi tentang pengaturan kekerasan di P3SPS serta jurnalistik di dunia penyiaran pada Bimtek di Kota Dumai.
Dumai - Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini, memberi bimbingan teknis P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) bagi SDM Penyiaran se Kota Dumai, di Hotel Grand Zuri, Provinsi Riau, Kamis (11/10/2018).
Dalam Bimtek itu, Mayong Suryo Laksono, menyampaikan materi tentang pengaturan kekerasan di P3SPS serta jurnalistik di dunia penyiaran. Sementara itu, Dewi Setyarini memaparkan materi tentang perlindungan anak-anak dan pengaturan pornografi di dunia penyiaran.
Bimtek P3SPS digelar Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau untuk wilayah Kota Dumai dan sekitarnya, bertajuk kegiatan “Kursus P3SPS”. Kegiatan ini diikuti praktisi penyiaran baik televisi dan radio.
Dalam laporannya, Ketua Panitia Bimtek P3SPS, Asril Darma menyampaikan, kegiatan ini merupakan yang kedua dari tiga kegiatan tahun 2018. Sebelumnya, Bimtek dilaksanakan di Kota Pekanbaru pada Mei 2018.
“Peserta yang ikut kegiatan ini terbatas 25 orang. Hal ini semata terbatasnya anggaran. Padahal banyak SDM penyiaran yang ingin ikut juga,” ungkap Asril Darma.
Ketua KPID Riau saat sambutan pembukaan mengingatkan, tujuan diadakannya sistem penyiaran Indonesia adalah untuk memperkukuh integrasi bangsa. Oleh karenanya, media penyiaran dalam program siarannya diminta tidak menayangkan isu-isu memecah belah bangsa.
“Lebih khususnya lagi pada masa-masa pemilihan umum yang sebentar lagi akan kita laksanakan. Sampaikan info-info yang bermanfaat daripada info sesat dan hoax. Mari kita sukseskan Pemilu dan Pilpres yang akan datang,” urai Ketua KPID Riau Falzan Surahman.
Saat penyampaian materi, Komisioner KPI PUsat Dewi Setyarini, terlebih dulu menyampaikan materi perlindungan anak yang meliputi perlindungan terhadap pornografi dan seksualitas, perlindungan anak dari kekerasan dan perlindungan anak dari mistis, horor dan supranatural serta perlindungan anak dari masalah-masalah keluarga.
“Anak-anak masih punya masa depan. Amat disayangkan jika penyiaran kita menayangkan hal-hal yang bisa merubah perilaku anak menjadi negatif. Mohon agar Lembaga penyiaran sangat memperhatikan hal ini,” papar Dewi setyarini di hadapan peserta kursus itu.
Semetara Mayong Suro Laksono, menyampaikan materi Jurnalistik dan kekerasan di media penyiaran. Menurutnya, pasal kekerasan tidak dapat dihindarkan, apalagi berkaitan dengan adegan berkelahi di sebuah sinetron/Film. Namun ditambahkannya, agar Lembaga penyiaran tidak mengeksploitasi kekerasan dengan alasan tuntutan cerita.
“Justru dengan dalih tuntutan adegan itulah, kami akan memberikan sanksi. Apalagi durasi tayangan kekerasan itu mendominasi cerita sinetron/fim dan dieksploitasi,” katanya. Cup
Medan - Komisi Penyiaran Indonesia merupakan lembaga independen dan memiliki tugas pokok sebagai pembuat aturan penyiaran, pengawasan isi siaran dan pembinaan bagi radio dan televisi.
Terkait itu, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara (Sumut) ingin mengajak masyarakat khususnya kalangan mahasiswa untuk mengkritisi isi media, terutama televisi dan radio dalam rangka menjaga nilai dan budaya Indonesia.
Ketua KPID Sumut, Parulian Tampubolon mengatakan, sesuai dengan UU RI Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, maka itu harus kita apresiasi untuk memberikan edukasi dan literasi kepada kalangan mahasiswa.
"Sebab, diperlukan kesadaran dari masyarakat agar peduli dan waspada terkait penyiaran berita belakangan ini yang dilihat kurang mendidik dalam perkembangan anak dan remaja," katanya di hadapan seratus mahasiswa Universitas Darma Agung Medan dalam acara "Edukasi dan Literasi Media Bagi Masyarakat dan Lembaga Pendidikan di Medan, Jumat (5/10).
Menurutnya, literasi media yang paling efektif memang ditujukan kepada orangtua, karena dapat mengawasi langsung anaknya, serta peran aktif KPI dalam pengawasan program media yang tidak boleh ditonton anak dan remaja.
Maka itu, diperlukan sosialisasi kepada orangtua dalam hal ini pihaknya juga mengajak mahasiswa dapat memberikan pemahaman dan seleksi tentang siaran media yang tidak bermanfaat bagi anak dan remaja. Apalagi, siaran media saat ini banyak yang kurang bermanfaat, dan perlu pengawasan efektif.
"Isi siaran saat ini tidak semua menyasar ke arah segmentasi anak dan remaja. Justru kebanyakan program tidak bersifat edukatif, meski ada yang edukatif tetapi secara rating tidak menguntungkan oleh pihak media," ujarnya.
Lebih lanjut, Rektor Universitas Darma Agung Medan, Jaminuddin Marbun yang diwakili Wakil Rektor 3, Lilis Gultom mengungkapkan, pihaknya sangat mengapresiasi KPID Sumut dengan adanya kegiatan ini agar masyarakat khususnya mahasiswa lebih paham tentang isu di media dan menyadari media justru dapat mempengaruhi gaya hidup dan sikap.
Melalui literasi ini nantinya dapat membangun kesadaran dan mewujudkan siaran yang lebih sehat
"Dengan adanya edukasi dan literasi media ini nantinya dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan kalangan civitas akademika agar lebih sadar untuk memilih siaran yang tepat dan bermanfaat," tambahnya. Red dari analisa
Dalam suatu episode yang berjudul "Ulang tahun Poli" dalam musim pertama serial animasi "Kiko" terdapat suatu adegan yg secara tidak langsung mencela umat beragama. Dalam adegan tersebut, Poli, si ikan ninja, sedang berulang tahun dan dia sudah menyiapkan pesta ulang tahunnya dirumahnya, namun teman-temannya tidak kunjung datang. Polipun menunggu dan terus menunggu. Dalam bagian ini terjadi adegan cliché yang mana Poli didatangi berbagai orang (Sekitar 3 totalnya) yang bukan temannya semasa menunggu. Polipun berkali-kali kecewa karena saat pintu dibuka ternyata yang datang bukan teman-temannya. Adegan yang saya rasa mencela umat beragama secara tidak langsung terjadi disini. Salah satu dari berbagai orang-orang yang mendatangi rumah Poli saat dia sedang menunggu teman-temannya adalah seseorang yang tampak dan berbicara seperti pendakwah agama (tidak ada agama spesifik yang disebutkan atau dicirikan). Pendakwah agama itu datang ke rumah Poli untuk memperingatkannya untuk kembali kejalan yang benar dan mengingat hari akhir. Saat pendakwah agama itu melihat bahwa Poli sedang mengadakan pesta, ia juga menanyakan Poli kenapa dia malah mengadakan pesta dan tidak membaca kitab suci. Dalam cerita, Poli, selain merasa kesal dan jengkel, juga menyebut sang pendakwah agama itu sebagai "orang aneh" dan menutup paksa pintu rumahnya, setelah mengusirnya. Saya yakin bahwa adegan ini tidak layak untuk ditayangkan dalam kartun anak-anak, karena adegan ini secara tidak langsung mempromosikan sekularisme. Sekularisme sendiri, berdasarkan poin pertama dari Pancasila, BUKAN merupakan keyakinan atau budaya Indonesia, dan sudah seharusnya ditiadakan. Pendakwah agama dalam adegan itu sendiri memang digambarkan seperti orang yang terlalu fanatis dan otaknya sedikit miring, namun bukankah hal ini dapat dikatakan sebagai celaan juga? Seorang pendakwah agama memang selalu mendedikasikan diri mereka penuh pada agamanya, ini adalah hal yang wajar dan baik, namun kartun ini seperti ingin menunjukkan bahwa pendakwah agama itu stereotypenya seperti orang gila yang keberadaannya menganggu. Saya rasa hal ini tidak dapat dimaafkan. Kemudian, Poli yang sama sekali tidak memperdulikan pendakwah agama itu, dan malah jengkel kepadanya secara tidak langsung jelas menunjukkan bahwa ia tidak suka beragama. Adegan ini tidak merujuk pada agama spesifik apapun, tapi merujuk pada agama in general atau pada umumnya. Jadi adegan ini dapat dibilang menghina semua umat beragama di Indonesia. Saya harap masalah ini tidak disepelekan dan dapat ditindaki dengan serius. Saya benar-benar menghargai penyediaan formulir pengaduan ini, saya mengucapkan terimakasih banyak pada pihak KPI atas kerja kerasnya selama ini. Salam sejahtera.
Pojok Apresiasi
Gebriel Coryza Karay
Program reality show yang mengahrukan, penonton dapat lebih bersysukur setelah melihat bahwa banyak hal yang harus di syukuri dalam hidup karena masalah orang lain bahkan bisa 10xlipat lebih berat daripada masalah kita tersebut termasuk utuk masalah hutang. Program ini pun dapat membantu meringankan beban hidup khususnya rakyat kecil dan sangat menginspirasi.