- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 1770
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan kewajiban lembaga penyiaran untuk tunduk pada regulasi, baik itu undang-undang penyiaran atau pun pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS), dalam menghadirkan setiap konten siaran ke tengah publik. Jika menjadikan P3SPS sebagai panduan, maka lembaga penyiaran tidak ikut latah pada tren model konten yang muncul di media sosial demi meraih kepemirsaan yang lebih banyak. Hal ini disampaikan Tulus Santoso selaku Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat dalam pertemuan dengan BTV di kantor KPI, 17/5.
Tulus juga mengingatkan tentang penggolongan program siaran yang membatasi kehadiran konten dewasa di luar waktu yang telah ditetapkan. Sekalipun lembaga penyiaran punya data spesifik tentang variasi kepemirsaan untuk televisinya, hal tersebut tidak dapat menjadi pembenaran untuk menghadirkan konten dewasa pada waktu yang masih memungkinkan anak-anak menonton. “Harus dikembalikan pada norma yang berlaku pada P3SPS,” tegas Tulus.
Senada dengan Tulus, anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Amin Shabana juga mengingatkan pelanggaran atas prinsip perlindungan anak menempati urutan kedua terbanyak dalam akumulasi sanksi yang dijatuhkan KPI sepanjang tahun 2022. Dirinya juga melihat, masih banyak tayangan di televisi yang sangat berpotensi melanggar prinsip tersebut. Sebagai regulator penyiaran, KPI diberikan mandat untuk mengingatkan pengelola televisi. “Silakan mencari popularitas dan rating, tapi ingat ada P3SPS,”ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut pihak BTV yang diwakili oleh Ario, Bayu dan Joy Citra Dewi menyampaikan penjelasan tentang beberapa tayangan yang menjadi perhatian KPI. BTV juga mengutarakan pendapat tentang konten dewasa yang ditengarai muncul di luar waktu yang ditetapkan. Menurut Bayu, pihaknya sudah menjaga agar kualitas tayangan tetap bersesuaian dengan regulasi. Dalam beberapa hal, Bayu berharap ada aturan yang lebih tegas terkait konten dewasa, termasuk di dalamnya adegan persenggamaan.
Dalam pertemuan tersebut, Aliyah selaku anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran mengatakan, aturan soal pornografi sangat jelas dalam undang-undang, termasuk juga soal definisi pornografi, larangan dan pembatasan konten pornografi. KPI berusaha mengarahkan lembaga penyiaran untuk tidak melanggar ketentuan yang ada apalagi menimbulkan protes masyarakat. “Kami memahami BTV yang sedang melakukan switching dari televisi berita menjadi infotainment,” tambah Aliyah. Catatan ini disampaikan KPI kepada BTV agar ke depan penyelenggaraan penyiarannya dapat lebih sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebagai tambahan informasi, dalam P3SPS aturan tentang seksualitas memuat tentang pelarangan dan pembatasan. Pasal 18 SPS KPI menetapkan secara rinci dua belas macam larangan adegan seksual pada klasifikasi program apapun. Sedangkan pada pasal 38 SPS tentang klasifikasi program siaran dewasa mengatur muatan yang masih mungkin ditampilkan pada pukul 22.00 hingga 03.00 dan tidak disebut konten pada pasal 18 SPS sebagai materi yang dapat ditayangkan.
Pada kesempatan ini tim penjatuhan sanksi KPI Pusat juga mengingatkan BTV tentang potensi protes masyarakat jika tidak berhati-hati dalam menayangkan konten siaran. Hal ini disampaikan Irvan Priyanto selaku tim penjatuhan sanksi saat membahas beberapa cuplikan tayangan yang dimintakan pendapat KPI. Menurut Irvan, jika terkait dengan konten mistik yang dikaitkan dengan identitas kedaerahan, KPI sudah beberapa kali didatangi langsung oleh masyarakat daerah. Sebagai regulator penyiaran yang juga menjadi perwakilan publik, aduan dari masyarakat akan segera ditindaklanjuti KPI.